PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ternyata pernah berencana mengembangkan pesawat penumpang bermesin jet, N-2130. Pesawat komersial berkapasitas 130 penumpang itu, awalnya akan dikembangkan setelah N-250, berhasil diuji coba sekitar 1996.
Direktur Utama PT DI Budi Santoso menuturkan, pesawat tersebut oleh BJ Habibie kala itu, siap dikembangkan dengan dana US$ 2 miliar. Bahkan spesifikasi rancangan mesin dan desain pesawat kala itu telah mengungguli atau lebih moderen serta efisien dibandingkan pesawat penumpang asal pabrikan Amerika Serikat yakni Boeing 737-500 seri klasik.
“Itu (N-2130) di atas kertas lebih baik dari Boeing 737-500,” tutur Budi kepada detikFinance di Kantor Pusat Dirgantara Indonesia, Jalan Pajajaran Bandung, Jumat (15/2/2013).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kala itu, N-2130 diproyeksikan siap beroperasi dan terbang melayani masyarakat mulai 2005. Budi menuturkan, seandainya proyek N-2130 berjalan, maka maskapai penerbangan komersial di tanah air seperti Lion Air, Garuda Indonesia, Citilink, Mandala, Sriwijaya, Merpati Nusantara, dan maskapai lainnya akan menggunakan pesawat N-2130 tersebut.
“Sebelum 2005-2006 sudah terbang (di rencana). Ini (N-2130) bisa menguasai pasar Indonesia. Jadi ini (Boeing seri 737) nggak akan merajalela di sini (Indonesia),” tambah Budi sambil menunjuk miniatur N-2130 di ruangannya.
Namun rencana itu harus pupus karena Presiden Soeharto mengehentikan kucuran dana PT DI saat krisis ekonomi 1998. Hal itu dilakukan berdasarkan desakan International Monetary Fund (IMF) yang bertindak sebagai kreditor ke Indonesia. (feb/dnl)
BJ Habibie Rancang N-2130, Boeing dan Airbus ‘Ketar-ketir’
Setelah sukses melahirkan N-250 Gatotkaca dan Krincing Wesi pada Agustus 1996, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di bawah besutan BJ Habibie pernah berencana melahirkan prototipe pesawat lebih maju.
Habibie mendesain pesawat penumpang komersial bermesin jet asli karya Indonesia, yakni N-2130 yang rencananya beroperasi mulai 2005 lalu. Pesawat N-2130 berpenumpang 130 orang ini dikonsep memiliki pasar serupa dengan pesawat Boeing seri 737-500 atau Airbus seri A320.
Direktur Utama PT DI Budi Santoso bercerita, rencana BJ Habibie kala itu membuat raksasa produsen pesawat dunia yaitu Boeing dan Airbus ketar-ketir.
“Dikembangkan pasca N-250. Mungkin kesalahan ini mengembangkan N-2130. Mulai masuk pasarnya Boeing. Mungkin waktu IMF masuk ke sini, pesan sponsor di sana tolong matikan,” tutur Budi kepada detikFinance di Kantor Pusat PTDI, Jalan Pajajaran, Bandung, Jumat (15/2/2013).
Budi memprediksi, Seandainya waktu itu proyek pesawat jet N-2130 tidak dikembangkan, pesawat penumpang bermesin propeler yakni N-250, mungkin tidak akan mangkrak seperti saat ini.
“Kalau ini (Boeing dan Airbus) terganggu pasarnya. Mulai gunakan politik mematikan. Mungkin kita kalau nggak bikin N-2130, N-250 bisa jadi (berhasil) karena itu (N-250) bukan pasarnya perusahaan besar. Bukan pasar Airbus dan Boeing,” cetusnya.
Hari ini, proyek N-2130 hanya tinggal secarik kertas yang tak pernah terwujud barangnya. Di ruang pamer pesawat PT DI terdapat prototipe N-2130 yang belum selesai dikembangkan.
Budi menuturkan, dengan nilai uang saat ini, biaya mengembangkan N -2130 versi terbaru setidaknya mencapai US$ 6 miliar hingga US$ 10 miliar.
“N-2130 hanya jadi kertas saja. Bikin baru seperi ini (N 2130) perlu US$ 6 miliar-US$ 10 miliar. Itu harga tahun ini, kalau harga tahun itu berbeda (dulu senilai US$ 2 miliar),” cetusnya. (feb/dnl)