Dampak perubahan iklim pada laut dan pesisir kian berdampak pada kehidupan nelayan. Ikan kian menjauh di satu sisi sebagian besar nelayan Indonesia adalah nelayan kecil yang tak mampu menghadapi gelombang di tengah laut yang juga kian besar akibat perubahan iklim.
Meski berbagai aksi mitigasi seperti penurunan emisi karbon harus dijalankan, konsekuensinya pada negara berkembang yang akan mengerem pertumbuhan ekonomi bakal menjadi tantangan terbesar. Langkah adaptasi nelayan agar tetap mampu memproduksi ikan agar disiapkan sedini mungkin.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI–Kapal nelayan hanya berlabuh di muara di Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (25/1/2019). Cuaca buruk membuat sebagian nelayan tidak melaut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Satu di antaranya yaitu mempersiapkan nelayan untuk memiliki keterampilan usaha budidaya sebagai alternatif nelayan tangkap. Ini membutuhkan persiapan berupa pendampingan, akses permodalan/pendanaan, hingga perbaikan kualitas lingkungan di pesisir untuk meningkatkan produktivitas.
Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (Almi) Alan F Koropitan, Kamis (14/3/2019) di Jakarta, memaparkan berbagai riset dan data menunjukkan potensi perikanan tangkap berpotensi menurun sebagai dampak perubahan iklim. Risetnya terkini yang belum dipublikasi, menunjukkan pada 2003-2012 potensi perikanan pelagis (tak termasuk tuna yang memilki kemampuan migrasi tinggi) menurun setiap tahun.
Pada tahun 2003 potensi perikanan pelagis di Indonesia mencapai 8.65 juta ton, tahun 2008 menjadi 8,49 juta ton, dan tahun 2012 turun lagi menjadi 7,71 juta ton. Dengan kata lain, laju penurunan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia selama 10 tahun tersebut turun 1,25 persen per tahun atau setara 100.000 ton per tahun. Kondisi perairan tropis yang hangat diduga menyebabkan ikan berpindah ke perairan di lintang tinggi yang lebih nyaman.
Mengutip riset lain lagi yang dipublikasikan dalam Jurnal Science, 2019, Impact of Historical Warming on Fisheries Production, terjadi pengurangan stok ikan 4,1 persen pada tahun 1930 – 2010 atau 0,51 persen dalam 10 tahun. Sebelumnya, ada pula laporan resmi FAO tahun 2018, Impact of Climate Change on Fisheries and Aquacultur, potensi tangkapan ikan laut di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) dunia akan menurun 2,8 – 5,3 persen sampai 2050 berdasar skenario kenaikan suhu paling konservatif.
Marthin Hadiwinata, Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengatakan 95 persen nelayan Indonesia menggunakan kapal kurang dari 10 gross ton. Ini membuat perairan sempit kurang dari 4 mill dijejali kapal-kapal kecil karena tak sanggup mengarungi lautan lebih jauh.
Pendampingan
Ia pun sependapat perikanan budidaya bisa menjadi solusi adaptasi bagi nelayan-nelayan tangkap. Hanya saja, permasalahannya budidaya memerlukan pendampingan serta permodalan yang tak sedikit.
“Kita berkejaran dengan waktu terkait dampak perubahan iklim, di sisi lain ini terkait kedaulatan pangan, benih, dan teknologi yang harus dipersiapkan pemerintah,” ungkapnya.
Alan mengatakan usaha mitigasi pengurangan emisi ini tantangannya pada pelambatan pertumbuhan ekonomi. Ia mengingatkan bila upaya mitigasi gagal dilakukan, langkah adaptasi agar disiapkan agar sumber pangan berupa ikan tetap tersedia.
Alan pun mengingatkan adaptasi ini membutuhkan dukungan rehabilitasi ekosistm pesisir yang rusak agar mampu mendukung produktivitas budidaya tersebut. Ia mengatakan Indonesia memiliki Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2012 tentang Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Ia menyarankan agar perpres tersebut direvisi dengan memasukkan target, durasi waktu, dan evaluasi capaian. “ Rehabilitasi dan penataan pesisir dan pulau kecil untuk peningkatan kapasitas adaptasi,” kata dia.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 15 Maret 2019