Aurora

- Editor

Selasa, 14 Desember 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PADA tahun 1958, Aurora Merah Raksasa yang dapat dilihat hingga di Meksiko, memadamkan suplai listrik dan menggelapkan segenap bagian timur laut Kanada. Itulah salah satu kedahsyatan kembang api ciptaan Tuhan. Bagi penduduk yang tinggal di dekat kutub magnet bumi kita, aurora sudah bukan hal aneh. Secara berkala petir luar angkasa ini menyambar dan menghiasi langit bagai pelangi.Para ilmuwan sangat antusias meneliti kembang api dari mentari ini karena energi yang begitu besar berada di dalamnya. Bayangkan saja, energi yang dihempaskannya setiap tahun di belahan bumi utara cukup untuk memenuhi kebutuhan energi seluruh Amerika Serikat selama 8 tahun lebih! Bagi orang awam mungkin ngeri, tapi bagi ilmuwan, justru menggiurkan energi gratis dan langgeng serta berlimpah seperti itu.

Dari manakah energi sebanyak itu? Apa pula sebenarnya aurora?

Hasyrat menguak misteri aurora sebetulnya sudah tumbuh sejak ribuan tahun yang lalu, tepatnya 4 abad sebelum Masehi di jaman Aristoteles. Penelitian sistematik dan terinci baru mulai secara meluas di berbagai negara semenjak abad ke 18. Mikhail Lomonosov dari Rusia, John Canton dari Inggeris, dan Benjamin Franklin dari Amerika, semuanya melihat kesamaan antara aurora dan petir. Maka dari itu, mereka lalu membuat gagasan, bahwa aurora adalah lecutan listrik raksasa di atmosfer, mirip petir. Teori ini bertahan hingga awal abad ke 20.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tapi, kaitan aurora dan kegiatan matahari sudah mulai terkuak dengan penemuan seorang ilmuwan Perancis bernama Dortous de Mairan pada tahun 1733. Ia melaporkan, bahwa aurora makin sering terlihat di kala matahari menampilkan banyak bintik-bintik hitamnya. Dia juga menemukan, bahwa kejadian aurora mengumpul di sekitar bulan Maret-April dan September-Oktober. Tapi, bahwa aurora cenderung terjadi di area tertentu disekitar kutub magnet baru terkuak sekitar pertengahan abad ke 19 di Jerman.

Penelitian fisika modern terhadap aurora mulai di awal abad ke 20. Seorang ilmuwan Oslo, Kristian Birkeland, melakukan simulasi dengan memercikkan ion kepada sebuah bola magnet (ibaratnya bumi kita). Bola tadi diselaputi fosfor, sehingga jika terbentur radiasi akan berpendar. Ternyata, ketika diperciki ion, yang berpendar di sekitar kutub bola magnet tersebut. Ini yang disebut zona auroral pada bumi. Sayang sekali, hingga kini masih banyak misterinya aurora dibandingkan yang sudah diketahui. Aurora erat kaitannya dengan percikan api matahari dan merupakan salah satu akibat kegiatan mentari terhadap atmosfer bumi. Seperti kita ketahui, matahari sering melepaskan lecutan partikel bermuatan listrik yang dinamakan angin matahari. Bila gumpalan ini tersedot oleh daya tarik magnet bumi, yang paling kuat di kutub-kutub, maka terjadilah aurora akibat berbenturan partikel tadi dengan ion-ion di lapisan atas atmosfer (ionosfer). Aurora yang terjadi di sekitar kutub utara disebut aurora borealis, sedangkan yang di selatan adalah aurora australis.

Aurora lebih sering timbul pada waktu puncak siklus ak-tivitas matahari. Pada saat itu, pada wajah mentari tampak “jerawat” yang disebut bintik gelap matahari yang berkaitan dengan ledakan- ledakan yang timbul di permukaan matahari. Ini menambah lecutan partikel bermuatan listrik
yang secara rutin memang lepas dari mentari, maka ter-jadilah aurora yang hebat ketika mereka berduyun-duyun singgah di bumi. Pada waktu itu pula terjadi perubahan medan magnet bumi, atau badai magnetik. Akibatnya, aurora dapat pula berpindah ke arah ekuator. Jadilah kita yang di Indonesia sekali waktu dapat menyaksikan atraksi menarik di langit malam (di siang hari, sulit melihat cahaya tersebut). Gambaran aurora beraneka ragam baik warna maupun bentuknya. Tapi yang sering adalah warna hijau, bentuknya dapat melengkung, tak beraturan, atau seperti layar bioskop. Dulu ada orang mengira aurora itu hasil pembiasan seperti pelangi, atau pantulan cahaya mentari oleh salju. Kini, kita mengetahui bahwa ia merupakan lecutan energi yang luar biasa akibat benturan partikel bermuatan dari mentari dengan atom dan molekul yang ada di ionosfer bumi kita. Yah, mirip yang terjadi di dalam tabung lampu TL.

Aurora terjadi pada ketinggian 165 hingga 1300 km dan paling sering terjadi di dalam wilayah 750 km seputar kutub-kutub magnet bumi, jadi sedikit berbeda dari sumbu rotasi bumi. Daerah itu disebut zona auroral. Waktu partikel bermuatan dari angkasa luar itu mencapai atmosfer atas bumi, kecepatannya sudah ribuan km perdetiknya. Dari mana datangnya sumber energi sebesar ini, para ahli belum bisa menjelaskannya.

Energi aurora yang luar biasa itu ibarat energi atom, bila pandai memakainya, menguntungkan; sebaliknya, jika tidak pandai mengendalikannya, bisa kiamat. Bahayanya yang sudah kita alami antara lain yang disebut di atas, beberapa kota jadi gelap gulita. Selain itu, aurora juga mengganggu sistem komunikasi seperti radio dan televisi, serta mempengaruhi perubahan cuaca di bumi. Pernah satu satelit disentil hingga terpental dari orbitnya.

DENGAN meneliti hal-ikhwal aurora, para ilmuwan juga berharap dapat mengerti lebih banyak tentang reaksi fusi nuklir. Mengapa? Karena asal muasal aurora adalah reaksi fusi di matahari. Sedangkan reaksi fusi sendiri masih riskan dan sangat berbahaya dikerjakan di sini. Maklum, belum ada reaktor yang mampu mengendalikan reaksi sedahsyat itu. Seperti kita ketahui, reaktor nuklir yang ada dewasa ini hanya untuk reaksi fisi nuklir. Matahari kita adalah bola api yang terdiri dari ion-ion yang tidak stabil, disebut plasma. Ionosfer kita juga mengandung ion-ion namun dalam kadar jauh lebih kecil. Dan, konon 99,9 per-sen alam semesta ini terdiri dari plasma pula. Partikel plasma merupakan ion yang kekurangan elektron, senantiasa ingin mencari pasangan (bereaksi) dengan partikel lain. Jadi, mempelajari aurora juga memperdalam pengetahuan kita tentang sifat hakiki alam semesta ini.

Aurora kadang kala berubah-ubah dengan cepat, ada kalanya bergerak secara lamban dan anggun melintasi langit. Tiada seorang pun yang tahu mengapa aurora memiliki bentuk yang berubah-ubah itu. Tapi, para muwan yang terus menelitinya berharap suatu waktu misteri aurora akan segera terkuak. — wj

Sumber: Majalah AKU TAHU/ MEI 1988

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB