Pertengahan Mei lalu, mahasiswa Teknik Penerbangan lnstitut Teknologi Bandung menyelenggarakan lustrumnya yang keenam. Sungguh banyak yang tidak menduga, bahkan di kalangan akademisi ITB sendiri, bahwa pendidikan teknologi kedirgantaraan di Indonesia telah berusia setua itu.
Mulai dibuka pada tahun 1963, dirintis oleh Prof. Oetarjo Diran bersama beberapa temannya sepulang dari negeri Belanda. Mereka merintis pendirian jurusan ini setelah melihat tiadanya pendidikan penerbangan di nusantara ini. Jurusan ini semula berstatus sebagai subjurusan Teknik Mesin ITB, kemudian naik pangkat menjadi jurusan, namun sempat diturunkan kembali sebelum akhirnya menjadi program studi di bawah jurusan mesin pada tahun 1991. Direncanakan, pada 1995 mendatang ia akan berdiri menjadi jurusan tersendiri. Malahan, Mensristek Habibie mengharapkan agar jurusan Penerbangan menjadi fakultas yang berdiri sendiri.
Mengutip arah perkembangan teknologi di abad 21 mendatang, memang bidang Aeronautical and Surface Transportation menjadi salah satu unggulan. Perkembangan teknologi hi-tech tersebut menunjang peningkatan dan kecepatan arus, lalu lintas manusia, barang, modal dan industri jasa pariwisata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut para pendirinya, para mahasiswa dituntut agar bisa melaksanakan tugas-tugas yang diberikan bangsa dan negara lebih khusus lagi memberikan keahlian leadership dalam bidang Teknik Penerbangan yang diperlukan masyarakat. Berangkat dari asumsi bahwa teknologi penerbangan adalah teknologi tinggi sering diolok-olok sebagai ilmu awang-awang maka titik berat materi pendidikan adalah pada cara berpikir.
Materi ilmu sudah pasti akan mengalami perubahan. Fly by wire yang saat ini menjadi primadona, mungkin beberapa tahun lagi akan menjadi usang dengan berkembangnya teknologi Ianjutan fly by light. Concorde yang begitu dikagumi sekarang ini, akan menjadi besi tua begitu tinggal landasnya pesawat HST (Hiper Sonic Transport) berkecepatan Mach 25, dan mampu menempuh Tokyo-New York dalam waktu sama dengan perjalanan kereta api Jakarta-Bandung!
IPTN sebagai sponsor memang telah bertindak sebagai penyokong, seperti halnya jurusan Aeronautics and Aerospace di MlT yangdidukung oleh militer. Di AS industri-industri seperti Boeing, McDonel Douglas juga menjadi sponsor jurusan-jurusan teknik penerbangan di berbagai perguruan tinggi Amerika Serikat. Alhasil melihat ilustrasi sekilas ini, keberadaan IPTN memang amat dibutuhkan.
Selain sebagai barometer pencapaian teknologi pesawat terbang di Indonesia, ia juga bertindak sebagai acuan standar penyusunan kurikulum yang berorientasi pada industri. Beberapa lembaga lain seperti Garuda Indonesia bahkan telah bekerja sama untuk membuka program S2 dalam bidang manajemen transportasi di lTB tahun depan.
Saat ini Program Studi Teknik Penerbangan diketuai oleh Said D. Jenie ScD (lulusan tahun ‘73) juga merangkap sebagai Direktur Flight Test Centre IPTN.
Beberapa lulusan Teknik Penerbangan ini memang telah menduduki berbagai jabatan penting di IPTN. Dapat disebutkan lagi Ir. Hari Laksono yang sekarang dipercaya memimpin pusat perawatan mesin UMC (Universal Maintenance Centre) IPTN. Ada juga yang berkecimpung di bidang jasa udara seperti Direktur Teknik PT Sempati Air, lr. Eddy Prayitno dan beberapa lainnya. Bahkan ada juga yang menyimpang jauh, terjun ke dunia politik, seperti Sri Bintang Pamungkas anggota DPR RI yang terkenal vokalis.
Program Studi Teknik Penerbangan berkurikulum empat tahun. Mempunyai dua sub program studi yang dapat dipilih berdasarkan prioritas penguasaan dan kemampuan. Yakni, sebagai airframe designer meialui subprogram studi Teknik Dirgantara, atau sebagai system integrator designer melalui Teknik Sistem Dirgantara.
Sub keahlian pertama ditekankan pada kemampuan perancangan konfigurasi dan penentuan prestasi pesawat terbang, proses produksi dan pembuatan konstruksi pesawat. Sedangkan yang kedua, Teknik Sistem Dirgantara menekankan pada kemampuan perancangan konfigurasi system-sistem pesawat terbang seperti propulsi, pembangkit daya, instrumentasi dan navigasi panduan.
Saat ini, jumlah mahasiswa penerbangan ITB sekitar 120-an orang dan tenaga pengajar sekitar 30-an dosen. Dengan jumlah sekecil itu jurusan ini terbilang kecil di ITB Sekalipun demikian ia tetap berperan penting karena hanya dia satu-satunya di perguruan tinggi di seluruh Indonesia yang harus menjadi centre of excellence perkembangan teknologi kedirgantaraan di Indonesia. Sebagai catatan untuk jurusan penerbangan di universitas lain sejauh ini masih berorientasi pada bidang perawatan.
edi hamdi, mahasiswa program studi Teknik Penerbangan ITB semester IV
Sumber: Republika, 2 Juni 1994