PerkembanganN Riset; Penelitian Dalam Negeri Kurang Diminati

- Editor

Kamis, 3 September 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bidang penelitian dalam negeri masih sepi peminat, terutama dari tamatan perguruan tinggi. Jumlah peneliti yang memadai merupakan salah satu indikator riset berkembang di suatu negara.

“Jumlah peneliti murni kurang dari 10.000 orang di Indonesia,” ucap Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain saat berpidato dalam LIPI Science-Based Industrial Innovation Award 2015 dan peluncuran buku Persepsi Masyarakat Indonesia terhadap Iptek, Rabu (2/9), di Jakarta.

Perhitungan itu tidak memasukkan dosen-dosen di perguruan tinggi karena porsi penelitian dosen hanya sepertiga dari seluruh pekerjaan. Dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, proporsi peneliti di Indonesia hanya 40 orang per sejuta penduduk. Dengan jumlah itu, Indonesia masih kalah di tingkat Asia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Iskandar mengatakan, jumlah peneliti di Malaysia 1.600 orang per sejuta penduduk. Di India, 160 peneliti per sejuta penduduk, tetapi dengan total populasi 1,28 miliar penduduk, peneliti sebanyak 204.800 se-India atau sekitar 20 kali lipat lebih banyak dibandingkan di Indonesia.

Salah satu penyebab minimnya jumlah peneliti di Indonesia, kata Iskandar, karena minat mahasiswa minim. Itu karena dunia penelitian belum dikenalkan luas pada mahasiswa S-1. Akibatnya, saat sudah sarjana, mereka tak melirik profesi peneliti.

“Saya dapat kesan penelitian S-1 tak usah jauh-jauh karena cuma S-1. Ini seperti menghambat kreativitas, modal peneliti,” ujarnya.

Di sisi lain, fasilitas riset dalam negeri amat terbatas. Para peneliti yang mengecap pendidikan tinggi di luar negeri kebingungan saat kembali ke Tanah Air. Mereka bingung melanjutkan riset dengan kompetensi yang dimiliki, tanpa didukung sarana dan prasarana.

Iskandar berharap pemerintah mengembangkan format universitas riset untuk menambah jumlah peneliti. Tujuannya, pemerintah tak perlu merekrut sangat banyak peneliti baru yang diperkirakan butuh 30-40 tahun lagi untuk memenuhi jumlah memadai. Dengan format universitas riset, dosen diberi porsi tugas penelitian lebih besar daripada pengajaran dan pengabdian masyarakat.

Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Jumain Appe mengatakan, untuk bisa mendorong peningkatan riset di perguruan tinggi perlu perbaikan bobot penilaian kinerja dosen, dengan memperbesar bobot nilai bagi riset. Saat ini, penelitian hanya diberi dua angka kredit dari total 16 angka kredit jabatan fungsional dosen per semester. Akibatnya, penelitian cenderung kurang menarik.

Selain itu, menurut Jumain, waktu penelitian lembaga riset pemerintah tak efisien. Sebab, para peneliti harus mengikuti sistem keuangan pemerintah yang rumit dan proses pengajuan anggaran, serta pencairan dana sangat menyita waktu. Pengembangan riset bisa dipercepat jika pendanaan riset menggunakan mekanisme dana bantuan (block grant), yakni dana langsung diserahkan kepada lembaga riset untuk jangka waktu tertentu, dengan otonomi untuk mengatur peruntukan penggunaan dana.

Ketua Dewan Juri LIPI SBII Award 2015 Harijono A Tjokronegoro menuturkan, mekanisme dana bantuan untuk riset merupakan usulan lama yang hingga kini belum diberlakukan. Meski demikian, untuk mengatasi masalah pendanaan, lembaga-lembaga riset bisa menyiasati dengan kerja sama karena sebenarnya sumber dana sangat banyak.

Salah satu sumber dana adalah perusahaan-perusahaan yang bisa diajak berkolaborasi untuk inovasi peningkatan nilai tambah produk perusahaan. (JOG)
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 September 2015, di halaman 14 dengan judul “Penelitian Dalam Negeri Kurang Diminati”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB