Capung dan Kupu-kupu di Kendeng Utara

- Editor

Senin, 19 Oktober 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penelitian di dua desa di kawasan Pegunungan Karst Kendeng Utara di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menemukan 32 jenis capung, 55 jenis kupu-kupu, dan 64 jenis burung. Identifikasi jenis satwa itu membuktikan keanekaragaman hayati di kawasan Kendeng masih baik.

Aneka capung mengindikasikan jernihnya mata air dan aliran sungai di Kendeng. “Capung dan kupu-kupu hidup dalam vegetasi yang utuh, baik tanaman maupun tumbuhan, dalam satuan mata air jernih,” kata Wahyu Sigit Rahadi, Ketua Indonesia Dragonfly Society DI Yogyakarta, pada diskusi buku Sisi Lain Kendeng Utara di Semarang, Jawa Tengah, pekan lalu.

Temuan capung, kupu-kupu, dan aneka burung merupakan hasil riset bersama Yayasan Sheep Indonesia dibantu warga Kendeng dari Tambakromo dan Sukolilo, Pati.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Temuan itu mengejutkan karena hanya setahun di dua desa, yakni Desa Brati, Kecamatan Kayen, dan Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati. Temuan itu juga menjungkirbalikkan mitos bahwa kawasan Kendeng tandus, kering, dan lingkungan rusak.

Khusus burung-burung di kawasan Kendeng, ada dua kelompok. Pertama, burung penetap yang merupakan hewan habitat asli, seperti walet, cekakak sungai, perkutut, srigunting hitam, dan bubut besar.

Kelompok kedua, burung migran, seperti kirik-kirik laut, elang ular bido, dan elang brontok. Itu berarti kawasan Kendeng juga tempat transit migrasi burung-burung dari Tiongkok, Eropa, dan Asia.

Dari dua desa itu, kata Wahyu, Kendeng tergolong harmoni. Jika dari dua desa saja ditemukan kekayaan keanekaragaman hayati, jumlahnya akan lebih banyak apabila dilakukan riset lebih luas di sepanjang Kendeng, yang meliputi Kabupaten Pati, Grobogan, Rembang, dan Blora.

Lingkungan hayati yang harmonis mestinya menjadi titik penting manusia dalam membangun peradaban. Kendeng jangan hanya dilihat dari potensi tambangnya.

Peneliti hewan terbang pada Fakultas Biologi Universitas Diponegoro Semarang, Karyadi Baskoro, mengatakan, terbitnya buku Sisi Lain Kendeng Utara berisi kekayaan hayati-meski yang ditampilkan hanya capung, kupu-kupu, dan burung-sangat mengejutkan. “Sebagai peneliti burung, saya tak menyangka hanya dari dua desa itu, di Kendeng Utara ditemukan tak kurang 64 jenis burung. Ini bukti ekosistem di kawasan itu masih sangat alami dan menghidupi makhluk hidup lain,” katanya.

Karyadi yang pernah riset di Semarang Raya yang meliputi Kendal, Demak, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, dan Salatiga menemukan sekitar 250 jenis burung. Sementara hanya dari dua desa di Kendeng, ditemukan 64 jenis burung.

Itu setara 40 persen dari jumlah burung di Semarang Raya. Di sekitar DI Yogyakarta ditemukan sekitar 300 jenis burung hidup di alam.

Keberadaan elang yang merupakan predator puncak menunjukkan mata rantai kehidupan masih utuh. Dengan jumlah burung elang yang sedikit itu, justru menjaga keberlangsungan mata rantai itu.

Burung migran di sana memperkuat penelitian yang Karyadi lakukan tahun 2006 di sepanjang susur pesisir Jawa. Saat itu, banyak yang meragukan pesisir Jawa daerah migrasi burung antarbenua di musim dingin.

Ketua Yayasan Sheep Indonesia Pati Heri Sasmito Wibowo mengatakan, harmoni keragaman hayati di kawasan Kendeng mestinya menjadi pijakan penting pertimbangan membuat keputusan kawasan Kendeng. Sejauh ini, tanpa industri pengolahan karst saja, para petani di sana menghasilkan hingga Rp 8 miliar per tahun. (WHO)
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Oktober 2015, di halaman 14 dengan judul “Capung dan Kupu-kupu di Kendeng Utara”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 31 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB