Aliran Massa Air Pasifik ke Samudra Hindia Ditemukan

- Editor

Senin, 13 Maret 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Aliran massa air dari Samudra Pasifik yang lebih hangat dengan kadar salinitas rendah diidentifikasi telah mengalir hingga Samudra Hindia. Fenomena itu diduga menyebabkan kerap muncul daerah bertekanan rendah yang memicu tumbuhnya awan hujan di sekitar Lampung dan Banten.

Aliran massa air yang disebut “arlindo” itu menerobos masuk dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia melalui Selat Makassar, lalu ke Selat Lombok, Ombai, dan Laut Timor. Aliran massa air itu kemudian mengalir ke barat di perairan selatan Jawa menuju Samudra Hindia.

Temuan tim ekspedisi Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis (Indonesia Prima) itu dipaparkan peneliti cuaca dan iklim ekstrem Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Siswanto, di Jakarta, Minggu (12/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ekspedisi mengarungi Samudra Hindia dengan kapal riset Baruna Jaya VIII itu ialah kerja sama BMKG, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, serta Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional Amerika Serikat (NOAA).

Sebelumnya, tim ekspedisi itu diberangkatkan dari Jakarta, Senin (20/2), dan tiba di Sabang, Rabu lalu. Siswanto menjadi Kepala Peneliti BMKG pada Leg 1 Indonesia Prima dari Jakarta sampai Sabang. Berikutnya, pelayaran Leg 2 Indonesia Prima direncanakan lewat Selat Malaka, Selat Karimata, dan Laut Jawa, dan dipimpin Kepala Bidang Manajemen Meteorologi Maritim BMKG Sri Puji Rahayu.

Siswanto menjelaskan, arlindo ditemukan setelah diambil sampel air Laut Samudra Hindia di enam titik. Air dari Samudra Pasifik itu punya sifat salinitas atau kadar garam lebih rendah dan lebih hangat suhunya dibandingkan massa air sekitarnya di Samudra Hindia.

“Salinitas massa air arlindo konsisten terukur 34.6-34.8 PSU (satuan salinitas). Ini teramati sejak kapal meninggalkan Selat Sunda sampai stasiun pengamatan ke-4 ada di sekitar 10° Lintang Selatan 98° Bujur Timur kedalaman 100-150 meter,” ujarnya.

Kolam air laut
Stasiun pengamatan ke-4 itu ada di luar zona ekonomi eksklusif barat Selat Sunda. Di lokasi itu ditemukan kolam air laut hangat.

“Kaitan arlindo dengan kolam hangat perlu dikaji. Kolam ini menjawab kenapa di area itu kerap muncul daerah tekanan rendah berujung tumbuhnya awan, memicu hujan deras sekitar Lampung dan Banten,” ucapnya.

Temuan itu berhasil mengonfirmasi, saat La Nina dengan kategori lemah terjadi di Pasifik akhir tahun 2016 sampai Januari 2017, desakan massa air arlindo dari Pasifik ke Samudra Hindia lebih kuat dari biasanya.

Kuat lemahnya arlindo diduga dipengaruhi El Nino dan La Nina di Pasifik dan berpengaruh pada modulasi cuaca dan iklim di Indonesia. “Butuh riset lanjutan lebih panjang untuk mengetahui fenomena ini terkait perubahan iklim global atau tidak,” katanya.

Edi Kusmanto, peneliti kelautan dari LIPI, menyebut, tim ekspedisi mengonfirmasi sirkulasi laut di Samudra Hindia yang biasa dikonseptualkan dari model. Arus laut itu mengalir dari barat Sumatera selatan sampai perairan selatan Jawa.

Selain itu, ada arus bawah laut khatulistiwa kedalaman 50-70 meter di sekitar garis lintang 0 derajat. Arahnya berlawanan dengan arah umum arus laut bagian atasnya menuju ke barat. (AIK)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Maret 2017, di halaman 13 dengan judul “Aliran Massa Air Pasifik ke Samudra Hindia Ditemukan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB