Skema Baru Penerapan Riset Ditetapkan

- Editor

Minggu, 5 Maret 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menerbitkan kebijakan reformulasi skema riset dan pengembangan teknologi. Hal itu bertujuan meningkatkan produktivitas atau kinerja peneliti di perguruan tinggi.

Skema riset itu berbasis Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) sebagai arah kebijakan riset nasional. Hal itu menjadi prioritas program pemerintah.

Menurut Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati, Jumat (3/3), di Jakarta, riset yang didanai lewat Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat akan dipetakan status teknologinya. Pemetaan itu berdasarkan tingkat kesiapan teknologi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Reformulasi skema litbang itu untuk meningkatkan pencapaian indikator hasil riset, meliputi jumlah publikasi, kekayaan intelektual atau paten, dan prototipe industri. “Menurut indikator itu, bisa diketahui tahapan hilirisasi hasil riset di industri dan komersialisasi di masyarakat. Itu untuk mendorong perekonomian bangsa,” ujarnya.

Pedoman Indikator Capaian Tingkat Kesiapterapan Teknologi mengacu pada Peraturan Menristek Dikti Nomor 42 Tahun 2016 tentang Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapterapan Teknologi.

Selain itu, skema desentralisasi riset ditetapkan untuk memberi kewenangan lebih besar pada perguruan tinggi dalam pengelolaan riset. Skema itu juga bertujuan meningkatkan daya saing perguruan tinggi dan meningkatkan angka partisipasi dosen dalam kegiatan riset.

Untuk itu, riset yang diusulkan harus berbasis rencana induk penelitian atau rencana strategis penelitian di tiap perguruan tinggi. Ada sejumlah kategori dalam skema desentralisasi, yakni penelitian dasar unggulan perguruan tinggi (PDUPT), penelitian terapan unggulan perguruan tinggi (PTUPT), dan penelitian pengembangan unggulan perguruan tinggi (PPUPT).

Adapun pengelolaan riset untuk isu strategis diwadahi dalam skema kompetitif nasional. Skema itu untuk mendukung kebijakan nasional sehingga tema risetnya mengacu pada RIRN.

Skema kompetitif nasional itu, antara lain, adalah penelitian berbasis kompetensi (PBK), penelitian kerja sama luar negeri (KLN), dan penelitian strategis nasional (PSN). Skema itu dijabarkan di panduan pelaksanaan riset dan pengabdian masyarakat di perguruan tinggi Edisi XI Tahun 2017. Pelaksanaannya berbasis standar biaya keluaran umum.

Pendanaan riset
Kebijakan baru yang diterapkan Kemristek dan Dikti adalah pendanaan riset berbasis hasil penelitian. “Selama ini, riset berbasis aktivitas. Pola pendanaan itu dikeluhkan banyak peneliti di perguruan tinggi karena sistem pertanggungjawaban keuangannya sulit,” kata Menristek dan Dikti Mohammad Nasir, Rabu (1/3).

Oleh karena itu, Nasir meminta agar Menteri Keuangan mengubah pendanaan riset dari semula berbasis aktivitas menjadi berbasis hasil. Jadi, biaya riset yang dikeluarkan harus ditunjukkan peneliti melalui hasil penelitian dan dampaknya bagi masyarakat. Itu mendorong riset berorientasi pada inovasi dan invensi. “Kami mendorong kebijakan ini. Sebab, banyak perguruan tinggi menghasilkan invensi dan inovasi yang baik,” ujarnya. (YUN)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Maret 2017, di halaman 14 dengan judul “Skema Baru Penerapan Riset Ditetapkan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB