Kamera di Dasar Piramida Fujifilm

- Editor

Rabu, 30 November 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kehadiran ponsel pintar dengan fitur kamera yang terus membaik, mulai dari kemudahan menghasilkan gambar yang sebelumnya secara teknis sulit diambil, hingga resolusi yang memadai untuk dicetak dalam ukuran spanduk, adalah kabar buruk bagi produsen kamera. Mau tidak mau mereka harus mengubah strategi terkait produk yang diluncurkan ke pasar kalau tidak ingin terlindas oleh tren teknologi.

Diutarakan Presiden Direktur PT Fujifilm Indonesia Masatsugu Naito, ponsel pintar berkamera merupakan ancaman bagi segmen kamera saku digital mereka sejak Fuji Indonesia berdiri di tahun 2011. Produk yang semula menyumbang separuh lebih dari model yang dijual di Indonesia terus turun menjadi 30 persen lebih di tahun berikutnya, menjadi hanya 10 persen pada tahun 2014 dan nyaris habis di tahun 2016.

Sebaliknya, yang kemudian mengisi tempat yang ditinggalkan kamera saku maupun kamera prosumer itu adalah kamera dengan tipe lensa yang bisa diganti yang kerap disebut seri X. Dari tahun 2011 masih menjadi minoritas dengan porsi 21 persen, naik menjadi 43 persen di tahun 2013 dan melejit menjadi 77 persen di tahun 2014 dan tahun 2016 menguasai hampir seluruh model kamera digital yang diluncurkan Fujifilm Indonesia dengan 99 persen. Tersisa satu persen bagi kamera prosumer dan saku.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Itulah mengapa, seri X kini menjadi seri andalan Fujifilm untuk menaklukkan pasar kamera digital tanah air. Strategi itu berbuah manis karena setiap tahun penjualan mereka rata-rata naik 130 persen dari tahun sebelumnya.

Berdasarkan GfK tahun 2016, Fujifilm dari bulan Mei hingga September menguasai pasar kamera digital dengan sistem lensa ganti sekitar 30 persen.

Fujifilm sendiri secara global membukukan pemasukan 2.491 miliar yen atau setara 25 miliar dollar AS pada kuartal 3 tahun 2016. Sebagian besar memang masih disumbang dari solusi dokumen dengan merek Fuji Xerox seperti mesin fotokopi dengan komposisi 47 persen sementara solusi fotografi mencapai 14 persen. Dari persentase itu pun, pemasukan dari kamera menyumbang 29 persen sementara 71 persen berasal dari solusi seperti kertas foto, mesin pencetak foto, dan layanan sejenis.

Dari seri X itu sendiri, Fujifilm menyiapkan portofolio produk yang menyasar berbagai segmen dan kalangan pengguna. Dengan analogi piramida, dasarnya diisi kamera dengan lebih banyak varian model dan harga lebih terjangkau sementara semakin ke atas ada kamera premium yang harganya lebih mahal dan hanya satu tipe saja yang disiapkan yakni GFX yang diperkenalkan pada perhelatan Photokina bulan September lalu.

GFX 50S adalah kamera jenis mirrorless yang mengadopsi format medium dengan sensor yang bahkan lebih besar dari kamera format medium lainnya sehingga andal dipakai karena resolusi dan reproduksi warna lebih baik. Saat diluncurkan, harga resmi diperkirakan sekitar 10.000 dollar AS atau Rp 130 juta lebih.

Swafoto
Sedangkan di dasar piramida, ada beberapa jenis kamera digital dari Fujifilm dengan sasaran pengguna dan rentang harga yang berbeda. Ada seri XT yang mengincar penghobi fotografi kebanyakan dan seri XA yang diperuntukkan pengguna biasa yang ingin mengambil gambar lebih baik dari hasil kamera ponsel mereka.

Sekuel ketiga seri XA inilah yang mulai dijual tanggal 25 November. Dengan harga Rp 8,8 juta, pengguna sudah bisa mendapatkan kamera mirrorless yang dipasarkan untuk mereka penggemar swafoto.

Fitur yang diunggulkan ini didukung dengan layar belakang yang bisa dilipat dan diputar hingga 180 derajat sehingga pengguna bisa melihat seluruh layar demi menyusun komposisi foto lebih baik. Begitu pula pegangan yang ada didesain agar bisa digenggam nyaman dengan posisi biasa maupun dibalik saat mengambil swafoto. Jari telunjuk tidak perlu kerepotan mencari tombol pelepas rana karena bisa menekan cakram pengatur sebagai pengganti saat lensa menghadap wajah sendiri.

2be16a9ca5d04f7386f5015b602d6cfeKOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Fujifilm memperkenalkan X-A3, tipe kamera mirrorless yang menyasar pengguna umum terutama mereka yang menggemari swafoto atau selfie, Selasa (15/11/2016). Mereka menghadirkan penyempurnaan dari seri sebelumnya dengan fitur yang makin memudahkan pengguna mengabadikan gambar.

Selain swafoto, fitur fotografi makro juga dipoles sehingga bisa mengambil gambar dari objek yang berjarak 7 sentimeter dari lensa. Fotografi makro kini banyak dipakai memotret makanan untuk menangkap detail dan tekstur sajian berikut warna-warnanya.

Layar di bagian belakang kamera menerima input sentuhan tangan. Bahkan bisa menggunakan gestur layaknya ponsel pintar seperti gerakan mencubit untuk mengatur pembesaran gambar maupun sebaliknya.

Layaknya aplikasi kamera di ponsel pintar, filter untuk memberi kesan berbeda pada hasil akhir foto juga ditemui di kamera ini. Tidak berhenti di sana, implementasi filter bisa diterapkan untuk gambar bergerak yang bisa diambil dengan resolusi definisi tinggi atau full HD.

Dengan warna-warni dari bagian pegangan tangan yang tersedia di pasaran, jelas segmen seperti apa yang ingin diincar Fujifilm lewat X-A3. Kamera ini juga bisa menggunakan deretan koleksi lensa Fuji yang memakai dudukan X-Mount seperti dipakai seri X lainnya. Hanya GFX yang menggunakan seri G karena perbedaan sensor yang dipakai.

Kemudahan lain yang ditawarkan seperti konektivitas nirkabel dengan gawai untuk pengendali jarak jauh maupun transfer isi kamera. Dua fitur ini sebetulnya sudah lazim ditemui di kamera digital kelas menengah lainnya, meski sebetulnya Fujifilm juga menyediakan perangkat tambahan berupa printer jenis Instax Share sehingga gambar langsung bisa dicetak dalam waktu lima menit.

Colokan kabel micro USB yang digunakan sebagai sambungan data dan daya membuat kamera ini bisa diisi baterainya dengan koneksi dengan perangkat lain seperti komputer. Product Specialist Electronic Imaging Division PT Fujifilm Indonesia Ade Yogaswara menyebut baterai kamera ini bisa saja diisi dengan pencadang daya seperti powerbank meski kemudian dia menegaskan bahwa hal itu sebaiknya dilakukan dalam keadaan terpaksa saja.

Tipe yang menjadi dasar piramida portofolio kamera digital dari Fujifilm ini diharapkan bisa menjadi fondasi yang kokoh bagi kisah mereka di pasar tanah air.

DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO

Sumber: Kompas siang, 28 November 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB