Awal yang tampaknya menyenangkan bisa berubah menjadi sesuatu yang serius dan berbahaya.
Bayangkan memiliki rumah yang bisa mendeteksi keberadaan penghuninya, menghidupkan atau mematikan lampu sendiri, memanaskan atau mendinginkan suhu ruangan secara otomatis, dilengkapi kamera yang bisa mengawasi siapa pun yang datang dan pergi.
Semua perangkat, seperti bel pintu, lampu, kulkas, dan televisi, terhubung ke internet. Bayangkan memiliki mobil yang bisa mengemudi sendiri, pemiliknya tinggal duduk santai. Kendaraan ini terus menerima data melalui internet mengenai kondisi jalan, cuaca, dan arus lalu lintas sehingga bisa menghindari kemacetan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, semua kemudahan itu juga membawa ancaman keamanan. Seperti data Cisco, lebih dari 50 miliar perangkat akan saling berkomunikasi secara global pada 2020. Hal itu tentu akan meningkatkan risiko keamanan.
Dalam konferensi jarak jauh dengan peserta seminar di CeBit 2015, Hannover, Jerman, 18 Maret lalu, Edward Snowden kembali mengingatkan, semua orang berada dalam ancaman peretasan dan penyadapan. Dalam kondisi itu, apakah Anda yakin kamera CCTV di rumah Anda tidak sedang diintip orang?
Televisi cerdas, kulkas, hingga semua barang yang terkoneksi ke internet, yang awalnya tidak berbahaya, akan menjadi sasaran serangan para peretas. Apakah yakin Anda tidak sedang dimata-matai para peretas yang memanfaatkan semua perangkat yang terhubung ke internet?
Isu lain adalah siapa yang boleh mengakses dan mengumpulkan seluruh data yang dikumpulkan dari berbagai perangkat tersebut? Semakin banyak data, bisa juga artinya kian banyak masalah.
Data yang dikoleksi, dimonitor, dan ditransfer perangkat digital yang terhubung ke internet itu bisa saja mulai nama, foto, alamat, nomor telepon, e-mail, hingga nomor kartu kredit. Bel pintu dan perangkat cerdas di rumah bisa menyediakan petunjuk bagi para pencuri canggih untuk mengetahui apakah rumah tersebut tengah kosong.
Bahkan, seperti dikutip CNET, salah satu produk televisi cerdas memperingatkan bahwa produk televisi cerdasnya bisa menguping pembicaraan pemiliknya di rumah jika fitur perintah suara diaktifkan.
Snowden, mantan kontraktor dinas intelijen NSA Amerika Serikat ini, menjelaskan serangan tersebut diarahkan ke sistem informasi dan transmisi komunikasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Pratama Persadha, ketua lembaga riset CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), yang hadir di CeBit 2015, mengatakan, masyarakat tidak boleh menganggap enteng peringatan Snowden, terutama pada era ketika semua perangkat kian terkait ke jaringan.
“Cybercrime dan aksi intersepsi terus meningkat setiap tahun. Eropa yang notabene kesadaran IT security-nya sudah terbangun saja masih bisa kecolongan. Indonesia harus bersiap diri mulai sekarang,” katanya.
Serangan siber ini tidak hanya menyasar korporasi besar, tetapi juga individu. Oleh karena itu, pengamanan data dan transmisi komunikasi menjadi sebuah kepastian.
“Kata kuncinya adalah teknologi enkripsi untuk mengamankan sistem, data, dan transmisi komunikasi. Ini yang harus diperkuat oleh sektor swasta ataupun pemerintah sebagai upaya pencegahan,” paparnya.
Berbagai perusahaan pun mengembangkan perangkat untuk mengantisipasi berbagai serangan di dunia maya meski sejauh ini masih pada berbagai perangkat komunikasi, seperti tablet dan telepon pintar.
Blackberry, IBM, dan Samsung, misalnya, bekerja sama menelurkan perangkat tablet anti mata-mata. Perangkat itu dinamai SecuTablet. Beberapa perusahaan lain, seperti ICK dari Indonesia, mengembangkan aplikasi anti sadap untuk komunikasi suara dan pesan di telepon. Bagaimana jika kulkas, televisi, atau kamera di rumah yang diretas? (Prasetyo Eko P) oleh: ray
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Maret 2015, di halaman 38 dengan judul “Teknologi Internet Ancaman di Balik Konektivitas Benda-benda”.