Pengembangan Energi Terbarukan Dorong Investasi

- Editor

Rabu, 1 Agustus 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pengembangan kapasitas pembangkit energi terbarukan di Indonesia tertinggal dibanding negara Myanmar, Thailand, Malaysia, dan China. Bila pemenuhan kebutuhan listrik tanah air terus menggantungkan pada fosil, iklim investasi perusahaan internasional akan melambat, bahkan pindah ke negara tetangga.

Hal itu disebabkan perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan komitmen hanya akan menggunakan sumber energi – termasuk listrik – dari sumber energi terbarukan. Sejumlah perusahaan ternama tersebut berada di Indonesia.

“Mendorong energi terbarukan bukan sekadar (alasan) perubahan iklim tapi yang mau beli maunya itu,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Selasa (31/7/2018) di Jakarta, usai peluncuran Indonesia Clean Energy Forum (ICEF).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia menunjukkan perbandingan perkembangan kapasitas pembangkit energi terbarukan berbagai negara pada periode 2007-2017. Myanmar dan China mengalami perkembangan tertinggi yaitu hampir 15 persen. Indonesia terendah kedua (hampir 5 persen) setelah Filipina (2 persen).

PRESENTASI IESR/FABBY TUMIWA–Perkembangan kapasitas pembangkit energi terbarukan pada sejumlah negara pada periode 2007-2017.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Hadirin dan pengurus Forum Energi Bersih Indonesia, Selasa (31/7/2018) di Jakarta, berfoto bersama di sela-sela peluncuran forum tersebut. Forum Energi Bersih Indonesia (Indonesia Clean Energy Forum/ICEF) ini diharapkan dapat mendorong Indonesia untuk mencapai pemenuhan target bauran energi terbarukan 23 persen pada 2025 dan 25 persen pada 2030.

Fabby lalu mencontohkan Microsoft yang berkantor di Singapura membeli 60 megawatt listrik dari tenaga surya atap negara tersebut. Di negara Merlion itu, terdapat sekitar 130 mw energi listrik dari tenaga surya, jauh lebih tinggi dari Indonesia.

Ia mendorong Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dengan memenuhi target 23 persen bauran energi terbarukan pada 2025 dan 25 persen pada 2030 sesuai Rencana Umum Energi Nasional. Hal ini membutuhkan keseriusan dan kebersamaan karena kondisi energi terbarukan baru 9 gigawatt dari target 45 gigawatt tersebut.

PRESENTASI IESR/FABBY TUMIWA–Sumber-sumber energi terbarukan yang telah dimanfaatkan Indonesia.

Fabby menunjukkan pelajaran kesuksesan India dan Jerman mengejar bauran energi terbarukan karena dilakukan allout. Ia mengatakan pemerintah menelurkan paket kebijakan terkait dorongan keeekonomian, instrumen pendanaan, instrumen pajak karbon, hingga akses grid (agar terbuka).

Pendanaan
Saat ditemui seusai peluncuran ICEF, Hidayat Amir, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengatakan, saat ini muncul gagasan membentuk pendanaan bagi energi terbarukan. Ini mencontek badan layanan umum sawit bagi pengembangan bauran energi 20 persen biodiesel.

Pihaknya siap berkontribusi menghitung konsekuensi dari kebijakan yang mendorong penggunaan energi terbarukan. “Kami yakin energi terbarukan masa depan energi dan potensi kita,” kata dia.

Sementara itu, dalam diskusi tentang Potensi Pendanaan dalam Renewable Energy Mendukung Low Carbon Development Plan dalam acara ICCTF Day di Bappenas, penasihat senior Yayasan Kehati Muhammad Senang Sembiring menegaskan perlunya redefinisi soal cost (harga). Menurut dia, harga listrik di daerah terpencil dengan kota besar tidak bisa disamakan.

Sembiring menegaskan, “Jangan ada subsidi karena yang dibutuhkan adalah distribution of cost yang fair. Harga saat ini belum setara. Jangan selalu perhitungannya untung rugi.”

Tantangan membangun pembangkit listrik di Indonesia, menurut Kepala Subbdirektorat Pengawasan Pembangunan Infrastruktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Mustaba Ari, tantangan membangun infrastruktur energi terbarukan karena wilayah Indonesia berupa kepulauan dan tersebar. Hal yang dibutuhkan adalah, pembiayaan jangka panjang dengan bunga rendah. “Meski tren EBT menurun, namun masih dianggap itu mahal.”

Akibat subsidi, harga listrik jadi amat murah. Menurut Hans Farnhammer, Konselor Utama Ketua Kerjasama dari Uni Eropa, harga listrik di Filipina dua kali lipat harga di Indonesia bahkan di Eropa harga listrik tiga kali lipat harga di Indonesia. “Perlu perubahan sistem, dari sentralisasi menjadi desentralisasi dengan banyak produser listrik kecil-kecil. Ini butuh perubahan mentalitas sepenuhnya. Kita bisa menjadi bagian dari sistem,” ungkapnya.–ICHWAN SUSANTO DAN BRIGITTA ISWORO LAKSMI

Sumber: Kompas, 1 Agustus 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB