Bakteri Sudah Kebal Antibiotik

- Editor

Jumat, 13 November 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Resistensi Obat di Rumah Sakit Perlu Dikendalikan
Sejumlah bakteri penyebab penyakit telah kebal terhadap antibiotik. Hal itu mengakibatkan pengobatan jadi lebih lama, angka kesakitan dan kematian meningkat, dan biaya yang harus dibayar pasien lebih besar. Untuk itu, perlu upaya serius menangani masalah tersebut.

Sekretaris Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Anis Karuniawati mengatakan, beberapa bakteri gram negatif yang resisten antara lain Acinetobacter baumannii, Klebsiella pneumoniae, dan Pseudomonas aeruginosa. Adapun bakteri gram positif kebal antibiotik di antaranya Staphylococcus aureus yang kebal metisilin (MRSA).

“Acinetobacter dan Klebsiella sudah kebal antibiotik lini 3. Bakteri yang kebal itu bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti pneumonia, infeksi saluran cerna, infeksi kemih, luka, dan sepsis. Sakitnya lama dan pengobatannya jadi sulit. Bakteri MRSA resisten antibiotik golongan beta laktam, seperti karbapenem,” kata Anis, pada temu media di Jakarta, Kamis (12/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pengobatan penyakit yang disebabkan bakteri yang kebal antibiotik butuh waktu lebih lama dan biaya lebih besar. Contohnya, bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab tuberkulosis (TB) yang telah resisten obat (Multidrug Resistant Tuberculosis/ MDR-TB). Pengobatan MDR-TB butuh waktu hingga dua tahun, padahal pengobatan TB biasa butuh 6 bulan. Biaya pengobatan MDR-TB juga lebih mahal dibandingkan TB biasa.

mekanisme-resistensi-bakteri-terhadp-ant-biotkSayangnya, lanjut Anis, hingga kini belum ada data nasional resistensi antibiotik yang bisa menunjukkan beban masalah itu dengan jelas di Indonesia. Data yang ada selama ini hanya data resistensi antibiotik di sejumlah rumah sakit di Indonesia.

Penggunaan berlebihan
Penanggung Jawab Resistensi Antimikroba Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia, Dewi Indriani, mengatakan, bakteri yang kebal antibiotik bisa terjadi karena penggunaan antibiotik berlebihan, tak tepat, penggunaan antibiotik berlebihan untuk peternakan, perikanan, dan pertanian. Penyebab lain adalah pengendalian infeksi yang lemah.

Dewi menekankan, jika tak segera diatasi banyak pihak terkait, resistensi antibiotik bisa membawa kembali dunia pada era sebelum ada antibiotik. Era saat infeksi kecil tak bisa diobati antibiotik dan mengancam jiwa.

Pendiri Yayasan Orangtua Peduli Purnamawati Sujud mengatakan, masyarakat perlu tahu bahwa tak semua penyakit butuh antibiotik. Penggunaan antibiotik yang bijak mencegah bakteri kebal sehingga keampuhan antibiotik berlangsung lama.

Sejumlah penyakit, seperti batuk, pilek, muntah, dan diare tanpa darah, sebenarnya tak memerlukan antibiotik. Oleh karena, sejumlah gejala penyakit itu umumnya disebabkan virus, bukan bakteri.

Saat ini, menurut Anis, KPRA telah menyusun pedoman pengendalian resistensi antibiotik di rumah sakit. Harapannya, dalam lima tahun ke depan, setidaknya 14 rumah sakit rujukan nasional dan sebagian rujukan provinsi telah bisa menerapkan pedoman ini.

Selain itu, empat perguruan tinggi juga sudah siap menghasilkan dokter spesialis mikrobiologi klinik. Beberapa perguruan tinggi itu adalah Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (Jawa Barat), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), dan Universitas Airlangga (Surabaya).

Sementara dua fakultas kedokteran, yakni FK Universitas Brawijaya (Malang) dan Universitas Udayana (Bali), dalam waktu dekat bersiap menghasilkan dokter spesialis mikrobiologi klinik. Adapun FK Universitas Hasanuddin (Makassar) juga disiapkan agar tahun depan mulai menghasilkan dokter spesialis mikrobiologi klinik.

Nantinya, dokter spesialis mikrobiologi klinik yang dihasilkan perguruan tinggi diharapkan tersebar merata ke rumah sakit. Dengan demikian, pengendalian infeksi dan resistensi antibiotik di rumah sakit bisa dijalankan dengan baik.

Terkait penggunaan antibiotik untuk pertanian, peternakan, dan perikanan, KPRA berkoordinasi dengan kementerian terkait. “Kami juga sedang meneliti penggunaan antibiotik untuk peternakan di Klaten, Sukoharjo, dan Karanganyar, bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil,” ucap Anis. (ADH)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 November 2015, di halaman 13 dengan judul “Bakteri Sudah Kebal Antibiotik”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 39 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB