Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menerbitkan kebijakan reformulasi skema riset dan pengembangan teknologi. Hal itu bertujuan meningkatkan produktivitas atau kinerja peneliti di perguruan tinggi.
Skema riset itu berbasis Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) sebagai arah kebijakan riset nasional. Hal itu menjadi prioritas program pemerintah.
Menurut Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati, Jumat (3/3), di Jakarta, riset yang didanai lewat Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat akan dipetakan status teknologinya. Pemetaan itu berdasarkan tingkat kesiapan teknologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Reformulasi skema litbang itu untuk meningkatkan pencapaian indikator hasil riset, meliputi jumlah publikasi, kekayaan intelektual atau paten, dan prototipe industri. “Menurut indikator itu, bisa diketahui tahapan hilirisasi hasil riset di industri dan komersialisasi di masyarakat. Itu untuk mendorong perekonomian bangsa,” ujarnya.
Pedoman Indikator Capaian Tingkat Kesiapterapan Teknologi mengacu pada Peraturan Menristek Dikti Nomor 42 Tahun 2016 tentang Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapterapan Teknologi.
Selain itu, skema desentralisasi riset ditetapkan untuk memberi kewenangan lebih besar pada perguruan tinggi dalam pengelolaan riset. Skema itu juga bertujuan meningkatkan daya saing perguruan tinggi dan meningkatkan angka partisipasi dosen dalam kegiatan riset.
Untuk itu, riset yang diusulkan harus berbasis rencana induk penelitian atau rencana strategis penelitian di tiap perguruan tinggi. Ada sejumlah kategori dalam skema desentralisasi, yakni penelitian dasar unggulan perguruan tinggi (PDUPT), penelitian terapan unggulan perguruan tinggi (PTUPT), dan penelitian pengembangan unggulan perguruan tinggi (PPUPT).
Adapun pengelolaan riset untuk isu strategis diwadahi dalam skema kompetitif nasional. Skema itu untuk mendukung kebijakan nasional sehingga tema risetnya mengacu pada RIRN.
Skema kompetitif nasional itu, antara lain, adalah penelitian berbasis kompetensi (PBK), penelitian kerja sama luar negeri (KLN), dan penelitian strategis nasional (PSN). Skema itu dijabarkan di panduan pelaksanaan riset dan pengabdian masyarakat di perguruan tinggi Edisi XI Tahun 2017. Pelaksanaannya berbasis standar biaya keluaran umum.
Pendanaan riset
Kebijakan baru yang diterapkan Kemristek dan Dikti adalah pendanaan riset berbasis hasil penelitian. “Selama ini, riset berbasis aktivitas. Pola pendanaan itu dikeluhkan banyak peneliti di perguruan tinggi karena sistem pertanggungjawaban keuangannya sulit,” kata Menristek dan Dikti Mohammad Nasir, Rabu (1/3).
Oleh karena itu, Nasir meminta agar Menteri Keuangan mengubah pendanaan riset dari semula berbasis aktivitas menjadi berbasis hasil. Jadi, biaya riset yang dikeluarkan harus ditunjukkan peneliti melalui hasil penelitian dan dampaknya bagi masyarakat. Itu mendorong riset berorientasi pada inovasi dan invensi. “Kami mendorong kebijakan ini. Sebab, banyak perguruan tinggi menghasilkan invensi dan inovasi yang baik,” ujarnya. (YUN)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Maret 2017, di halaman 14 dengan judul “Skema Baru Penerapan Riset Ditetapkan”.