Berbaju batik biru gelap, Sangkot Marzuki (66) tampak segar. Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman itu, Rabu (12/1) siang, bersama seluruh staf mensyukuri gelar kehormatan doctor of science honoris causa yang diterimanya dari Universitas Queensland, Australia.
Meski ini gelar yang sama untuk kedua kalinya—yang pertama malah hasil kerja kerasnya di Universitas Monash, juga di Australia—tetap saja pemberian gelar kehormatan ini disambut gembira. Maklum, tidak semua ilmuwan bisa mencapai gelar tertinggi ini.
Bagi Sangkot, yang terpenting lagi, ia berkesempatan ke Universitas Queensland dan menengok pusat penelitian biologi molekuler di sana. ”Ternyata apa yang dulu hanya mimpi sekarang menjadi kenyataan dengan kemajuan yang luar biasa,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kalau dulu diperlukan 10 tahun untuk memetakan genom seorang manusia secara keseluruhan, sekarang dalam tiga hari sudah komplet. Kalau dulu biayanya 3 miliar dollar AS, sekarang cuma 3.000 dollar AS. ”Ini tidak hanya berdampak luar biasa pada kesehatan, tetapi juga sosial kemanusiaan,” papar Sangkot.
Apa pelajaran yang bisa ditarik? ”Kita bisa bekerja keras meniru wilayah Queensland, yang sudah berhasil bertransformasi dari banana state menjadi smart state,” ujarnya. (nes/ij)
Sumber: Kompas, Kamis, 13 Januari 2011 | 04:48 WIB