Permukaan Bulan ternyata tak semulus sosoknya jika dilihat dari Bumi. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan, permukaan bulan terusmengerut seperti buah anggur yang menjadi kismis. Pengerutan itu memicu terbentuknya ribuan jalur sesar aktif dan gempa bulan.
Kajian oleh sejumlah peneliti dari sejumlah perguruan tinggi dan Lembaga Antariksa Amerika Serikat (NASA) ini dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience pada 13 Mei 2019. Pengerutan permukaan Bulan itu menciptaka jurang-jurang dengan kedalaman lebih dari 50 meter. Tidak seperti kulit lentur pada anggur, kerak permukaan Bulan rapuh, sehingga retak-retak saat menyusut dan lempengannya kemudian saling mendorong.
KOMPAS/AGUNG SETYAHADI–Gerhana bulan total disaksikan dari wilayah Jakarta, Sabtu (28/7/2018). Gerhana Bulan total kedua pada 2018 ini disebut bulan mini merah gelap dan menjadi yang terlama di abad ke-21 dengan rentang fase totalitas gerhana 1 jam 43 menit.Kompas/Agung Setyahadi
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Analisis kami memberikan bukti pertama bahwa penyusutan masih terjadi dan menghasilkan gempa bulan. Beberapa gempa ini bisa cukup kuat, hingga sekitar 5 pada skala Richter,” kata Thomas Watters, ilmuwan senior di Pusat Studi Bumi dan Planet, Smithsonian’s National Air and Space Museum, dalam rilis NASA.
Analisis kami memberikan bukti pertama bahwa penyusutan masih terjadi dan menghasilkan gempa bulan. Beberapa gempa ini bisa cukup kuat.
Jalur sesar di Bulan menyerupai tebing kecil berbentuk tangga dengan kedalaman puluhan meter dan memanjang beberapa kilometer. Jalur sesar ini yang membuat astronot Eugene Cernan dan Harrison Schmitt harus terbang zig-zag selama misi Apollo 17 pada tahun 1972, sebelum berhasil mendarat di lembah Taurus-Littrow, di permukaan Bulan.
Penempatan seismometer
Watters merupakan penulis utama dari studi tentang proses pengerutan Bulan dan gempa bulan. Data tentang gempa diperoleh dari empat seismometer yang ditempatkan di Bulan oleh para astronot dalam serangkaian misi Apollo dengan menggunakan algoritma, atau program matematika, sehingga bisa mendeteksi seismik yang jarang.
–Jalur patahan aktif di Bulan. Credits: NASA/GSFC/Arizona State University/Smithsonian
Para astronot ini meletakkan instrumen di permukaan bulan selama misi Apollo 11, 12, 14, 15, dan 16. Seismometer Apollo 11 hanya beroperasi selama tiga minggu, tetapi empat sisanya mencatat 28 gempa bulan dangkal dari tahun 1969 hingga 1977. Gempa tersebut berkisar dari sekitar 2 hingga 5 pada skala Richter.
Tim menemukan bahwa 8 dari 28 gempa dangkal ini berada dalam jarak 30 kilometer dari jalur sesar yang terlihat dalam gambar bulan. Selain itu, 6 dari 8 gempa terjadi saat Bulan berada pada titik terjauh dari Bumi dalam orbitnya. Pada kondisi itu, tekanan gravitasi Bumi bertambah kuat sehingga menyebabkan tegangan di permukaan Bulan memuncak. Inilah yang diduga membuat pergerakan batuan di sepanjang patahan lebih aktif dan memicu gempa bulan.
“Kami pikir sangat mungkin bahwa delapan gempa ini dihasilkan patahan yang tergelincir ketika teganganbertambah karena kerak bulan dikompresi kekuatan kontraksi dan pasang-surut global. Seismometer Apollo mencatat Bulan yang menyusut dan masih aktif secara tektonik,” kata Watters.
Bukti lain dari aktifnya patahan di Bulan diperoleh dari gambar yang sangat rinci dari pesawat ruang angkasa Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) NASAbaru-baru ini. Pesawat itu telah mencitrakan lebih dari 3.500 kerutan patahan sejak misi pemotretan dimulai pada 2009.
Beberapa dari gambar tersebut menunjukkan tanah longsor atau batu-batu besar di bagian bawah lubang lereng yang berjatuhan. Jejak ini jadi bukti bahwa gempa baru-baru ini terjadi, yang membuktikan sesar di Bulan masih aktif.
“Sangat luar biasa untuk melihat bagaimana data hampir 50 tahun yang lalu digabungkan dengan misi LRO untuk memajukan pemahaman kita tentang Bulan,“kata Ilmuwan Proyek LRO John Keller dari Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA.
Meski saat ini para ilmuwan telah meyakini tentang aktifnya jalur sesar di Bulan, namun mereka tetap berancang-ancang untuk mengkaji lebih jauh dengan memasang jaringan seismometer di Bulan lebih banyak lagi.
“Membangun jaringan seismometer baru di permukaan Bulan harus menjadi prioritas untuk eksplorasi manusia di Bulan ke depan. Ini dibutuhkanuntuk mempelajari lebih lanjut tentang interior Bulan dan untuk menentukan berapa banyak bahaya gempa bulan,” kata Renee Weber, seismologis planet di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Marshall NASA.
Terkait hal ini, NASA berencana mengirim perempuan pertama, dan pria astronot, ke Bulan pada tahun 2024. Para astronot Amerika Serikat itu direncanakan mendarat di Kutub Selatan Bulan.
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 15 Mei 2019