Dalam satu grup diskusi terbatas di WA, muncul ide mendesain kurikulum khusus. Sebab, perubahan kurikulum yang terjadi lebih menghadirkan kecemasan daripada kepastian. Lalu, di mana sebenarnya letak solusi kegalauan atas pendidikan kita?
Selama ini ada asumsi, semakin mengikuti metode yang diterapkan negara terkemuka dalam pendidikan, kualitas pendidikan kita akan terdongkrak. Kita pun menoleh ke Finlandia, Singapura, dan Amerika. Kurikulum IB (International Baccalaureate) atau Cambridge tak lupa dilirik. Yang terlupakan, rancang bangun kurikulum mestinya disusun sejalan dengan kemauan otak. Artinya, esensi otak mestinya jadi titik berangkat. Dari sana bisa digagas sesuai konteks kita dengan mengutamakan nilai yang sudah berakar dalam budaya kita.
Otak, benda putih dan abu- abu dengan berat 1,75 kilogram itu, dulunya dianggap tidak terstruktur dan tidak berkarakter. Namun, setelah diteliti lebih jauh dengan mikroskop (terutama mikroskop elektron), disibak bahwa ada jutaan sel kecil yang disebut neuron di otak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selanjutnya sel saraf itu selalu berkembang, terlihat adanya jumlah sel yang sangat berbeda saat seorang bayi lahir dan langsung bertambah secara menakjubkan pada umur tiga bulan dan 15 bulan. Tak hanya itu. Dalam proses memahami, sistem neuron bergerak menyatu. Berdasarkan temuan pada laboratorium Max Planck dinyatakan bahwa sel kecil yang menakjubkan ini punya kecerdasan yang betul-betul mandiri.
Dengan ratusan tangan kecilnya, seperti amuba, sel otak mengembang dan menciut. Dengan peka dan terfokus, dia meraih setiap atom yang ada dalam ruang semesta barunya, mencari hubungan.
Jelasnya, sel otak kita beroperasi dengan membentuk kaitan yang sangat kompleks dengan puluhan ribu ”tetangga” dan ”teman”-nya. Kaitan-kaitan ini terutama dibuat ketika cabang utama atau akson membuat ribuan hubungan dengan tombol kecil pada ribuan cabang dari ribuan sel otak lainnya.
Kemampuan dahsyat otak pada sisi lain akan berkembang maksimal kalau dimungkinkan oleh empat hal, yakni oksigen, nutrisi, kasih sayang, dan informasi. Sel otak akan saling berkaitan tidak saja mengandung pengertian, tetapi bahkan menemukan terobosan dan penemuan menakjubkan. Proses itu terjadi apabila otak mengalami proses sirkulasi oksigen yang menyegarkan sel saraf. Semakin kegiatan pembelajaran mengakomodasi gerak, sirkulasi oksigen lancar yang memungkinkan kesegaran otak.
Kebutuhan pertumbuhan sel otak juga sangat dimungkinkan oleh nutrisi yang cukup dan bergizi. Asupan yang cukup akan mendorong tumbuhnya sel saraf baru dan regenerasi sel. Saat yang sama, informasi yang diperoleh melalui bacaan atau pendengaran serta ditemukan dalam komunikasi menjadi hal yang sanga dibutuhkan otak. Singkatnya, substansi yang rumit mengandaikan asupan informasi yang menggerakkan sel saraf membentuk kreasi baru.
Tak kalah penting, proses pedagogis harus dilaksanakan dalam lingkup kasih sayang. Pendidikan tak mesti dikuasai oleh ketakutan akibat adanya hukuman. Model pendidikan yang mengandalkan kekerasan kelihatan efektif untuk sementara, tetapi selanjutnya menjadi trauma psikologis.
Kreativitas mengajar
Adopsi kurikulum luar ke konteks kita sebenarnya membenarkan bahwa secara konsep (written curriculum) hampir telah terjadi kesepakatan para pedagog. Ada standar kompetensi yang sudah diakui dan berlaku secara universal di sejumlah negara, hal mana juga terlukis dalam kurikulum kita.
Nyatanya, penerapan itu gagal, ditunjukkan lewat ujian. Konsep sama yang secara sukses diterapkan di negara lain, dalam konteks kita tetap jadi kendala. Hasil ujian seperti Programme in International Student Assessment (PISA) masih terus menempatkan kita di ekor.
Kendala itu mestinya dengan mudah ditemukan akar masalahnya pada metode pedagogis atau ”taught curriculum”. Di sini yang mestinya sudah lama terdeteksi adalah pada kompetensi guru yang diikuti usaha menghasilkan guru berkualitas. Pada level yang paling dasar adalah bagaimana memampukan guru agar bisa menjembatani penerapan konsep cemerlang melalui metode mengajar kreatif yang bukan jiplakan dari negara mana pun, tetapi harus temuan dan praktik kreatifnya.
Hal ini mestinya menjadi masukan agar kepada guru disebarkan virus literasi yang memampukan mereka untuk memahami ilmu pengetahuan dan teknologi melalui praksis literasi. Saat yang sama juga secara psiko-pedagogis memampukan diri untuk memahami realitas siswa yang sangat dikedepankan dalam proses belajar-mengajar.
Yang terutama, guru kompeten akan memusatkan proses penemuan kreativitas mengajar dalam irama otak. Sel otak yang bergerak membentuk kesatuan yang menghasilkan pengertian serta proses belajar dengan mengikuti otak melalui penerapan mind mapping, pemetaan pikiran, merupakan kesadaran yang selalu melekat dalam benak guru.
Itu berarti upaya guru merumuskan rencana proses pembelajaran (RPP) dengan mind map atau membiasakan siswa memahami pelajaran dengan peta pikiran adalah praksis yang mestinya dianggap biasa dalam pembelajaran.
Pemahaman itu akhirnya berujung pada penerapan pembelajaran menyenangkan yang dikombinasikan dengan gerak. Siswa merasa nyaman di sekolah karena selalu disajikan permainan yang mendidik dan mengajar melalui permainan. Mereka akan selalu kangen pada sekolah karena di sana sungguh menjadi taman bagi siswa untuk bermain.
Proses kreatif itu—kalau dijalankan secara konsekuen— akan terbukti dalam ujian. Kita akan menjadi yang terdepan karena secara konsep telah dipahami dengan baik oleh guru dan secara gemilang menerapkan dalam metode kreatif yang menyenangkan. Di sanalah rahasia pembaruan yang selama ini nyaris tidak mendapatkan perhatian dalam pergantian kurikulum kita.
ROBERT BALA, Guru SMP Tunas Indonesia, Bintaro; Alumnus Universidad Pontificia de Salamanca, Spanyol
Sumber: Kompas, 15 Januari 2018