Penapisan dan penelusuran mereka yang pernah berinteraksi dengan pasien penyakit yang disebabkan virus korona baru atau Covid-19 mesti diperkuat. Hal itu membutuhkan kolaborasi lintas sektor.
Jumlah kasus yang terkonfirmasi positif terinfeksi Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Upaya penapisan serta pelacakan kasus harus semakin diperkuat di masyarakat. Namun, tanpa kolaborasi dari lintas sektor hal itu sulit dilakukan.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan di Jakarta, Rabu (11/3/2020) mengatakan, pelacakan kasus terkait penularan Covid-19 harus dilakukan secara cepat dan tepat. Untuk itu, kolaborasi sangat diperlukan untuk mendukung upaya tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dalam penanganan penularan penyakit (Covid-19) ini saya melihat ada kegagapan dari pemerintah, termasuk dari pemerintah pusat ke daerah. Barangkali SOP (standar operasional prosedur) harus lebih jelas dengan prokotol penanganan yang jelas juga sehingga bisa dipahami oleh seluruh pihak yang terlibat,” katanya.
Ia mengatakan, pelacakan kasus terkait Covid-19 juga harus diperluas. Pemeriksaan spesimen harus lebih banyak dilakukan terutama pada orang yang masuk dalam kelompok kontak erat dengan pasien positif terinfeksi Covid-19.
Selama ini, pemeriksaan hanya dilakukan pada kontak dekat yang menunjukkan gejala ataupun tanda. Sementara, orang yang terinfeksi bisa hanya menunjukan gejala yang minim, bahkan tidak bergejala.
Di lain sisi, tambah Ede, karantina bagi orang yang berisiko terinfeksi belum optimal. Orang yang berisiko tersebut antara lain, orang yang melakukan kontak dengan pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 atau orang yang baru saja tiba dari negara yang ditemukan kasus Covid-19.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dalam keterangan pers, menyampaikan perlunya kerja sama lintas sektor untuk mengendalikan penyebaran covid-19. Sebab, penyakit tersebut menjadi ancaman serius bagi ketahanan kesehatan dunia serta ancaman pada sektor ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Mengingat situasi covid-19 saat ini, fokus dunia tentang keamanan kesehatan harus berubah. Konsep tiap negara yang mencoba membatasi diri tidak efektif, sudah saatnya bagi kita untuk bekerja sama menghadapi wabah ini,” katanya.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyampaikan, persiapan Indonesia menghadapi penularan Covid-19 sudah diperkuat sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kondisi ini sebagai darurat global. Penapisan di pintu masuk negara dipastikan berjalan dengan optimal, terutama di wilayah dengan perjalanan langsung dari China.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Juru Bicara Penanganan Korona Achmad Yurianto memberikan keterangan di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, terkait perkembangan kasus korona di Indonesia dan dunia, Rabu (11/3/2020). Achmad Yurianto menyampaikan bahwa seorang pasien positif terjangkit virus korona di Indonesia meninggal dunia pada Rabu dini hari, 11 Maret 2020, sekitar pukul 02.00 WIB. Dia menjelaskan pasien berusia 53 tahun itu saat masuk ke ruang isolasi, sudah mengidap penyakit berat yakni diabetes, sakit paru, hipertensi dan obstruksi pernafasan.
Selain itu, kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan ditambah, mulai dari sumber daya manusia sampai ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. “Kesadarana komunitas juga kita bangun karena tidak mungkin masalah ini diselesaikan tanpa peran komunitas. Pengalaman banyak negara, masalah penanganan terjadi karena terlambat merespons komunitasnya,” ujarnya.
Terkait pasien pada kasus 25 yang dilaporkan meninggal dunia, Achmad mengatakan, pasien tersebut sebelum tiba di Indonesia diketahui memiliki riwayat perjalanan dari Qatar. “Dia transit di Qatar. BegItu masuk Indonesia langsung masuk ke rumah sakit. Jadi dari bandara langsung ke rumah sakit. Diketahui ada penyakit penyerta, yakni diabetes, hipertensi, paru obstruktif, dan hipertiroid,” ucapnya.
Oleh DEONISIA ARLINTA
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 12 Maret 2020