Menabung di Bank Antibodi

- Editor

Sabtu, 2 Februari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Andaikan terpaksa 70 persen populasi Indonesia harus divaksinasi agar masalah pandemi segera berlalu atau karena vaksinnya sudah telanjur dibeli, penduduk yang telah divaksin sangat diharapkan dapat menyumbang plasma.

Presiden Jokowi pada 16 Desember 2020 mengumumkan, vaksin korona untuk masyarakat Indonesia gratis. Ini kabar yang sangat menggembirakan, negara hadir untuk rakyat. Untuk membuat rakyat sehat, berapa pun biaya bukan masalah bagi negara.

Penghitungan kasar, jika penduduk Indonesia sekira 274 juta orang—dengan 70 persennya (sekira 192 juta orang) harus divaksinasi untuk mencapai kekebalan komunitas—hitungannya adalah sebagai berikut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dengan harga vaksin sekitar 30 dollar AS per dosis (kurs Rp 14.000/dollar AS) dan setiap orang divaksinasi dua kali, sedikitnya perlu Rp 161 triliun dana APBN untuk mengatasi pandemi. Apakah ini akan menimbulkan krisis ekonomi? Seharusnya tidak. Lalu, bagaimana caranya?

Dalam huruf kanji China, kata krisis disusun oleh kata bahaya dan kata peluang. Ini dapat dimaknai bahwa setiap ada kesulitan/bencana selalu disertai dengan kemudahan, kesempatan, dan kebaikan.

Wabah Covid-19 jangan hanya dilihat dari sisi bencana kesehatan, tetapi juga dari sisi peluang ekonomi. Jika negara akan menggelontorkan dana untuk vaksin agar rakyat menjadi kebal terhadap Covid-19, sebagai timbal balik rakyat sepantasnya mendonasikan kekebalannya untuk negara. Donasi dalam bentuk apa? Yaitu donor antibodi anti-SARS-CoV-2 yang disimpan dan dikelola dalam ”bank”. Imunoglobulin (IGG).

Pada sistem kekebalan adaptif, antibodi dalam bentuk imunoglobulin G (IGG) merupakan zat kekebalan yang diproduksi tubuh manusia untuk merespons serangan patogen ganas. Sekali seorang pasien selamat, tubuhnya punya memori untuk melawan patogen tersebut selamanya.

Seorang penyintas Covid-19 memiliki plasma yang mengandung antibodi anti-SARS- CoV-2 kadar tinggi (plasma pulih, convalescent plasma). Antibodi anti-SARS-CoV-2 itu bekerja untuk krofaga. Itu sebabnya, plasma pulih dapat digunakan untuk bahan terapi plasma dalam mengatasi Covid-19.

Perlu pemurnian IGG
Untuk menjadikan IGG anti-SARS-CoV-2 menjadi bahan aktif terapi plasma, menggunakan plasma pulih secara langsung seperti pada terapi Covid-19, saat ini berisiko. Zat pengotor/kontaminan dalam plasma pulih dapat mengundang penyakit ikutan baru.

Oleh karena itu, IGG dari plasma pulih harus diolah dan dimurnikan terlebih dahulu sampai tingkat kemurnian IVIG (intravenous immunoglobulin G) sebelum diaplikasikan dalam terapi plasma. Sebagai contoh, terapi plasma penderita HIV parah memakai IVIG murni.

IVIG anti-SARS-CoV-2 murni jauh lebih aman untuk terapi Covid-19 daripada plasma pulih langsung. IVIG anti-SARS-CoV-2 dapat diaplikasikan pada pasien apa pun tanpa melihat ras, golongan darah, jenis kelamin, dan umur.

IVIG anti-SARS-CoV-2 murni juga dapat digunakan sebagai bahan aktif tes usap antigen cepat. IVIG anti-SARS-CoV-2 murni dalam bentuk kristal dapat disimpan jangka panjang.

Peluang ekonomi
Untuk mengatasi pandemi Covid-19, orang sehat divaksinasi agar tubuh menghasilkan antibodi anti-SARS-CoV-2 untuk melawan virus korona.

Orang yang telah divaksin berpotensi sebagai sumber donor plasma untuk membuat IVIG anti-SARS-CoV-2. Rata-rata dalam satu liter plasma terkandung 10 gram IGG. Orang yang telah divaksin dapat mendonasikan setengah liter plasmanya setiap dua minggu sekali.

Andaikan keberadaan produksi antibodi dapat bertahan sampai tiga bulan, setiap orang yang divaksin dapat menyumbang 2,5 liter plasma (setara dengan 25 gram IGG).

Untuk terapi plasma, dosis IGG untuk setiap tindakan medis 2 gram. Jika untuk terapi plasma rata-rata diperlukan tiga kali dosis tindakan, sumbangan plasma dari satu orang yang telah divaksin dapat digunakan untuk mengobati sekira empat pasien Covid-19.

Apa makna data angka di atas? Untuk mencapai angka kekebalan komunitas, jumlah orang yang divaksin tidak perlu mencapai 70 persen populasi, tetapi cukup 14 persen saja (sekira 38 juta orang). Artinya, dana APBN untuk vaksinasi dapat diefisienkan menjadi Rp 32,2 triliun sehingga sisanya dapat dipakai untuk biaya pemulihan ekonomi atau pembangunan.

Andaikan terpaksa 70 persen populasi Indonesia harus divaksinasi agar masalah pandemi segera berlalu atau karena vaksinnya sudah telanjur dibeli, penduduk yang telah divaksin sangat diharapkan dapat menyumbang plasma untuk membuat IVIG anti-SARS-CoV-2.

Artinya, kalau ini terjadi, secara teoretis Indonesia akan punya bank antibodi anti-SARS-CoV-2. Total aset IVIG 2,4 miliar dosis tindakan untuk mengobati 767 juta orang melalui terapi plasma.

Ini merupakan upaya pemikiran mengubah suatu bencana menjadi peluang. Bank antibodi anti-SARS-CoV-2 tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk dunia. Kita boleh mengimpor vaksin, tetapi kita juga bisa mengekspor antibodi anti-SARS-CoV-2 ke negara lain.

(Zeily Nurachman, Guru Biokimia FMIPA-ITB)

Editor: YOHANES KRISNAWAN

Sumber: Kompas, 26 Desember 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:13 WIB

Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom

Rabu, 23 Maret 2022 - 08:48 WIB

Gelar Sarjana

Minggu, 13 Maret 2022 - 17:24 WIB

Gelombang Radio

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB