Biokultural Perlindungan Hewan Penyerbuk

- Editor

Kamis, 14 Maret 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pekerja menunjukkan salah satu lebah ratu  jenis Apis melifera  di kawasan hutan Desa Gunungsari, Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (11/2/2019). Meski selama musim hujan produksi madu dari lebah tersebut turun drastis namun perawatan terus dilakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup binatang tersebut.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
11-02-2019

Pekerja menunjukkan salah satu lebah ratu jenis Apis melifera di kawasan hutan Desa Gunungsari, Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (11/2/2019). Meski selama musim hujan produksi madu dari lebah tersebut turun drastis namun perawatan terus dilakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup binatang tersebut. KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA) 11-02-2019

Sebuah studi global menyimpulkan, peran manusia sangat penting untuk melestarikan penyerbuk guna menjaga dan melindungi keanekaragaman hayati, pertanian, dan ekosistem. Kepercayaan tradisional dan pengelolaannya mampu merawat keberadaan lebah-lebah tersebut.

“Ada peningkatan kesadaran akan pentingnya penyerbuk bagi kualitas hidup kita,” kata ketua peneliti Rosemary Hill, dalam Sciencedaily, 11 Maret 2019. Namun isu pembicaraannya berkutat pada perlindungan “lebah” dan perluasan area konservasi.

Ia menemukan cara terbaik untuk melindungi hewan penyerbuk adalah dengan mendukung orang-orang yang kehidupan budaya, spiritual, dan ekonomi terkait dengan keberadaan serangga tersebut. Penyerbuk ini bukan hanya serangga lebah, tetapi juga udang kecil, burung, dan kelelawar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pekerja menunjukkan salah satu lebah ratu jenis Apis melifera di kawasan hutan Desa Gunungsari, Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (11/2/2019). Meski selama musim hujan produksi madu dari lebah tersebut turun drastis namun perawatan terus dilakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup binatang tersebut.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
11-02-2019

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO–Pekerja menunjukkan salah satu lebah ratu jenis Apis melifera di kawasan hutan Desa Gunungsari, Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (11/2/2019). Meski selama musim hujan produksi madu dari lebah tersebut turun drastis namun perawatan terus dilakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup binatang tersebut.

Hill, associate professor serta ahli geografi manusia di CSIRO dan Universitas James Cook di Cairns, Australia, bersama peneliti dari 15 negara meneliti konservasi pollinator di 60 negara pada setiap benua kecuali Antartika. Ia meneliti sisi antropologi/kultur masyarakat terhadap hewan penyerbuk tersebut. Hasil risetnya tersebut ada dalam jurnal Nature Sustainability berjudul Biocultural approaches to pollinator conservation pada 11 Maret 2019.

“Ketika orang menganut kepercayaan, budaya, dan agama tentang penyerbuk dan mungkin mengidentifikasinya mereka sebagai totem serta memiliki tabu dan praktik lain yang melindungi penyerbuk itu, maka mereka akan melindungi dan menjaga tidak hanya penyerbuk tetapi habitat mereka,” kata Hill.

Ia kemudian mencontohkan bahwa ketika komunitas masyarakat mengandalkan lebah sebagai sumber madu dan lilin, mereka tak hanya akan melindungi lebah. Perlindungan itu diperluas pada habitat dan sumber nektar lebah tersebut.

Hal ini membuat masyarakat mendapatkan ilmu pengetahuan tentang sisi biologi dan ekologi hewan penyerbuk itu. Pengetahuan ini berkontribusi pada jangka panjang pengelolaan berkelanjutan sumber daya setempat.

Melindungi habitat
Hill menyebutkan di beberapa bagian dunia terjadi konflik yang melibatkan pemerintah, konservasi, dan masyarakat adat/tradisional mengenai cara terbaik untuk melindungi habitat. Ia mencontohkan perselisihan di Myanmar dan Thailand bagian Utara. Di situ, para konservasionis kritis terhadap penggunaan lahan tradisional dan masyarakat adat takut kehilangan tanah tradisional mereka ke taman nasional.

Para peneliti telah merumuskan kebijakan yang akan mendukung apa yang mereka sebut konservasi biokultural. Mereka merekomendasikan sejumlah langkah bagi lembaga pemerintah dan pengelola sumber daya alam.

Rekomendasi tersebut diantaranya konservasi dan pembangunan membutuhkan persetujuan atas dasar informasi tanpa paksaan dari pemilik tradisional. Kedua, pengamanan tenurial adat. Ketiga, memperkuat wilayah adat dan kawasan yang dilestarikan masyarakat dan pemerintahan tradisional lainnya yang mendukung keberadaan penyerbuk. Keempat, menumbuhkan mata pencaharian berdasarkan peternakan lebah.

Oleh ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 13 Maret 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB