Gandang Dewata Pusat Biodiversitas Sulawesi

- Editor

Senin, 30 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tingkat Keragaman dan Endemisitas Jenis Organisme Tinggi
Setelah eksplorasi di Gunung Gandang Dewata, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyimpulkan, gunung itu sebagai pusat keanekaragaman jenis flora dan fauna Sulawesi. Tingkat keragaman dan endemisitas atau kekhasan jenis organisme di gunung tersebut dinilai tinggi.

Sebanyak 24 peneliti LIPI mengeksplorasi Gunung Gandang Dewata dalam Ekspedisi Widya Nusantara (EWIN) 2016 pada 15-29 April lalu. “Gunung Gandang Dewata berkontribusi paling besar pada keanekaragaman hayati Sulawesi,” ucap koordinator lapangan Sulawesi Barat Eksplorasi Bioresources LIPI, Anang Setiawan Achmadi, Rabu (25/5), di Bogor, Jawa Barat, dalam jumpa pers Hasil Eksplorasi Bioresources 2016.

Gandang Dewata dengan tinggi lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut berada di bawah administrasi tiga kabupaten, yakni Mamasa, Mamuju, dan Kalumpang. Anang, yang juga peneliti tikus, mengatakan, ekspedisi riset itu adalah eksplorasi besar pertama terhadap Gunung Gandang Dewata yang melibatkan peneliti biologi dari berbagai disiplin ilmu. Ekspedisi sebelumnya pada 1938 oleh peneliti asal Belanda, Charles Monod de Froideville, tidak menyasar Gandang Dewata secara khusus, tetapi hutan-hutan di sekitar Mamasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebelum ikut EWIN 2016, Anang membuktikan tingginya keanekaragaman hayati melalui jenis tikus. Ia dan anggota tim mendapat jenis baru melalui eksplorasi pada 2011, yaitu tikus air (Waiomys mamasae) dan tikus akar (Gracilimus radix). Dia juga menemukan tikus ompong (Paucidentomys vermidax) yang dinyatakan sebagai jenis baru setelah ia dan tim mengeksplorasi Gunung Latimojong, Sulawesi Selatan.

Tiga jenis tikus itu adalah genus baru yang dalam sistem penamaan jenis organisme satu tingkat di atas spesies. Jadi, tingkat keragaman bisa lebih tinggi karena spesies baru dari genus-genus itu berpeluang ditemukan jika ada eksplorasi lagi.

Jenis baru
Pada eksplorasi tahun ini, Anang dan tim mendapat dua jenis tikus kandidat jenis baru meski sudah dikenal masyarakat lokal. Satu jenis tikus punya nama lokal lewa-lewa yang dari morfologinya lebih dekat ke jenis Melasmothrix naso. Bedanya, kepala dan telinga lebih besar dan panjang serta ekor lebih panjang dibandingkan M. naso. Jenis lainnya, kambola, paling dekat dengan Maxomys dollmani, tetapi ukuran kambola lebih kecil. Anang juga mendapat spesimen tikus akar lagi pada ekspedisi 2016. Semua jenis itu endemis Sulawesi.

Tingginya keanekaragaman hayati Gandang Dewata juga dibuktikan dari temuan organisme lain. Peneliti herpetofauna, Amir Hamidy, memaparkan, peneliti mendapat tujuh jenis katak endemis Sulawesi, dua di antaranya kandidat jenis baru, yakni dari genus Limnonectes sp. dan Oreophryne sp. Dari tiga jenis kadal yang diperoleh, satu jenis dari genus Sphenomorphus sp. mungkin jenis baru.

Anang menambahkan, lebih dari 90 persen jenis flora yang dikumpulkan endemis Sulawesi, beberapa di antaranya kandidat jenis baru. Dari suku Zingiberaceae (jahe-jahean), misalnya, 14 jenis dikoleksi dengan 4 jenis di antaranya, semuanya masuk marga Etlingera, berpeluang sebagai jenis baru.

f4d2a5fa87b342b8993882c2871315d2Katak Limnonectes sp., Gunung Gandang Dewata, Sulawesi Barat.–ARSIP PUSAT PENELITIAN BIOLOGI LIPI

Endemisitas tinggi di Gandang Dewata menandakan Pulau Sulawesi unik. “Dia tak terpengaruh sebaran jenis Paparan Sunda atau Paparan Sahul, sejak lama jadi pulau terisolasi,” ujarnya.

Menurut teori, Sulawesi terbentuk dari gabungan sejumlah lengan pulau, hasil pertemuan lempeng setidaknya dari lima arah, di antaranya Filipina, Kalimantan, dekat Kepulauan Maluku, Jawa-Bali, dan Australia. Pulau dengan bentuk seperti saat ini diperkirakan terbentuk sejak zaman Miosin, sekitar 20 juta tahun lalu.

Selain ke Gandang Dewata, ekspedisi LIPI tahun ini menyasar dua tempat lain, yakni Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, dan Tambrauw, Papua Barat. Sejumlah kandidat jenis baru juga diperoleh, di antaranya kadal ekor biru (Emoia sp.) di Sumba dan tumbuhan dari genus Semecarpus sp.di Tambrauw.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati menambahkan, melalui eksplorasi ke banyak tempat, peneliti mengumpulkan organisme-organisme yang berpeluang memberi manfaat bagi manusia. Karena itu, LIPI berencana memperbaiki Museum Etnobotani untuk dijadikan lebih lengkap dengan nama Museum Nasional Sejarah Alam dan Kehidupan Manusia. Tujuannya sebagai tempat sosialisasi hasil-hasil eksplorasi LIPI yang berpotensi dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. (JOG)
———–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul “Gandang Dewata Pusat Biodiversitas Sulawesi”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 18 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB