Vaksinasi adalah salah satu kemenangan terbesar ilmu kedokteran modern. Orangtua anak yang divaksinasi tak perlu khawatir lagi anaknya akan sakit, cacat, atau bahkan meninggal gara-gara polio, difteri, hepatitis, campak, dan sederet penyakit infeksi lain.–Ezekiel Emanuel, National Institute of Health
Empat puluh tahun lalu, dunia pernah begitu optimistis segera berhasil mengatasi segala penyakit infeksi. Saat itu, 1978, kesejahteraan masyarakat global sedang pada puncaknya. Pelbagai indikator terkait kesehatan berjalan baik, termasuk upaya perbaikan gizi, sanitasi, dan imunisasi.
Namun, realitas berbeda dengan perkiraan di atas kertas. Kemajuan teknologi membuat manusia merambah hingga pedalaman, merusak alam, dan menebar virus baru yang selama ini aman tersimpan. Kemajuan transportasi yang mempermudah mobilitas mempercepat penyebaran virus-virus ini ke seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH)–Bocah mendapatkan imunisasi polio di Posyandu Balai RW XI, Kecamatan Wonokromo, Surabaya, Selasa (18/10/2011). Kegiatan Imunisasi serentak yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Surabaya yang diproyeksikan diikuti 230 ribu balita bertujuan agar Surabaya terbebas Polio dan Campak.–Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)–18-10-2011
Meski imunisasi adalah cara terbaik untuk melindungi anak secara individual di lingkungan yang tidak mendukung, kenyataannya muncul kelompok-kelompok baru yang tidak percaya imunisasi. Belum lagi mereka yang tinggal di daerah terpencil, daerah konflik, atau berpindah-pindah mengikuti budaya suku. Dampaknya adalah cakupan imunisasi turun.
Deklarasi Alma Alta yang menargetkan kesehatan untuk semua bisa tercapai tahun 2000 ternyata gagal total. Di beberapa negara, banyak anak tidak tercakup imunisasi, bahkan beberapa kali ada kejadian luar biasa (KLB) polio. Sepanjang 2018, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada 31 kasus WPV dan 102 kasus cVDPV, terutama di Pakistan, Afghanistan, dan Nigeria.
DOKUMENTASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JAYAPURA–Pemberian imunisasi campak, rubela dan polio bagi puluhan ribu anak di Kabupaten Jayapura, Papua.
WPV adalah singkatan dari wild polio virus atau virus polio liar, yang terdiri dari 3 tipe: 1, 2, dan 3. September 2015 WHO mengumumkan, WPV 2 dapat dieradikasi. Karena WPV 3 tidak pernah terdeteksi lagi sejak 2012, kemungkinan besar tinggal WPV 1 yang masih bertahan.
Untuk cVDPV, penjelasan dimulai dari vaksin polio. Sebagaimana vaksin lain, vaksin polio mengandung virus yang dilemahkan untuk memicu sistem kekebalan tubuh. Namun, pada kasus yang jarang, genetik virus vaksin ini dapat berubah sehingga melumpuhkan. Inilah yang dikenal sebagai a circulating vaccine-derived poliovirus (cVDPV).
Sebelum program imunisasi digalakkan, hingga 30 tahun lalu polio telah melumpuhkan lebih dari 350.000 anak di lebih dari 125 negara setiap tahun. Namun, kemunculan pelbagai hambatan saat ini bisa memperlambat upaya eradikasi.
Seperti diungkapkan Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus saat berkunjung ke Pakistan dan Afghanistan, awal Januari 2019, syarat eradikasi polio adalah cakupan imunisasi tinggi di seluruh dunia. Apabila target imunisasi ini tidak terpenuhi, 200.000 kasus polio baru bisa terjadi setiap tahun dalam 10 tahun ke depan.
Indonesia ”pernah” dianggap berhasil mengatasi polio. Dari lebih 800 kasus tahun 1984, surveilans dan imunisasi berhasil menurunkan hingga 24 kasus tahun 1994 dan 1 kasus pada 1995. Namun, terjadi kemunduran ketika Laboratorium Nasional Polio di Bandung menemukan WPV 1. Virus ini diisolasi dari anak berusia 20 bulan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Uji laboratorium menunjukkan, virus berasal dari Afrika Barat dan masuk Indonesia melalui Timur Tengah.
Tahun 2006 kasus polio ditemukan lagi. Pada saat itu, 305 kasus telah diidentifikasi di lebih dari 10 provinsi di Sumatera dan Jawa. Pemerintah memang kemudian mencanangkan beberapa kali Program Imunisasi Nasional (PIN), tetapi cakupan belum mencapai target. Indonesia bahkan mengalami kejadian luar biasa campak dan difteri—penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi—di sejumlah wilayah.
Tak ada jalan lain. Indonesia harus bekerja keras mengatasi ketertinggalan ini dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam imunisasi, dari pemuka agama, tenaga kesehatan, masyarakat, hingga lembaga dana. Tanpa ini semua, target WHO mengeradikasi polio 2019 hanya akan sia-sia.
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA–Distribusi Vaksin Polio — Lebih dari dua juta doses vaksin polio di distribusikan Bio Farma, Bandung ke seluruh provinsi di Indonesia untuk Pekan Imunisasi Nasional (PIN) putaran pertama 30 Agustus 2005. Khusus penyelenggaraan PIN, PT Bio Farma mendistribusikan vaksin polio lebih dari 3 juta doses. Tampak aktivitas pengepakan vaksin di gudang distribusi Bio Farma, Rabu (24/8).
AGNES ARISTIARINI
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 23 Januari 2019