Bencana nuklir pada reaktor Fukushima Daiichi, Jepang, tak menyurutkan rencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia. Tingginya kebutuhan energi nasional menjadi alasan utamanya.
”Kalau tidak ada kasus Fukushima, tahun 2020 pembangunan (PLTN) sudah dimulai. Undang-undang tentang nuklir juga mengamanatkan demikian,” kata anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Tumiran, di sela-sela seminar ”Pembelajaran dari Kecelakaan Fukushima Daiichi dan Program PLTN di Indonesia”, Senin (28/3).
Rencana pembangunan PLTN akan jalan terus. ”Sikap DEN belum final soal nuklir. Kami masih menunggu Presiden selaku Ketua DEN. Tapi, kami usulkan jalan. Ada sumber energi dan teknologi yang bisa digunakan,” kata Tumiran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Deputi Pengembangan Teknologi Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Adiwardojo juga optimistis PLTN tetap akan dibangun di Indonesia. Dari sisi teknologi, sudah siap.
Menurut dia, nuklir masih merupakan solusi terbaik memenuhi kebutuhan energi nasional.
Guru Besar Nuklir dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Zaki Su’ud mengatakan, reaktor Fukushima Daiichi adalah jenis lama yang waktu operasinya hampir habis. Sementara reaktor jenis baru terbukti tak bermasalah. Reaktor generasi terbaru dinilai jauh lebih aman.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman mengatakan, dari sisi perundang-undangan, institusinya siap mengawal pembangunan PLTN. Namun, belajar dari Fukushima, ia mengingatkan agar pemilihan tapak (lokasi) harus benar-benar diperhatikan.
Di tempat yang sama, Ketua Masyarakat Antinuklir Indonesia Dian Abraham menyatakan, kasus Fukushima Daiichi seharusnya membuat Pemerintah Indonesia berpikir ulang membangun PLTN. Infrastruktur perundangan dinilai belum siap.
Ia juga menilai, Bapeten sebagai pengawas tidak independen. Pada beberapa kesempatan, mereka justru turut mempromosikan PLTN. ”Generasi terbaru reaktor nuklir yang aman itu hanya janji-janji,” katanya. (AIK)
Sumber: Kompas, 29 Maret 2011