Tak Cukup Sekadar Bimbingan

- Editor

Sabtu, 5 Maret 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Guru Bersikukuh Teknologi Informasi dan Komunikasi Tetap Jadi Mata Pelajaran
Perubahan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di jenjang SMP dan SMA atau sederajat menjadi sekadar bimbingan teknologi informasi dan komunikasi tetap ditolak para guru. Pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi dinilai tetap harus menjadi mata pelajaran agar semua siswa menguasai TIK secara terstruktur.

Wakil Ketua Komunitas Guru TIK dan Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (Kogtik) Tri Budi Harjo, di Jakarta, Jumat (4/3), mengatakan, Kogtik yang beranggotakan lebih dari 1.500 guru TIK/KKPI di seluruh Indonesia meyakini kebijakan Kemdikbud yang menghapuskan mata pelajaran TIK di jenjang SMP dan SMA serta KKPI di jenjang SMK dalam Kurikulum 2013 keliru. Pemahaman para guru tersebut didukung sejumlah pakar TIK Indonesia.

Sejauh ini, pemerintah menganggap TIK hanya sekadar alat bantu pembelajaran yang bisa diajarkan semua guru dalam penyampaian materi pelajaran. Intinya, TIK hanya dipahami sebatas alat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam perkembangan sekarang ini, kata Tri, TIK itu merupakan ilmu yang terus berkembang. Jika anak-anak Indonesia sejak di bangku sekolah tidak mendapatkan materi TIK yang terstruktur seperti mata pelajaran lain, bangsa ini akan semakin tertinggal.

“Padahal, kemampuan menguasai TIK sebagai keterampilan atau ilmu akan membuat generasi emas bangsa bisa mendorong kemajuan bangsa,” ujar Tri yang sehari-harinya mengampu TIK di SMPN 22 Surakarta.

Menurut Tri, dengan menjadikan TIK sebagai bimbingan, dalam kenyataannya sulit bagi guru untuk bisa mendapatkan alokasi waktu menyampaikan materi TIK yang penting bagi siswa. Bimbingan lebih dipandang jika dibutuhkan saja. Padahal, dalam pendidikan abad ke-21, penguasaan TIK menjadi keharusan. Wijaya Kusumah, guru TIK di SMP Labschool Jakarta yang juga Koordinator Kogtik, mengatakan, para guru terus berjuang agar TIK dikembalikan sebagai mata pelajaran. Perjuangan juga sudah disuarakan melalui Dewan Pertimbangan Presiden.

“Kami diminta untuk menyiapkan naskah akademik mengapa TIK dibutuhkan sebagai mata pelajaran. Ini sudah kami siapkan untuk diserahkan kepada Dewan Pertimbangan Presiden serta Kemdikbud,” kata Wijaya.

Wijaya meyakini TIK adalah keniscayaan yang sangat dibutuhkan banyak orang. Generasi emas Indonesia harus terdidik TIK dengan baik melalui materi TIK terstruktur dan sistematik mulai dari jenjang SD hingga SMA. Perkembangan TIK mengubah kehidupan, termasuk dalam perdagangan dan pemerintahan.

“TIK bukan hanya alat bantu, melainkan ilmu baru yang terus berkembang yang dibutuhkan generasi saat ini. Indonesia belum optimal mendayagunakan potensi TIK secara baik sehingga Indonesia terancam kesenjangan digital dan semakin tertinggal dari negara-negara maju,” ujar Wijaya.

Dorong kompetensi guru
Onno W Purbo, pakar TIK Indonesia, mendukung dipertahankannya mata pelajaran TIK. Bahkan, Onno mendorong pengembangan kompetensi guru TIK, termasuk dalam mengusai e-learning. Para guru TIK berupaya meningkatkan kompetensi pengakaran TIK yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Program e-learning yang menghadirkan sejumlah pakar TIK dalam negeri dengan biaya yang terjangkau rutin dilaksanakan. Termasuk pula mengembangkan Komunitas Sejuta Guru Ngeblog yang mengadakan pelatihan guru menulis dan ngeblog.

Secara terpisah, Santi Indra Astuti, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, mengatakan, literasi digital di kalangan remaja Indonesia belum terbentuk. Mereka belum mampu memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk menjadi pembelajar. Padahal, secara akses, kini tidak ada lagi hambatan karena Wi-Fi juga tersedia di banyak tempat. “Perlu dioptimalkan pembelajaran soal memanfaatkan TIK, termasuk beretika di media sosial, kepada remaja,” kata Santi. (ELN)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Maret 2016, di halaman 12 dengan judul “Tak Cukup Sekadar Bimbingan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB