Petakan Resistensi Antibiotik

- Editor

Rabu, 2 September 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perlu Tes Sensitivitas Obat
Pemetaan pola resistensi antibiotik di rumah sakit penting dilakukan secara berkala dan berkesinambungan menyusul kian banyak bakteri yang resisten antibiotik. Dengan demikian, pemberian antibiotik di rumah sakit diharapkan mempertimbangkan hasil tes resistensi terhadap antibiotik.

Hal itu merupakan salah satu rekomendasi yang disampaikan Guru Besar Tetap Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Maksum Radji pada orasi ilmiah berjudul “Resistensi Antibiotik dan Dampaknya terhadap Pelayanan Kesehatan”, Selasa (1/9), dalam rangka Dies Natalis Fakultas Farmasi UI di Kampus UI, Depok, Jawa Barat.

Maksum mengatakan, resistensi antibiotik telah menjadi ancaman serius secara global, termasuk di Indonesia. Dalam 75 tahun sejak penggunaan antibiotik secara massal, kini dunia menghadapi situasi ketika kemungkinan tak ada lagi antibiotik yang efektif mengatasi sejumlah tipe bakteri patogen resisten.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bakteri jadi kebal terhadap antibiotik jauh lebih cepat dibandingkan upaya penemuan dan pengembangan antibiotik baru. “Ancaman pandemi bakteri yang resisten terhadap antibiotik nyata dan berkala besar,” ujarnya.

Resistensi antibiotik berdampak pada tingginya biaya kesehatan dan masalah kesehatan serius. Kematian tertinggi akibat infeksi bakteri resisten terjadi di kawasan Asia (4,7 juta orang), Afrika (4,1 juta), Eropa (390.000), dan Amerika (317.000).

Karena penyebaran bakteri resisten bisa terjadi melalui infeksi nosokomial di rumah sakit (RS), perlu ada pemetaan pola resistensi antibiotik di RS. Pemetaan pola resistensi bisa dilakukan jika RS memiliki laboratorium mikrobiologi klinik yang memadai.

Multiresisten
Di Indonesia, prevalensi bakteri yang kebal terhadap antibiotik termasuk tinggi, bahkan cenderung multiresisten. Berbagai riset di sejumlah RS di Indonesia menunjukkan, bakteri Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, dan Acinetobacter baumannii kebal, bahkan multiresisten.

Padahal, resistensi antibiotik menyebabkan angka kesakitan meningkat, masa rawat inap lebih lama, komplikasi penyakit, biaya pengobatan lebih mahal, dan risiko kematian. “Konsekuensi yang kerap dihadapi pasien adalah harus memakai antibiotik generasi lebih tinggi dengan biaya lebih mahal,” kata Maksum.

Resistensi antibiotik umumnya disebabkan antara lain penggunaan antibiotik tak rasional, belum semua fasilitas kesehatan menyediakan tes sensitivitas anti mikroba, penggunaan antibiotik secara swamedikasi, atau pengobatan sendiri. Faktor lain, program nasional pengendalian resistensi antibiotik belum efektif dan sulit menemukan antibiotik baru. “Patut diwaspadai penggunaan antibiotik pada ternak,” ucapnya.

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan, Kemenkes punya pedoman dari hulu sampai hilir terkait penggunaan antibiotik secara rasional.

Di hulu, Kemenkes bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk memasukkan materi penggunaan antibiotik rasional dalam kurikulum. Di hilir, Kemenkes membina apoteker dan tenaga kesehatan di puskesmas agar dapat memberi antibiotik secara rasional.

Hasil riset Program Pengendalian Resistensi Anti Mikroba pada 2013 di enam RS di Indonesia menunjukkan, angka infeksi akibat bakteri kebal antibiotik 50 persen. Menurut Ketua Komite Pengendalian Resistensi Anti Mikroba Hari Paraton, sejumlah kematian akibat sakit jantung, stroke, gagal ginjal, infeksi tulang, dan kanker diduga berawal dari infeksi mikroba resisten (Kompas, 6/8).(ADH)
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 September 2015, di halaman 13 dengan judul “Petakan Resistensi Antibiotik”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB