Mengapa kita harus kuliah?

- Editor

Selasa, 19 September 2000

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

1. IFTITAH
“Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat melintasinya, melainkan dengan kekuatan” Al Qur’an, Ar Rahman (55): 33

Allah ciptakan bermiliar galaksi dalam sangkar semesta yang maha luas. Bermiliar anggota.jagad raya berjalan pada lintasannya, disaput nebula yang ternanam. Bintanggemintan dengan beragam paralaks dan magnitudo, planet-planet yang tak pernah alpa meniti orbitnya sendiri. Komet-komet yang menampakkan diri malu-malu, meteor-meteor yang tak bosannya berusaha menembus selaput atmosfir. Semua berada dalam keseimbangan yang menakjubkan.

Akankah kita membiarkan mereka membisu, menggenggam rahasia Allah hamparkan bumi untuk kita dan berjuta nikmat menghiasinya, sehingga kit dapat hidup dan berjalan diatasnya; meniti hari, mengayun langkah, menata kata dan makna dalam benak kita berproses menuju hakikat. Bagaimana menjalaninya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Membaca alam. membaca manusia, mengeja alif-ba-ta zaman, bagaimana kita melakukannya? Allahu Akbar! Subhanallah!

Semesta begitu luas tak terbatas. Allahu Akbar ! Subhanallah ! Manusia begitu unik hakiketnya. Untuk membacanya, diperlukan ilmu yang setara luas dan dalamnya.

Dimana kita mendapatkannya?
Enam tahun di SD. Tiap han, dengan deragam putih merah kita mengeja alif-ba-ta, belajar mengenal makna, lewat Ibu Budi dan buku kecil berhitung Matematika. Tiga tahun di SMP berpakaian putih-biru kita setiap harinya, juga mengeja alif-ba-ta dunia, belajar menangkap lamat-lamat bahasa semesta. Dan belumlah begitu Lama korps abu-abu kita tinggalkan. Tiga tahun pula kits disana, mengartikulasikan lewat kata dan aksara. Dua belas tahun sudah kita mengeja alif-ba-ta. Cukuplah sudah ilmu kita untuk membaca segenap tanda-tanda kebesaran Allah ?

Tentu saja belum. saudaraku. Masih banyak yang harus dipelajari agar segala yang kita dapatkan di SLTA itu menjadi cukup berarti dalam meretas kehidupan, mengarungi dunia. Sangat banyak yang harus ditambahkan, sebelum dengan fisika dan kimia kita dapat membuat pewasat tempur, reaktor nuklir atau membangun labaoratorium di antariksa. Masih terlalu banyak ceceran yang harus dilengkpai sebelum kita mampu menyayat kulit dan otot manusia untuk memperbaiki organ tubuh yang bekerja menyalahi aturan atau mencangkokkan organ-organ setara artifisial.

Begitu luas ilmu yang harus disingkap sebelum kita dapat menata produksi, pasar, transaksi, bursa saham, mata uang, perbankan, dan kehidupan ekonomi manusia, mewuudkan kesejahteraan masyarakat dan pribadi di atas bumi Allah ini.

Maka Perguruan Tinggi menjadi anak tangga kehidupan berikutnya sesudah SLTA kita tinggalkan berikut segala atributnya. Namun tolong diingat, Perguruan Tinggi bukan sekedar jenjang lanjutan dari pendidikan SLTA. Dan kuliah tidak sekedar bermakna menmggalkan seragam abu-abu untuk kemudian menggantinya dengan berbagai seragam berbeda corak. Banyak pernik-pernik yang perlu diketahui dan difahami sebelum kita menggelutinya agar-keringat tak menetes percuma dan dana tak mengalir sia-sia.

2. MENGAPA KITA HARUS KULIAH
Belajar di Perguruan Tinggi berbeda corak secara signitifikan dengan belajar di tahap pendidikan sebelumnya. Pada pendidikan SD sampai SLTA para peserta didik diminta menerima dan menyerap informasi yang disajikan kepadanya dengan daya kritis alakadarnya. Bahkan cukup banyak guru yang tidak begitu suka jika ada siswanya yang sering bertanya mengapa. Jadi tidak berlebihan kiranya jika dikatakn bahwa ketika menjadi siswa kita hanya diminta menjadi recorder yang mampu sedikit melakukan interpretasi.

Bisa juga kita analogikan SLTA, khususnya SMA sebagai supermarket yang menawarkan begitu banyak pilihan. tetapi semua serba alakadarnya. Supermarket menjual obat-obatan tapi tidak ada obat special untuk penyakit ginjal. misalnya. Di sana dijual pula beragam pakaian tapi tentunya bukan adibusana karja perancang kelas dunia.

Demikianlah kita di SMA: mendapat sekian banyak mata pelajarart, namun tidak mendalam sehingga belum cukup melatih menjadi modal untuk menemukan atau menghasilkan sesuatu yang baru. Perguruan Tinggi melatih para mahasiswanya untuk menemukan pengetahuan, walaupun kemungkinan besar hal itu merupakan pengetahuan yang sudah ditemukan orang sebelumnya. Maka proses eksperimen yang senantiasa dibuka dengan pertanvaan mengapa semestinva menjadi menu sehari-hari para mahasiswa. Dengan kata lain. ketika berhadapan dengan fenomena apapun. what tidaklah sepenting wht’ atau how.

Artinya ? Memutuskan menjadi mahasiswa berarti siap dengan rasa ingin tahu yang tak pernah surut tentang cabang i1mu yang dipilih untuk digeluti. Tanpa curiosity yang memadai. masa perkuliahan vang panjang hanya sarat dengan rasa bosan dan tersiksa, yang sangat boleh Jadi akan cukup kuat untuk memaksa kita meninggalkan bangku kuliah tanpa upacara wisuda.

Di sisi lain, masih banyak mantan SMA yang berfikir bahwa masa kuliah adalah masa indah, santai dan menyenangkarL masa yang bebas, sarat dengan dinamika dan gejolak yang membangkitkan semangat. Mungkin benar, jika bebas disini diartikan bebas dari keharusan menggunakan seragam sekolah, atau bebas memilih mata kuliah yang ingin didahulukan. Indah dan menvenangkan? Mungkin juga, jika indeks prestasi selalu baik dan nilai A selalu bertengger di transkrip nilai kita. Dinamika, gejolak dan semangat? Bolehlah disebut demikian jika demonstrasi mahasiswa yang marak akhir-akhir ini dianggap cerminan dunia Perguruan Tinggi menuntut kesediaan berkorban yang jauh lebih besar dan banyak dari kita. Kuliah membutuhkan kucuran dana yang lebih dibandingkan dengan tahap pendidikan sebelumnya. Kuliah juga menghendaki kita nienggunakan lebih banyak waktu dntuk menekuni pelajaran, tentunya dengan mengurangi alokasi waktu untuk bersantai atau tidur. Karenanya, aksioma bahwa tidur yang baik harus 8 jam per hari mestinya ditinjau kembali. Dan kuliah juga berarti kerelaan untuk bergaul akrab dengan buku-buku berbahasa asing yang tebalnya cukup menciutkan nyali, sekaligus mengundang rasa kantuk. Dan jangan lupa, bahwa kits akan menghadapi itu semua bukan untuk satu atau dua tahun. Paling tidak lima tahun !

Jadi, kita memerlukan motivasi yang cukup besar untuk menaklukkan semua hambatan itu dan survive hingga menyelesaikan masa pendidikan. Dan motivasi itu akan kita miliki jika kita punya alasan yang cukup kuat untuk kuliah. Karena itu, sebelum memutuskan untuk kuliah, sebuah pertanyaan harus segera dijawab.

Pertanyaan itu adalah Mengapa saya harus kuliah?
Jika kita tidak berhasil menemukan jawaban yang masuk akal dan kita yakini kebenarannya dari pertanyaan tersebut, mungkm sebaiknya jangan paksa diri kits untuk kuliah. Tentunya kita semua mafbum bagaimana rasanya mengeriakan suatu pekeriaan yang tidak kita ketahui mengapa harus dikerjakan. Temukan segera jawaban dan bangunlah motivasi denga jawaban itu. Dengan demikian, insya Allah masa perkuliahan yang akan datang tidak terasa sebagai tumpukan beban dan kungkungan kesulitan, melainkan lahan perjuangan dalam rangka meretas jalan mewujudkan harapan atau citacita.

Ditinjau dari dimensi pribadi, mungkin kita bertekad untuk kuliah demi meraih kehidupan masa depan yang lebih terjamin. paling tidak dari sisi prestise dan finansial. Dan alasan ini, insya Allah sah-sah saja adanya.

Jika setelah lulus SMA kita langsung memasuki dunia kerja, maka tidak terialu banyak pilihan yang tersedia. Suka atau tidak kits akan terperangkap di dalam kategori tenaga operasional dari struktur raksasa dunia kerja yang rigid. Kemanapun kita berpaling, make alternatif yang terbuka tidak akan jauh-jauh dari pramuniaga, resepsionis, office boy, satpam dan sejumlah profesi sejenis. Bukan maksud kita menilai mulia atau tidaknya manusia dari profesi yang ditekuninya, namun paling tidak kalau pekerjaan-pekerjaan seperti itu yang, kita ambil maka kita akan terperangkap dalam stratifikasi sosial yang menghambat gerak dan dinamika hidup kita.

Ada pula dimensi yang lebih leas yang mesih diperhatikan: kepentingan ummat Islam Dengan modal hampir satu setengah miliar pemeluk, hamparan bumi yang subur dan kungkugan perut bumi yang begitu kaya. dipandu dengan konstitusi abadi dan universal yang mutlak benarnya : Al-Qur’an dan As Sunnah, umat ini tidak juga mampu memenuhi mutu kehidupan yang Allah canangkan: Khairu Ummah, The Best Comunity. Bahkan sebaiknya, kungkungan kemiskinan, kemelaratan, keterbelakangan, setia ketidak berdayaan kultural dan politik masih setia melingkupi proporsi yang besar dari umat ini sampai sekarang. Mengapa demikian ? Banyai hal bisa diklaim sebagai sebab, sebanyak itu pula yang bisa dituding sebagai kambing hitam. Tapi adalah keniscayaan bahwa semua itu berpangkal pads kualitas manusia, kualitas umat, yang sangat memprihatinkan. Dengan tingkat pendidikan rata-rata yang masih rendah, musykil bagi kita untuk menguasai teknologi canggih yang mampu mengangkap harkat dan martabat umat menjadi subyek peradaban dan kemanusiaan. Dan tinggallah umat Islam, yang menjajah. negara-negara dunia ketiga, menjadi konsumen ampas peradaban dunia barat.

Dalam situasi seperti ini kits mesti muncul sebagai generasi baru umat yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, yang di bawah naungan Al Qur’an dan As Sunnah mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi itu untuk mendobrak sekat-sekat kemiskinan, keterbelakangan, dan ketakberdayaan dan pada akhirnya menempatkan umat ini pada barisan terdepan pembaharuan peradaban, sebagaimana tints emas sejarah sudah mencatat kejayaan dan kemuliaan para pendahulu kita sebelumnya. Dan Perguruan Tinggi menjadi bagian yang penting dalam meretas jalan kearah itu.

diambil dari Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Belajar Nurul ‘ilmi

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Menyusuri Jejak Kampus UGM Tjabang Magelang
67 Gelar Sarjana Berbagai Jurusan Kuliah di Indonesia, Titel Punya Kamu Ada?
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:11 WIB

Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB