Ketika duduk di bangku sekolah dasar di Yogyakarta, Ahmad Agus Setiawan terpesona oleh kisah yang dituturkan gurunya. Ia bercerita tentang sosok ilmuwan yang mampu menerangi daerah-daerah di Indonesia yang masih gelap. Bertahun-tahun kemudian, ternyata Agus menjelma sebagai sosok ilmuwan seperti yang diceritakan gurunya.
”Cerita guru SD saya, Pak Sumardi, yang penuh semangat, saya ingat betul. Dia bilang, ’Indonesia itu negara kepulauan. Siapa yang bisa menyatukan kalau bukan ilmuwan’,” ujar laki-laki usia 44 tahun yang biasa disapa Agus itu.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Ahmad Agus Setiawan, peneliti sistem dan perencanaan energi terbarukan, 30 Juli 2019, di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia melanjutkan ceritanya. Saat itu, sang guru menunjuk ke arah puncak Gunung Merapi. Puncak itu tampak jelas karena siang hari terang, tetapi tak akan tampak di malam yang gelap. Sang guru yakin suatu ketika akan muncul ilmuwan hebat Indonesia yang mengubah gelap menjadi terang. ”Saya pikir hebat betul ilmuwan itu, ya,” kenang Agus yang mengagumi ilmuwan sekaligus presiden ke-3 Indonesia, BJ Habibie.
Cerita sang guru melekat kuat dalam ingatan Agus. Ia bermimpi menjadi ilmuwan dan mati-matian mengejar impian itu. Hasilnya, ia benar-benar menjadi ilmuwan yang membawa terang ke daerah-daerah yang masih gelap di Indonesia. Ia membuat sejumlah riset berbasis energi terbarukan. Hasilnya telah diaplikasi di sejumlah desa dan daerah terpencil di Indonesia serta daerah yang terdampak bencana. Ia juga gigih mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk lebih serius menggunakan energi terbarukan.
Berkat kerja kerasnya, Agus kini menjadi salah seorang ahli di bidang sistem dan perencanaan energi terbarukan di Indonesia. Keahliannya diakui di tingkat nasional dan internasional. April 2019, misalnya, ia ditunjuk sebagai Kepala Laboratorium Energi Terbarukan di Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Ia diundang sebagai panelis ahli di bidang energi dalam debat calon presiden pada Pemilu Presiden 2019. Selain itu, bersama 16 ilmuwan muda negara-negara ASEAN, ia menerima ASEAN Science and Technology Fellowship tahun 2018.
”Di sini kami diharapkan bisa mendorong para pembuat kebijakan untuk menggunakan lebih banyak pendekatan berbasis sains dalam pembuatan kebijakan dan keputusan,” kata Agus yang pernah menerima Habibie Award 2014 dan Australian Alumni Award 2011 for Sustainable Economic and Social Development.
Tenaga surya
Agus mengaplikasikan energi terbarukan lewat sistem pompa air tenaga surya. Aplikasi ini dari hasil riset untuk disertasi ketika menjadi mahasiswa tingkat doktoral di Curtin University, Australia. Agus merancang dan mengembangkan pembangkit hibrida mini-grid dan sistem pasokan air, sebuah sistem baru yang menggunakan sumber energi terbarukan melalui penerapan voltase dan inverter yang dikendalikan arus.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Ahmad Agus Setiawan, salah seorang ahli sistem dan perencanaan energi terbarukan yang dimiliki Indonesia. Hasil risetnya telah digunakan di beberapa daerah yang belum terjangkau layanan listrik.
Riset skala laboratoriumnya ini diujicobakan bersama mahasiswa UGM yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (Kamase) Teknik Fisika yang dibimbing Agus untuk diaplikasikan di Desa Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Hasilnya, tim ini memenangi Gold Winner dalam kompetisi Mondialogo Engineering Award 2007.
Kompetisi yang digelar UNESCO dan Daimler ini mencari aplikasi teknologi dari mahasiswa teknik yang mensyaratkan kerja sama dari negara maju dan berkembang untuk mengatasi isu pembangunan berkelanjutan yang masuk MDGs.
Setelah meraih gelar doktor, pada 2009 Agus secara penuh mengaplikasikan sistem solar water pumping lewat program Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) UGM yang dibimbingnya. Masalah kekurangan air dan listrik di desa dan daerah terpencil dapat diatasi dengan teknologi ini, dengan memanfaatkan tenaga surya. Program tersebut dilirik Kementerian Riset dan Teknologi untuk diterapkan di daerah lain, seperti Nusa Tenggara Barat, Jambi, Jember, dan Pulau Marampit yang merupakan perbatasan Filipina-Indonesia.
Dosen UGM ini mampu membuktikan bahwa energi terbarukan, khususnya tenaga surya, bisa jadi jawaban untuk mengatasi tantangan energi di Indonesia yang sampai sekarang masih mengandalkan energi berbahan fosil. Ia mengkritik penggunaan energi fosil yang masih disubsidi, sementara energi terbarukan masih belum. Padahal, pada 2025 target penggunaan energi terbarukan mencapai 23 persen.
Agus optimistis energi terbarukan bisa terus berkembang di Indonesia. Sebagai ilmuwan, ia menyumbangkan pemikiran lewat riset energi terbarukan yang lebih maju, seperti hybrid solar system, smart grid (microgrid), dan modular solar/photovoltaic power system. Ia juga terlibat sebagai konsultan untuk kebijakan penerapan energi terbarukan di tingkat pusat dan daerah.
Agus mengaku masih punya cita-cita untuk melanjutkan penelitian ke beberapa pusat unggulan teknologi energi terbarukan di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan negara-negara Eropa lainnya. Ia terus mengingat mimpinya untuk menerangi Indonesia lewat teknologi energi terbarukan.
Ahmad Agus Setiawan
Lahir: Yogyakarta, 16 Agustus 1975
Pendidikan:
S-1 Teknik Elektro UGM (1999)
S-2 Bidang Teknologi Energi Terbarukan di Departemen Teknologi Energi, KTH-The Royal Institute of Technology, Swedia (2002)
S-3 Sistem Energi Terbarukan di Department of Electrical & Computer Engineering di Curtin University, Australia (2009)
Pekerjaan:
Kepala Laboratorium Energi Terbarukan di Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika pada Fakultas Teknik UGM (2019-sekarang)
Pembina Unit Kegiatan Mahasiswa di UGM: Unit Penalaran Ilmiah Interdisipliner
Penghargaan:
Professional Achievement Award Science & Engineering pada Curtin University Alumni Achievement Award 2018
US-ASEAN Science & Technology Fellow, USAID and ASEAN Foundation, 2018
Australian Alumni Award for Sustainable Economic and Social Development in 2011
Habibie Award 2014 in Engineering, The Habibie Center, 2014
PII Engineering Award 2010 ADHICIPTA PRATAMA dari Persatuan Insinyur Indonesia
ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 11 September 2019