Ayam Lokal Indonesia Terancam Punah

- Editor

Sabtu, 11 Mei 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam dunia. Sayangnya, ayam lokal dari Indonesia terancam punah, bahkan ada yang sudah mulai punah.

Ketua Umum Himpunan Unggas Lokal Indonesia dan Duta Ayam Lokal Indonesia, Ade Meirizal Zulkarnain, mengatakan, berdasarkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) serta Lembaga Penelitian Peternakan Internasional (International Livestock Research Institute/ILRI), Indonesia merupakan salah satu dari tiga pusat domestikasi ayam dunia bersama China dan Lembah Hindus.

”Artinya, ayam-ayam yang ada di dunia ini asalnya dari ketiga tempat tersebut,” kata Ade saat dihubungi di Jakarta, Jumat (10/5/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

DOKUMENTASI PRIBADI–Presiden Joko Widodo berkunjung ke peternakan Duta Ayam Lokal Indonesia, Ade Meirizal Zulkarnain. Beberapa ayam lokal Indonesia terancam punah, bahkan ada yang sudah punah.

Di dunia ada empat spesies ayam yang dikenal sebagai ayam hutan, yakni unggas hutan merah, unggas hutan hijau, unggas hutan abu-abu, dan gallus lafayetty.

Dari keempat spesies ayam hutan tersebut, ada dua yang berasal dari Indonesia, yakni unggas hutan merah dan hijau. Dari ayam-ayam hutan tersebut berkembang menjadi subspesies yang ada di dunia seperti sekarang.

Adapun ayam asli Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah berkembang menjadi 28 strain atau garis keturunan. Dari 28 strain ayam Indonesia, sekitar 80 persen kondisinya hampir punah, bahkan ada beberapa yang sudah punah.

Ayam yang sudah punah antara lain Ciparage di Jawa Barat, Olagan (Bali), serta Delona dan Serayu (Jawa Tengah). Adapun ayam yang hampir punah ialah Tukong (Kalimantan Barat), Jantur dan Sentul Geni (Jawa Barat), Gaga/Ketawa (Sulawesi Selatan), Ayunai (Papua), Kedu (Jawa Tengah), serta Kokok Balenggek (Sumatera Barat).

ARSIP PRIBADI–Ayam Sentul Putih, plasma nutfah ayam dari Jawa Barat.

Kepunahan tersebut disebabkan oleh marjinalisasi akibat masuknya industri ayam ras dan kurangnya kepedulian negara dalam melakukan konservasi serta pengembangannya. Selain itu, pemerintah juga membiarkan perlakuan persilangan liar atau tidak terarah yang memanfaatkan ayam lokal.

Sejak tahun lalu, ada semacam legitimasi terhadap terkikisnya sumber daya genetik ayam Indonesia. Persilangan ternak pada ayam lokal yang tidak terarah dan tidak sesuai dengan regulasi tersebut turut berkontribusi pada kepunahan spesies.

Mencemari genetik
Ade menyebutkan, tahun lalu pemerintah memiliki program Kementan Bekerja, yang intinya membagikan ayam kepada rumah tangga miskin. Dana yang dikeluarkan untuk program tersebut sekitar Rp 600 miliar. Sayangnya, 70 persen dari dana tersebut digunakan untuk persilangan ayam yang mencemari sumber daya genetik ayam asli Indonesia.

Ade menduga, tahun ini dapat semakin parah ancaman pencemaran dan arah kepunahan ayam Indonesia sebab pemerintah menyediakan dana sekitar Rp 1,1 triliun untuk melanjutkan program Kementan Bekerja, yang membagikan 20 juta ayam kepada masyarakat. Ayam yang dibagikan sekitar 70 persen berasal dari persilangan yang tidak terarah. Sejak tahun lalu, sekitar Rp 2 triliun anggaran bagi-bagi ayam justru mengancam populasi sumber daya genetik ayam asli Indonesia.

ARSIP PRIBADI–Ketua Umum Himpunan Unggas Lokal Indonesia dan Duta Ayam Lokal Indonesia Ade Meirizal Zulkarnain

Dampaknya, Indonesia sebagai salah satu pusat domestikasi ayam dunia akan tinggal sejarah karena terjadi pencemaran sumber daya genetik secara massal. Padahal, kalau dana sebesar itu digunakan untuk konservasi, pemurnian, dan pengembangannya, maka populasi subspesies atau strain ayam Indonesia bisa semakin banyak.

Strain-strain ayam Indonesia bisa dimanfaatkan untuk ayam konsumsi/komersial sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada impor sumber bibit ayam komersil. ”Lebih dari 50 tahun, sumber bibit (grand parent stock) ayam komersial 100 persen impor,” ujar Ade.

Sebagai contoh, produksi ayam komersial pedaging (broiler) dan petelur (layer) yang jumlahnya sekitar 3,6 miliar ekor per tahun merupakan impor. Ia menyebutkan, ayam asli Indonesia terdiri dari pedaging, petelur, dan untuk hobi.

Ayam pedaging asli Indonesia adalah Sentul, Kedu, Kampung, dan Tolaki, sedangkan ayam petelur asli Indonesia ialah Kedu. Adapun ayam untuk hobi ialah Pelung, Gaga, Kokok Balenggek, Cemani, Olagan, dan Black Sumatera. Sementara jenis ayam pendatang adalah Merawang, Nunukan, Arab (Braekel/Fayoumi), Wareng, dan Ulu.

Pada 1883, ada dua ayam Indonesia yang mendapat pengakuan internasional dan Sertifikat Standard of Perfection dari American Poultry Association, yaitu Java Chicken (Kedu) dan Black Sumatera.

James Ward dalam Encyclopedia of Breed menyebutkan, industrialisasi perunggasan modern pada awal abad ke-20 terjadi karena ada kontribusi dari ayam Jawa. Artinya, ayam Kedu diakui sebagai sumber bibit yang terbaik.

Ade menegaskan, pembiaran terhadap kepunahan ayam lokal Indonesia akibat persilangan telah melanggar Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 41 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2011, dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 117 tahun 2014.

”Selain pencemaran dan merusak plasma nutfah, program Kementan Bekerja juga telah melanggar peraturan perundangan yang ada,” ujar Ade.

Oleh PRAYOGI DWI SULISTYO

Sumber: Kompas, 10 Mei 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB