Informasi yang mengalir di linimasa media sosial adalah data berlimpah yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti memonitor isu terkini hingga menganalisis perilaku penggunanya. Media sosial pun menjadi salah satu andalan untuk mendapatkan berita terbaru karena demokratisasi alur informasi yang bisa datang dari pengguna mana pun.
Lalu, datang tantangannya untuk mengelola banjir data yang muncul dari media sosial, memisahkan suara dari bunyi, dan mencari informasi yang dibutuhkan, membutuhkan kerja yang tidak kalah berat dengan pengumpulannya. Menyisir informasi yang dibutuhkan umumnya bergantung pada kata-kata tertentu yang dipergunakan oleh pengguna sebagai penunjuk bahwa tweet atau status Facebook memang sesuai dengan konteksnya.
Penggunaan kata-kata yang lazim dipergunakan bisa dipilih untuk mempersempit pencarian, misalnya “banjir” atau “tanah longsor”, meski masalah masih muncul karena hasilnya belum spesifik. Terlebih kebiasaan pengguna internet yang tidak memakai bahasa yang baku karena keterbatasan tempat berpotensi membuat informasi yang mereka cantumkan terlewat dari hasil pencarian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Solusi yang tersedia adalah membuat pustaka atau basis data berisi kata-kata kunci yang memuat berbagai variasi penggunaan serta bahasa yang membantu proses pencarian agar lebih akurat. Dan, tidak ada cara yang lebih baik untuk membangun daftar itu selain melibatkan sebanyak mungkin orang untuk berkontribusi secara gotong royong.
Inilah yang sedang dilakukan Pulse Lab Jakarta, yang membangun daftar kata terkait kebencanaan dalam bentuk permainan berjudul Translator Gator. Pemain hanya perlu mendaftar di situs tersebut untuk kemudian diminta menjawab beberapa hal, seperti menyediakan terjemahan untuk kata atau frasa tertentu, memasukkan satu kata dalam kategori tertentu, serta mengevaluasi hasil terjemahan yang dibuat oleh pemain lainnya.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Pengguna mengakses Translator Gator, permainan menerjemahkan yang memiliki misi untuk membangun daftar pustaka dari kata-kata kunci yang terkait dengan kebencanaan, Selasa (13/6). Inisiatif yang dilakukan Pulse Lab Jakarta ini diharapkan bisa membantu untuk memonitor bencana dari media sosial untuk 11 negara di Asia Tenggara dan Sri Lanka.
Inisiatif gotong royong ini dibalut dalam bentuk permainan. Terdapat papan penunjuk pemain dengan skor tertinggi dari aktivitas mereka di Translator Gator. Dimulai sejak 22 April, program ini akan berlangsung selama 100 hari hingga 31 Juli dan para pemain bisa mendapatkan hadiah.
Diolah
Permainan ini menghadirkan 2.500 lebih kata berbahasa Inggris untuk diterjemahkan di 11 bahasa dari negara di Asia Tenggara dan Sri Lanka. Pengguna dari Indonesia pun bisa mencantumkan tiga varian bahasa, yakni Indonesia, Jawa, dan Sunda. Daftar yang terbangun bisa tidak terbatas karena sinonim atau penggunaan kata yang tidak baku pun dicantumkan dengan harapan mempertajam hasil pencarian.
Beberapa kata atau frasa yang ditanyakan dalam permainan ini, seperti physical structure, yang bisa dijawab “struktur fisik” atau “bangunan fisik.” Pemain bisa memberi evaluasi atas kata reuse yang dijawab oleh pemain lain untuk bahasa Sunda dengan “dipake deui”.
Yulistina Riyadi, Research Associate Pulse Lab Jakarta, menjelaskan bahwa daftar kata yang dibangun berkat upaya gotong royong ini bisa dimanfaatkan oleh organisasi yang ingin memonitor media sosial untuk mendapatkan peringatan atau informasi yang spesifik terkait dengan kebencanaan.
“Selain untuk memonitor media sosial, data yang terbangun bisa dimanfaatkan oleh proyek lain terkait dengan analisis teks digital terkait kebencanaan,” kata Yulistina saat ditemui pada Selasa (13/6).
Pengelompokan kata dalam kategori-kategori tertentu juga memudahkan pencarian informasi yang merujuk pada proses yang sedang berlangsung, seperti pascabencana ataupun pemulihan. Informasi ini bermanfaat untuk menentukan kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat yang menjadi korban agar organisasi yang ingin menyerahkan bantuan tidak salah sasaran.
Dari data sementara yang masuk dari pengguna, lanjut Yulistina, negara-negara yang sudah terbiasa menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua tidak kesulitan mengikuti program ini. Negara, seperti Vietnam, justru menunjukkan gairah untuk berpartisipasi karena jumlah pesertanya bisa tiga kali lipat dari peserta dari Indonesia.
Pemilihan topik kebencanaan dilatarbelakangi kawasan Asia Tenggara yang rentan dengan bencana. Berdasarkan laporan Economic and Social Commision for Asia and the Pacific pada tahun 2015, dari 344 laporan bencana yang terjadi di seluruh dunia, sebanyak 160 laporan atau 47 persen bencana terjadi di Asia Tenggara.
Pemahaman akan kata-kata yang lazim dipakai pengguna internet tentu memudahkan untuk mendapatkan informasi secepat mungkin dari media sosial. Tugas berat yang hanya bisa diselesaikan apabila masyarakat bergotong royong. (DIDIT PUTRA ERLANGGA R)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juni 2017, di halaman 12 dengan judul “Gotong Royong Terjemahkan Bencana”.