Belum lama ini beredar pemberitaan tentang kecilnya dana penelitian dalam APBN.
Penelitian adalah padanan kata research dalam bahasa Inggris, yaitu kegiatan intelektual kreatif dan terstruktur, yang berusaha mendapatkan fakta dan sifat baru dalam ilmu pengetahuan melalui pembuktian berbagai anggapan dan hipotesis. Tujuan utamanya adalah perluasan cakrawala ilmu pengetahuan untuk mendapatkan sesuatu yang suatu saat dapat memiliki kegunaan walau sering dirancukan dengan kegiatan pengembangan (development) yang menuju produk.
Peran universitas
Kegiatan kreatif yang hasilnya berpotensi meningkatkan profil budaya bangsa ini, di Indonesia tidak mendapatkan prioritas yang tinggi, tecermin pada pengalokasian dana penelitian dalam APBN yang hanya 0,1% dari produk domestik bruto (PDB). Keadaan ini berbeda dengan beberapa negara Asia di sekitar kita, yang berdasarkan laporan LIPI adalah: Malaysia 1,25%, China 2%, Singapura 2,2%, Jepang 3,6%, dan Korea Selatan 4%.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kecilnya dana penelitian yang dianggarkan pemerintah selama ini, baru-baru ini telah dikeluhkan oleh Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sebagai penyebab sulitnya meningkatkan mutu dan hasil penelitian di universitas. Terlebih lagi penelitian adalah juga salah sokoguru bagi keberadaan universitas, sehingga kecilnya dana penelitian akan menyulitkan dunia perguruan tinggi (PT) menjalankan berbagai perannya dengan baik.
Mengenai peran yang diharapkan dari suatu universitas dalam suatu masyarakat modern, secara ringkas dinyatakan oleh Per Holten-Anderson (2005), President Copenhagen Business School, terdiri atas lima macam: (1) penyimpan/khazanah ilmu pengetahuan; (2) penghasil pengetahuan baru (penelitian); (3) pentransfer pengetahuan untuk generasi mendatang (pendidikan); (4) pentransfer pengetahuan untuk masyarakat (diseminasi); (5) pendorong pengembangan ekonomi berdasarkan pengetahuan. Kelima peran ini menunjukkan betapa luas potensi suatu universitas sehingga keberadaannya tak dapat dianggap/diperlakukan terutama hanya sebagai penghasil tenaga kerja. Sebab, itu akan menyebabkan rendahnya pendayagunaan potensi universitas secara tuntas dan kurangnya perhatian pada kegiatan penelitian.
Sebagai lembaga otonom, dalam peran membangun institusi keilmuan suatu universitas dapat menentukan di ceruk mana dalam ilmu pengetahuan ingin berperan dan dipandang, dengan memilih bidang-bidang ilmu yang ingin didalami dan dijadikan tradisi keilmuannya. Kegiatan utama dalam mewujudkan pembangunan institusi ini adalah melalui penelitian, sehingga pelaksanaan penelitian dapat dipandang sebagai salah satu manifestasi keotonomian PT.
Hasil-hasil yang diperoleh secara langsung akan berpengaruh pada tingkat keilmuan pelaksanaan peran-peran lainnya. Perbaikan dalam peran pendidikan terjadi bukan hanya pada pendidikan pascasarjana melalui keterlibatan dalam penelitian, melainkan juga pada pendidikan sarjana melalui peningkatan pemahaman ilmu para pengajarnya. Adapun peran diseminasi yang dijalankan melalui penyelenggaraan seminar serta penerbitan buku dan jurnal akan menghadirkan hal-hal yang baru kepada masyarakat luas.
Sebagai tempat masyarakat mendapatkan bantuan, peran sebagai khazanah ilmu perlu dilandasi hasil penelitian dan pengembangan terbaru, juga dengan penguasaan ilmu yang mendalam agar dapat memberi bantuan pada berbagai masalah serta dalam rangka mengantisipasi perkembangan masa depan. Pemanfaatan dan pengembangan hasil-hasil penelitian oleh swasta dan lembaga-lembaga pengembangan di luar PT akan membantu perkembangan ekonomi. Jelaslah, walau kegiatan penelitian dalam model Holten-Anderson ada di nomor dua, sebenarnya ia penunjang eksistensi peran universitas.
Memanfaatkan universitas
Sebagai contoh bagaimana kemampuan penelitian PT memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah, dapat disimak apa yang dilakukan Vannevar Bush, ketua Tim Penasihat Ilmiah Kepresidenan Amerika Serikat pada 1945. Menyadari pentingnya penguasaan sains dasar bagi kemajuan industri, pemberantasan penyakit, serta pertahanan negara, ia merasa galau karena saat itu penguasaan sains dasar di AS masih lebih rendah dibanding dengan di Eropa.
Untuk itu, pada Juli 1945, ia mengajukan rencana pengembangan sains dasar kepada Presiden Roosevelt melalui suatu laporan berjudul ”Science, the Endless Frontier” yang terkenal dan sudah dibukukan. Petikan berikut dari Bab 3 menyiratkan pandangannya, ”The scientist doing basic research may not be at all interested in the practical application of his work, yet the further progress of industrial development would eventually stagnate if basic scientific research were long neglected”. Ia berhasil meyakinkan pemerintahnya akan pentingnya mengembangkan sains dasar yang harus dibiayai negara. Untuk itu dibentuk National Science Foundationyang khusus membiayai penelitian sains dasar di PT.
Semenjak itu universitas-universitas di AS jadi tempat subur bagi penguasaan sains dasar, disertai pembentukan kemampuan tinggi melakukan penelitian yang dapat dilihat dari mutu dan jumlah publikasi. Selain itu, terjadi pula peningkatan jumlah warga AS penerima Hadiah Nobel bidang sains dan kedokteran yang sebagian besar adalah staf pengajar universitas.. Manfaat lain yang diperoleh dari pandangan jauh ke depan dari Bush adalah saat Presiden Kennedy pada 1961 mencanangkan rencana mendarat di bulan. Saat itu penguasaan sains dasar di AS sudah cukup tinggi, yang mendorong NASA melibatkan berbagai universitas dalam penelitian tentang masalah sains dasar dan terapannya yang masih perlu dikuasai.
Penunjangan keberadaan serta pemanfaatan universitas melalui penelitian seperti paparan di atas pada dasarnya dapat diterapkan di Indonesia. Pengerjaan penelitian di universitas tidak selalu harus terkait usaha menghasilkan sesuatu mengingat penelitian dapat pula dilihat sebagai suatu bentuk pembangunan institusi, yang selain memperkuat eksistensi universitas, juga dalam rangka antisipasi menghadapi berbagai masalah di masa depan. Kegiatan ini memerlukan waktu, tetapi hasilnya akan bermakna dalam jangka panjang.
Apabila di AS yang sudah relatif baik masih memerlukan waktu sedikitnya 10 tahun, di sini usaha ini perlu dimulai seawal mungkin jika tak ingin didahului negara-negara tetangga. Keberhasilan usaha yang penting ini membutuhkan pemberian prioritas yang memadai bagi kegiatan penelitian berupa ketersediaan dana yang mencukupi serta kemudahan mendapatkannya.
SUSANTO IMAM RAHAYU, Kimiawan; Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
Sumber: Kompas, 15 Januari 2018