promosi doktor; Malu dan Kebersalahan Berpotensi Redam Korupsi

- Editor

Jumat, 11 Juli 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Budaya malu dan kebersalahan berpotensi dikembangkan dan didayagunakan sebagai sarana menghambat, meredam, meminimalisasi, dan mengatasi korupsi. Melalui budaya malu dan kebersalahan, secara umum dapat ditakar kadar tanggung jawab sosial elite politik atas perilaku korup mereka.

Demikian salah satu gagasan yang disampaikan Satrio Arismunandar saat mempertahankan disertasinya dengan judul ”Perilaku Korupsi Elite Politik di Indonesia dan Tanggung Jawab Sosialnya”, Kamis (10/7), di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Dalam promosi doktor ini, Satrio mendapatkan yudisium sangat memuaskan.

Menurut Satrio, korupsi menjadi masalah akut ketika sudah melembaga dalam masyarakat, menyusup ke dalam sistem nilai, menjadi ”norma” dan bagian dari budaya serta masuk ke dalam ranah perilaku.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Di negara kita korupsi sekian lama dibiarkan sehingga orang tidak lagi punya rasa malu dan bersalah saat ketahuan korupsi. Kita perlu menerapkan strategi kebudayaan, yaitu bagaimana budaya malu dan kebersalahan dihidupkan lagi, didayagunakan, dan dikembangkan agar efektif mengatasi korupsi,” ujar Satrio, yang sehari-hari sebagai dosen di sejumlah perguruan tinggi.

Satrio mengusulkan pendayagunaan budaya lewat pendidikan, khususnya dengan penerapan kurikulum anti korupsi.

Menanggapi disertasinya, salah satu penguji, Dr Budiarto Danujaya, bertanya apakah korupsi di Indonesia bisa diberantas dengan cara legal struktural seperti penerapan hukuman penggal kepala bagi koruptor di Tiongkok. Menurut Satrio, untuk mengatasinya perlu ada penggabungan antara aspek legal struktural dan pemberdayaan kebudayaan. (ABK)

Sumber: Kompas, 11 Juli 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB