BRG Gandeng Ahli dari Jepang

- Editor

Rabu, 27 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Restorasi gambut Indonesia menarik minat para pakar di Jepang untuk mengaplikasikan riset. Strategi pembasahan dan pemantauan gambut ditekankan tetap melibatkan dan membantu kesejahteraan masyarakat.

“Perlu memanfaatkan seluruh ilmu pengetahuan dalam upaya restorasi gambut di Indonesia,” kata Guru Besar Universitas Kyoto yang juga Kepala Pusat Kajian Asia Tenggara (CSEAS) Kosuke Mizuno seperti dilaporkan wartawan Kompas, Ichwan Susanto, dari Kyoto, Senin (25/4).

Hari itu, Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead, Rektor Universitas Kyoto Juichi Yamagiwa, dan Rektor National Institute for Humanities Tachimoto Narifumi mengeluarkan pernyataan bersama mengawali kerja sama riset dan aplikasi di lapangan. Hadir pula Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pernyataan bersama itu menegaskan bahwa restorasi gambut penting. Kebakaran hutan dan lahan membuat 43 juta jiwa terpapar asap, 500.000 orang sakit pernapasan, dan belasan orang meninggal. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada 2015 melepaskan emisi karbon di atas emisi Jepang pada 2013.

Kerja sama Indonesia-Jepang akan dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman di Jakarta, Juni 2016. Intinya, mereka sepakat restorasi dilakukan dengan pembasahan dan tetap memprioritaskan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat.

a0cb3aa48aaf44c08f179d447e7ac64dKOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead (kanan), Senin (25/4), di Kyoto, Jepang, berjabat tangan dengan Narifumi Tachimoto, Presiden National Institute for Humanities (NIHU), disaksikan Rektor Universitas Kyoto Juichi Yamagiwa. Mereka menyepakati pernyataan bersama tentang kelanjutan riset gambut di Indonesia.

Mizuno mengatakan, sejak 2008, pihaknya bekerja sama riset dengan Universitas Riau. Pada 2010, kerja sama dilanjutkan dengan pembasahan di Tanjung Leban, Bengkalis, Provinsi Riau.

“Kalau basah, revegetasi masuk dan mendatangkan hasil bagi masyarakat,” ujarnya. Dia mencontohkan tanaman jelutung yang getahnya bisa dimanfaatkan. Ada juga sagu dan meranti.

Menurut Nazir Foead, kerja sama dan penelitian Jepang dengan Indonesia-yang nantinya terbuka bagi negara/institusi lain-unik. “Penelitian tidak hanya riset ilmiah untuk publikasi. Ada monitor untuk mengoreksi aksi-aksi di lapangan yang hasilnya tak sesuai harapan,” ujarnya.

Tahun mendatang, replikasi dan kerja sama dikembangkan di enam provinsi lain. (ICH)
————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 April 2016, di halaman 14 dengan judul “BRG Gandeng Ahli dari Jepang”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB