Upaya Bernalar yang Berujung Pusing

- Editor

Sabtu, 4 Mei 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemelajaran berbasis penalaran canggih atau high order thinking skills (HOTS) digaungkan secara masif, setidaknya di sektor pendidikan dasar, menengah, dan tinggi sejak tahun 2014 karena diasosiasikan dengan keterampilan abad ke-21. Akan tetapi, penerapannya di kelas masih jauh dari ideal dan kerap ditemukan cara belajar tetap berkutat kepada menghafal.

HOTS dalam pemahamannya, yang diadvokasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, adalah sebuah sistem pembelajaran yang berpusat kepada pengembangan potensi siswa. Caranya dengan menggunakan pemelajaran yang memperdalam pemahaman konsep, melatih pengetahuan siswa dengan tugas-tugas berbasis proyek, meningkatkan kemampuan mencari dan memilah informasi akurat dari berbagai sumber, dan membangun kolaborasi.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMA 24 Jakarta, Senin (1/4/2019). UNBK dilaksanakan selama empat hari, mengujikan empat mata pelajaran yaitu bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan satu mata pelajaran jurusan yang diujikan. Sejak 2018, sebagian soal UN mengacu pada pembelajaran berbasis penalaran tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, pemelajaran jenis ini kenyataannya justru masih dianggap tidak wajar di ruang-ruang kelas. Materi masih banyak diberi berupa hafalan yang saklek dan jawabannya terbatas dengan yang tercantum di buku kunci jawaban yang dipegang oleh guru. Siswa juga belum memaksimalkan kemampuan mereka untuk bertanya karena enggan, akibatnya kompetensi untuk membangun argumen sukar berkembang.

Kepala Pusat Kurikulum Kemdikbud Awaluddin Tjalla kepada Kompas, Kamis (25/4/2019), di Jakarta, mengatakan bahwa rancangan Kurikulum 2013 sangat akomodatif dengan pengembangan nalar. Materi di dalamnya lentur untuk diadaptasi sesuai dengan kondisi wilayah dan kelas yang dihadapi oleh tiap-tiap guru. Semestinya, hal ini bisa membuat pembelajaran mengena dengan kehidupan sehari-hari.

Berharap sekolah tertib menjalankan pembelajaran berbasis HOTS, soal-soal Ujian Nasional sejak tahun 2018 sudah memasukkan unsur-unsur ini sebanyak 10 persen dari total soal di setiap mata pelajaran. Bahkan, per 2019, Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk menyeleksi calon mahasiswa perguruan tinggi negeri juga menggunakan soal-soal HOTS.

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ismunandar menuturkan, kampus tidak mencari mahasiswa yang hafal rumus karena operasional hitung sudah diambil alih komputer. Penghafalan teori juga tidak relevan karena semua definisi tersedia di internet. Kampus membutuhkan mahasiswa yang kreatif, kritis, dan inovatif. Mereka mengharapkan sejak sekolah kompetensi yang tidak akan tergantikan mesin ini sudah diajarkan.

Soal HOTS tidak menanyakan jumlah angka yang rumit atau pun teori yang panjang. Siswa diminta untuk menganalisa permasalahan, mencari solusi, dan kemungkinan adanya alternatif lain terhadap topik yang ditanyakan. Walhasil, siswa dan guru kalang kabut. Pemerintah disalahkan karena tidak memberi kisi-kisi soal HOTS.

Kemampuan literasi
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Totok Suprayitno menyatakan bahwa soal HOTS tidak akan ada kisi-kisi karena soal berbasis nalar tidak bisa dilatih pemahamannya melalui latihan topik yang sama terus-menerus (drilling). Soal akan terus berubah setiap tahun meskipun menanyakan materi yang sama, yang berubah adalah konteks narasinya. Di sini kemampuan literasi siswa menjadi sangat vital.

Lebih lanjut, Perancang Sistem Analisis Penilaian untuk Pusat Penilaian Pendidikan Kemdikbud Rahmawati menjelaskan, minimnya literasi membuat siswa tidak bisa mengaitkan konteks yang tidak familiar walaupun konsep yang ditanyakan sama. Misalnya, soal UN 2018 untuk pelajaran Matematika di SMK jurusan Teknik menanyakan jumlah persentase bakteri jenis tertentu di dalam satu wadah berisi berbagai bakteri.

“Siswa mengeluh kenapa anak Teknik diberi soal Biologi. Mereka tidak menyadari bahwa pencarian persentase adalah konsep yang ada di semua mata pelajaran,” tuturnya. Uniknya, ketika tipe soal serupa ditanyakan dengan konteks Teknik, misalnya mencari jumlah persentase onderdil jenis tertentu di dalam kotak perkakas, siswa bisa menjawab.

Kemdikbud memiliki 20 paket soal Matematika untuk UN. Di UN 2019 setiap paket memiliki satu soal isian singkat. Hasil rata-rata yang diperoleh hanya 22 persen siswa bisa mengisi soal tersebut dengan prosedur yang sesuai konsep.

Rahmawati mengungkapkan, soal-soal ini kemudian disebar ke sekolah dengan harapan pihak sekolah terinspirasi mengutak-atik konsep dan mengembangkan soal-soal baru. Namun, yang terjadi malahan soal tersebut dijadikan bahan drilling. Akibatnya, soal itu tidak lagi menjadi soal HOTS dan hanya jadi soal biasa.

Analisa Puspendik adalah siswa masih dibiasakan mengeliminir jawaban yang salah, bukan mencari jawaban yang benar. Pendekatan ini menyulitkan ketika pertanyaan bersifat terbuka dan pilihan jawabannya adalah memilih yang tepat di antara pilihan yang baik. Terutama untuk soal-soal di Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang pertanyaannya seputar makna tersurat dan tersirat.

Persepsi bangsa
Meskipun begitu, pembelajaran HOTS tidak semudah membalik telapak tangan. Membangun nalar bukan hanya urusan sektor pendidikan melalui sekolah formal. Semua bangsa terlibat aktif memastikan nalar benar-benar digunakan dalam semua aspek.

“Pembelajaran HOTS membutuhkan lingkungan yang demokratis. Hal ini masih merupakan kemewahan di Indonesia,” kata Sosiolog Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Sugeng Bayu Wahyono di Yogyakarta, Sabtu (27/4/2019).

Kunci dari pembelajaran yang membangun nalar adalah keterbukaan pikiran dan kerendahan hati untuk mau saling mendengar, memberi kritik yang membangun, dan merevisi. Lingkungan kondusif ini belum terbangun di Tanah Air.

Bayu menjabarkan, pendidikan kita masih sangat terasa peninggalan Orde Baru yang mengedepankan kepatuhan, bukan inovasi. Pendidikan tidak untuk mencari berbagai kemungkinan baru yang bisa ditemukan sambil mengoptimalkan cara-cara lama, tetapi sudah diwajibkan hanya mengikuti satu jalur. Individu yang mengambil jalur berbeda akan diberi sanksi sosial.

“Sudahkah orang-orang dewasa di masyarakat kita seperti orangtua, guru, pejabat daerah hingga pemerintah memiliki pemikiran terbuka untuk memberi ruang kepada ide-ide baru? Kalau belum punya sudut pandang seperti ini, secanggih apapun rancangan kurikulum dan mutu materi pembelajaran tidak akan bermanfaat karena akhirnya tetap menjadi hafalan dan formalitas,” tutur Bayu.

Ia menjelaskan, apabila anak sejak usia dini tidak didorong untuk bertanya dan mencari, jangan harap ketika duduk di bangku sekolah bisa dengan mudah mengacungkan hari telunjuk untuk mengemukakan pendapat. Oleh sebab itu, sebelum meminta sekolah mengajarkan materi penalaran, orangtua dan guru harus diintervensi.

Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR

Sumber: Kompas, 4 Mei 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB