Galaksi Bimasakti kita ternyata dikelilingi sejumlah galaksi tua yang terbentuk di awal semesta. Galaksi yang terlihat samar itu diperkirakan berumur lebih dari 13 miliar tahun atau terbentuk sekitar 100 juta tahun sesudah dentuman besar alias big bang. Galaksi tua itu juga berisikan bintang-bintang pertama yang terbentuk dan menerangi alam semesta.
Bimasakti merupakan salah satu dari miliaran galaksi di semesta. Namun, tidak semua galaksi itu terbentuk bersamaan. Sebagian galaksi terbentuk pada saat semesta berusia dini, sedangkan sebagian yang lain terbentuk sesudahnya.
NASA/JPL–Konsep artis tentang galaksi Bimasakti dilihat dari atas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beberapa galaksi awal yang terbentuk pada usia semesta dini itu mengorbit atau mengelilingi Bimasakti. Itu berarti galaksi kecil itu menjadi satelit dari galaksi Bimasakti. Selain memutari Bimasakti, satelit galaksi itu ada juga yang mengitari galaksi tetangga Bimasakti, yaitu galaksi Andromeda.
”Sekitar 50-90 persen massa dari satelit galaksi itu terkumpul saat alam semesta berumur kurang dari 1 miliar tahun,” kata penulis utama riset Sownak Bose dari Pusat untuk Astrofisika (CfA) Harvard-Smithsonian, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat, seperti dikutip BBC, Kamis (16/8/2018).
Kelompok galaksi
Keberadaan galaksi pertama semesta di dekat Bimasakti dan Andromeda itu diketahui dari analisis fungsi luminositas atau jumlah energi total yang dipancarkan setiap detik oleh satelit-satelit galaksi tersebut. Saat fungsi luminositas itu diplot ke dalam grafik, peneliti memisahkan galaksi-galaksi tersebut dalam dua populasi berbeda.
NASA/JPL-CALTECH–Citra galaksi Andromeda atau M31 diperoleh dari penggabungan sejumlah segmen foto. Andromeda adalah tetangga paling dekat dari galaksi Bimasakti yang berjarak sekitar 2,5 juta tahun cahaya. Diameter galaksi ini terentang sejauh 260.000 tahun cahaya.
Kelompok pertama adalah galaksi yang terbentuk di era kegelapan kosmik (cosmic dark ages), yaitu periode pendinginan alam semesta yang terjadi pada 380.000 tahun setelah dentuman besar (big bang) hingga 100 juta tahun kemudian.
Era kegelapan kosmik adalah masa pembentukan atom-atom pertama di alam semesta, yaitu atom hidrogen yang merupakan elemen paling sederhana dalam tabel periodik unsur kimia. Saat hidrogen itu berkumpul membentuk awan hidrogen, suhunya akan mulai menurun. Awan hidrogen itu berkumpul bersama materi misterius yang hingga kini disebut sebagai materi gelap (dark matter).
Sesuai namanya, materi gelap tidak memancarkan cahaya, tetapi dia menyusun 85 persen dari semua materi yang ada di alam semesta. Meski wujud materi gelap belum diketahui pasti, keberadaannya bisa dirasakan.
Sementara kelompok kedua berisi galaksi yang sedikit lebih terang yang terbentuk beberapa ratus juta tahun setelah galaksi kelompok pertama terbentuk.
Kedua kelompok galaksi itu berbeda luminositasnya atau tingkat kecerlangan cahayanya. Kelompok galaksi pertama yang terbentuk lebih awal memancarkan sinar ultraviolet secara intens meski saat itu masih dalam era kegelapan kosmik.
Intensitas tinggi sinar ultraviolet itu menghancurkan atom hidrogen yang tersisa dengan cara mengionisasi atau melumpuhkan elektronnya. Kondisi tersebut membuat awan gas sulit mendingin dan membentuk bintang baru.
Situasi itu membuat pembentukan galaksi terhenti. Akibatnya, tidak ada galaksi baru yang terbentuk hingga beberapa miliar tahun berikutnya.
Setelah itu, perkembangan alam semesta memasuki fase reionisasi. Situasi itu berakhir ketika gumpalan materi gelap dan gas menjadi sangat masif. Akibatnya, gas yang sudah terionisasi itu akan menjadi dingin. Kondisi ini membuat pembentukan galaksi terjadi kembali dan menghasilkan galaksi-galaksi baru yang sangat terang, termasuk galaksi Bimasakti.
Dalam model evolusi galaksi, antara galaksi redup yang terbentuk di awal semesta dan galaksi terang yang terbentuk kemudian seharusnya memiliki beda yang jelas.
Galaksi primitif atau yang terbentuk di awal semesta seharusnya memiliki sifat-sifat unik,” kata Carlos S Frenk dari Institut Komputasi Kosmologi di Universitas Durham Inggris yang termasuk salah satu anggota penelitian.
Menurut Bose, galaksi yang terbentuk di era pre-reionisasi seharusnya lebih kompak dibandingkan galaksi yang terbentuk sesudahnya. Prediksi itu bisa dipahami karena ketika itu alam semesta masih sangat padat dan lebih kecil dibandingkan sekarang yang membesar sebagai buah dari pengembangan alam semesta.
Selain itu, galaksi awal semesta seharusnya lebih kaya kandungan hidrogen dan heliumnya. Kedua elemen paling dasar dihasilkan dari proses dentuman besar (big bang). Sementara elemen yang lebih berat dihasilkan melalui reaksi fusi yang terjadi di dalam bintang. Saat bintang mengakhiri hidupnya dengan meledak menjadi supernova, elemen yang lebih berat itu akan menyebar ke lingkungan sekitar.
Meski demikian, kelimpahan berbagai elemen itu di semesta berubah seiring waktu. Dengan demikian, elemen itu didistribusikan ke galaksi awal semesta secara berbeda dengan galaksi yang terbentuk berikutnya.
Jumlah galaksi redup itu kemungkinan jauh lebih banyak dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya. Bahkan, jumlahnya diyakini lebih banyak dibandingkan galaksi terang, seperti Bimasakti. Inilah yang membuat penemuan galaksi pertama di alam semesta menantang untuk terus dilakukan, tidak hanya galaksi redup yang ada di sekitar Bimasakti dan Andromeda.
”Penemuan galaksi pertama di alam semesta yang mengorbit Bimasakti itu setara dengan penemuan jejak manusia pertama di Bumi. Ini sangat menarik,” ungkap Frenk.–M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 22 Agustus 2018