Pemerintah akan mengirimkan 2.000 perangkat pemeriksaan cepat ke banyak daerah. Namun, pemerintah masih membutuhkan satu juta alat lagi untuk mempercepat deteksi mereka yang terinfeksi virus korona baru.
Seiring dengan terus meningkatnya jumlah kasus infeksi virus korona (corona) baru yang memicu penyakit Covid-19, pemerintah segera melaksanakan pemeriksaan cepat (rapid test). Saat ini, ada 2.000 peralatan tes cepat yang akan dikirim ke daerah. Namun, pemerintah masih membutuhkan setidaknya satu juta peralatan lagi.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (20/3/2020), menjelaskan, terjadi peningkatan kasus positif Covid-19 di Indonesia dari 309 kasus menjadi 369 penderita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun jumlah pasien yang meninggal juga meningkat dari 25 orang menjadi 32 orang atau bertambah tujuh kasus. Sementara pasien yang sembuh menjadi 17 orang dari sebelumnya 16 orang atau bertambah satu orang.
Pemeriksaan massal, lanjut Yurianto, dilakukan dengan hanya mengambil sampel darah. Tidak seperti uji molekular, pemeriksaan itu bisa memberikan hasil hanya dalam dua menit. Meski berbeda sensitivitasnya, pemeriksaan cepat itu sudah dilakukan di banyak negara. ”Tujuannya hanya menemukan yang positif, uji selanjutnya tetap akan dilakukan,” katanya.
Yurianto menambahkan, pihaknya membutuhkan sedikitnya satu juta peralatan tes cepat. Hal itu disebabkan pemerintah memperkirakan jumlah orang yang berisiko terinfeksi virus korona baru yang menyebabkan Covid-19 akan mencapai 500.000-700.000 orang.
Menurut rencana, tidak semua orang akan diperiksa, tetapi hanya orang dengan risiko yang tinggi yang akan diperiksa. Jika positif, pemeriksaan akan dilakukan melalui pemeriksaan swab. ”Lalu, kami akan melihat lagi selama 14 hari sebelumnya yang bersangkutan itu ke mana saja,” ungkap Yuri.
Imunitas
Sampai kini, jumlah pasien yang sembuh baru 17 orang atau bertambah satu orang dari sehari sebelumnya 16 orang. Yurianto mengatakan, sejumlah pasien dari Indonesia yang dinyatakan sembuh juga tidak menjalani pengobatan yang spesifik. Pengobatan Covid-19 hanya meningkatkan imunitas tubuh.
”Makanya kita tidak harus menunggu obat atau vaksin. Secara global, lebih banyak yang sembuh daripada yang meninggal akibat penyakit ini,” kata Yurianto.
Hal itu dipertegas oleh sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasojo. Menurut dia, terdapat tiga hal yang saat ini harus dilakukan bersama-sama, yakni membuat pertahanan diri, pertahanan sosial, dan pertahanan kelembagaan.
Dalam pertahanan kelembagaan, tiap kelompok, perusahaan, dan lembaga lain melindungi karyawan dengan melakukan gerakan bersih-bersih kantor dan gerakan lain.
Menurut Imam, pertahanan diri merupakan upaya mandiri untuk memperkuat tubuhnya sendiri. ”Virus ini tidak bekerja efektif kalau kita mempertahankan diri dengan badan sehat. Upaya menjaga kesehatan diri itu harus kita lakukan,” katanya.
Sementara itu, pertahanan sosial merupakan upaya menjaga diri untuk keluar dari barisan kerumunan. ”Barisnya memang menjauhi kerumunan, tetapi itu berbaris untuk melawan Covid-19,” ungkap Imam.
Oleh DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 20 Maret 2020