Penguasaan Iptek Belum Prioritas
Pemerintah terus memangkas anggaran bagi lembaga riset, di antaranya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Badan Tenaga Nuklir Nasional. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi belum jadi prioritas, padahal itu modal dasar pembangunan.
Tanpa pemangkasan pun, anggaran lembaga riset selama ini kecil sehingga dana penelitian minim. Belanja riset dan pengembangan nasional hanya 0,09 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia atau sekitar Rp 10 triliun setahun.
Pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dua pertiga anggarannya untuk belanja pegawai atau gaji dan operasional sehingga tersisa sepertiga anggaran untuk riset. Di beberapa satuan kerja, gaji dan operasional 80 persen anggaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu, besaran gaji dan operasional LIPI tak mungkin dikurangi sehingga anggaran non-operasional, termasuk riset, pun dikorbankan. “Artinya, para peneliti digaji untuk tak bekerja. Bagaimana pengembangan dan penguasaan iptek akan terwujud dengan kondisi ini,” ucap Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain, Senin (13/6), di Jakarta.
Iskandar mengatakan, pagu (batas maksimal anggaran) indikatif LIPI untuk 2017 Rp 1,166 triliun. Itu turun sekitar Rp 16 miliar ketimbang anggaran LIPI 2016 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), yakni Rp 1,182 triliun. Angka Rp 1,182 triliun termasuk pinjaman luar negeri Rp 117,13 miliar. Sebelumnya, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) LIPI 2015 Rp 1,307 triliun, lebih tinggi Rp 125 miliar daripada tahun ini.
Dana riset yang pada 2016 Rp 356,2 miliar, pada 2017 turun jadi Rp 343,8 miliar. LIPI tak pernah menerima penjelasan alasan pemotongan. Menurut Iskandar, dana riset idealnya lebih besar ketimbang anggaran belanja pegawai dan operasional.
Lembaganya kini mencoba menggali sumber non-APBN, seperti dari Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta kerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Adapun kerja sama dengan industri masih sulit diharapkan.
Enny Sudarmonowati, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, mencontohkan dampak pemangkasan anggaran LIPI tahun depan, yakni dana eksplorasi keanekaragaman hayati di pulau- pulau terluar turun sehingga ketimpangan data sulit dikejar. Dana riset potensi sumber daya hayati pun dipotong, padahal itu berkontribusi menemukan sumber baru kesejahteraan.
Batan
Menurut Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot S Wisnubroto, pemangkasan anggaran Batan sudah terjadi berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2016. Awalnya, Batan dijatah Rp 814 miliar, lalu dikurangi jadi Rp 760 miliar untuk penghematan anggaran.
“Kami memotong 23,3 persen anggaran non-operasional, termasuk untuk riset,” kata Djarot. Sebab, Batan tak mungkin mengurangi anggaran gaji dan operasional 57,21 persen dari total anggaran yang sudah minim.
Padahal, Batan bertugas mengawal pembangunan Agro Techno Park (ATP) dan kawasan iptek di Kabupaten Musi Rawas (Sumatera Selatan), Kabupaten Polewali Mandar (Sulawesi Barat), dan Kabupaten Klaten (Jawa Tengah). Anggaran pun jadi Rp 15 miliar dari yang awalnya Rp 35 miliar untuk pembangunan ATP dan STP. Jika pemangkasan terus terjadi, program yang dimandatkan pemerintah pusat itu bisa gagal.
Selain itu, Batan mengembangkan sejumlah radiofarmaka dan senyawa bertanda dengan fungsi diagnosis dan terapi berbagai penyakit, penyediaannya bekerja sama dengan PT Kimia Farma. Jika dana berkurang, Batan tak punya biaya evaluasi cara pembuatan obat yang baik (CPOB) oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan sehingga pasokan terancam dihentikan.
Untuk 2017, pagu indikatif Batan Rp 806,9 miliar, lebih rendah daripada pagu definitif 2016, tetapi lebih tinggi ketimbang anggaran setelah penghematan. Padahal, sebelumnya Presiden Joko Widodo menyatakan dana riset ditingkatkan dalam 5 tahun ke depan (Kompas, 17/9/2014).(JOG)
———
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juni 2016, di halaman 13 dengan judul “Anggaran Lembaga Riset Terus Dipangkas”.