Sains dan Politik Iklim

- Editor

Rabu, 11 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ribuan publikasi ilmiah menjelaskan bukti pemanasan global, menguatnya laju perubahan fisik sistem iklim, dan dampak memburuk bagi kehidupan. Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCO), digawangi para ilmuwan dunia, menerbitkan dua laporan dampak perubahan iklim di darat dan laut yang mengancam sumber pangan.

Menjelang Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC-COP25) di Madrid, Spanyol, Kelompok Penasihat Sains bagi KTT Aksi Iklim PBB 2019 menyusun sintesis ilmiah. Itu menampilkan temuan ilmiah bahwa iklim berubah, bahkan darurat iklim.

Konsensus ilmuwan ini merekomendasikan agar semua negara memenuhi komitmen nasional menekan emisi sesuai Kesepakatan Paris 2015. Ilmuwan menyerukan pemerintah menaikkan target penurunan emisi karena target saat ini tak cukup menekan laju pemanasan global di bawah 1,5 derajat celsius. Dengan tren saat ini, suhu bisa naik 3 derajat celsius sehingga dampaknya bagi kehidupan amat besar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, perwakilan berbagai negara mengedepankan ego dan kepentingan ekonomi politik dibandingkan kesadaran mengatasi masalah bersama. Sebelum perundingan dimulai, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik komitmen pada Perjanjian Paris. Akibatnya, COP25 yang jadi momen kunci aksi menekan emisi dibayangi kegagalan sejak awal.

Sikap Trump menjadi puncak pengingkarannya pada perubahan iklim. Di balik penyangkalan pada fakta sains ini, ada kepentingan ekonomi politik, terutama dari pelaku industri yang diuntungkan ekstraksi bahan bakar fosil. Menurut Laporan InfluenceMap, tiap tahun lima perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia membelanjakan sekitar 200 juta dollar AS untuk melobi dan menunda kebijakan penurunan emisi.

Luiz Marguez, profesor filsafat dari State University of Campinas, Selasa (10/12/2019), menyebut, kapitalisme memicu runtuhnya lingkungan. Ekonomi berbasis pertumbuhan menempatkan alam dieksploitasi guna mengakumulasi kapital. Pemanasan global mulai terjadi saat Revolusi Industri, anak kandung sistem kapitalisme.

Kapitalisme menyesuaikan diri. Negosiasi iklim mengarah pada perdagangan karbon dengan konsep kapitalisme hijau. Pemerintah mesti memakai instrumen kebijakan berbasis pasar, seperti pajak karbon, demi mengatasi soal lingkungan.

Dalam COP25, perdagangan karbon jadi tumpuan meski mekanismenya belum jelas. Tak ada tanda tiap negara akan memacu target penurunan emisi. Dana dari negara maju bagi negara berkembang untuk adaptasi dan mitigasi jauh dari realisasinya. Banyak pihak pesimistis dengan perundingan ini.Perdagangan karbon tak menjamin dukungan pada kelompok paling rentan terdampak perubahan iklim. Indonesia rentan terdampak perubahan iklim tetapi juga pengemisi terbesar.

Meski demikian, menurut Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Alue Dohong, Indonesia belum terpikir meningkatkan target penurunan emisi.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan, kita punya dana dan teknologi mengatasi perubahan iklim, kecuali kemauan politik para pemimpin negara. Krisis iklim tak bisa diatasi jika mengabaikan keadilan dan hak semua orang bertahan hidup di Bumi.– Ahmad Arif

Sumber: Kompas, 11 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB