Antibodi dalam darah pasien yang pulih dari Covid-19, terbukti memberi perlindungan dari virus korona penyebab penyakit ini. Temuan telah diuji pada hewan dan kultur sel manusia dan disiapkan untuk uji klinis.
Di tengah meluasnya infeksi Covid-19 secara global, para peneliti menemukan sejumlah kemajuan signifikan. Antibodi dalam darah pasien yang pulih dari penyakit Covid-19 terbukti memberi perlindungan dari virus korona baru penyebab penyakit ini. Temuan telah diuji pada hewan dan kultur sel manusia dan disiapkan untuk uji klinis.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Science pada Senin (15/6/2020) ini memberikan harapan untuk menghadapi pandemi virus korona baru yang mematikan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya, tim peneliti dari Universitas Oxford, Inggris, juga mengumumkan efektivitas dari deksametason untuk mengurangi risiko kematian pada pasien Covid-19 yang dalam kondisi parah, tetapi kajian mereka belum dipublikasikan di jurnal ilmiah.
Kajian tentang manfaat antibodi pasien pulih untuk melawan Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru ini dipimpin Scripps Research IAVI, organisasi riset nirlaba yang didedikasikan untuk mengatasi tantangan kesehatan global dan Fakultas Kedokteran Universitas California San Diego. Sebanyak 30 peneliti terlibat dalam kajian ini.
”Ini merupakan upaya kolaborasi dan kami sekarang fokus pada pembuatan sejumlah besar antibodi untuk uji klinis,” kata salah satu penulis Thomas Rogers, asisten profesor di Departemen Imunologi dan Mikrobiologi di Scripps Research dan asisten profesor Kedokteran di UC San Diego dalam siaran pers.
Hasil kajian menyebutkan, antibodi dari pasien pulih ini berpotensi mengurangi tingkat virus dan melindungi pasien Covid-19 menjadi semakin parah. Antibodi juga dapat digunakan untuk memberikan perlindungan sementara, seperti vaksin terhadap infeksi SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, bagi petugas kesehatan, orang usia lanjut dan orang lain yang merespons buruk terhadap vaksin tradisional atau yang diduga telah tertular.
Dalam kajian ini, Rogers dan koleganya di UC San Diego mengambil sampel darah dari pasien yang pulih dari Covid-19 ringan hingga parah. Secara paralel, para ilmuwan di Scripps Research mengembangkan sel uji yang mengekspresikan ACE2, reseptor yang digunakan SARS-CoV-2 untuk masuk ke sel manusia. Dalam serangkaian percobaan awal, tim menguji apakah darah yang mengandung antibodi dari pasien dapat mengikat virus dan mengebloknya dari menginfeksi sel-sel tes.
Para ilmuwan mampu mengisolasi lebih dari 1.000 sel kekebalan penghasil antibodi yang berbeda, yang disebut sel B, yang masing-masing menghasilkan antibodi anti-SARS-CoV-2 yang berbeda. Tim memperoleh urutan gen antibodi dari sel B ini sehingga mereka dapat menghasilkan antibodi di laboratorium.
Dengan menapis antibodi ini secara individual, tim peneliti mengidentifikasi beberapa sel yang meskipun dalam jumlah kecil, dapat memblokir virus. Bahkan, ditemukan satu sel yang juga dapat melindungi hamster terhadap paparan virus yang berat.
Serangkaian eksperimen ini, termasuk pengembangan model infeksi sel dan hewan, dan penelitian untuk menemukan antibodi ini, diselesaikan dalam waktu sekitar tujuh minggu.
”Kami memanfaatkan keahlian puluhan tahun lembaga kami dalam isolasi antibodi dan dengan cepat mengalihkan fokus kami ke SARS-CoV-2 untuk mengidentifikasi antibodi yang sangat kuat ini,” kata Elise Landais, ilmuwan utama IAVI, yang terlibat dalam kajian.
Para peneliti ini berharap, jika uji keamanan lebih lanjut pada hewan dan uji klinis pada manusia berjalan dengan baik, antibodi ini dapat digunakan dalam pengaturan klinis pada awal Januari 2021.
”Kami bermaksud mendedikasikan riset ini untuk mereka yang paling membutuhkan, termasuk orang-orang di negara berpenghasilan rendah dan menengah,” kata Landais.
Dalam upaya mereka mengisolasi antibodi anti-SARS-CoV-2 dari pasien Covid-19, para peneliti juga menemukan satu sel yang dapat menetralkan SARS-CoV, virus korona yang memicu wabah sindrom pernapasan akut yang parah atau SARS.
”Penemuan itu memberi harapan bahwa pada akhirnya kami akan menemukan antibodi penawar secara luas yang memberikan setidaknya perlindungan parsial terhadap semua atau sebagian besar virus korona SARS, yang seharusnya bermanfaat jika ada yang lain melompat ke manusia,” kata Dennis Burton, penulis utama kajian ini.
Penggunaan antibodi sebagai pengobatan yang menghambat penyakit parah dan untuk pencegahan seperti vaksin yang beredar dalam darah selama beberapa minggu, telah dipakai untuk memberi perlindungan dari infeksi penyakit lain. Pendekatan ini telah digunakan untuk melawan virus ebola dan virus yang menyebabkan pneumonia atau radang paru, yang dikenal sebagai RSV.
Oleh AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 19 Juni 2020