Kutub “Menjawab”

- Editor

Rabu, 2 September 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Selain dua samudra, Pasifik dan Atlantik, dua kutub yang dilapisi “es abadi”, selatan dan utara, juga merupakan kunci penting untuk memprediksi apa yang bakal terjadi pada entitas planet Bumi: satu-satunya tempat tinggal manusia.

Ketika perubahan iklim dan pemanasan global sudah tak menjadi perdebatan, para peneliti semakin bergairah menyingkap rahasia yang tersimpan rapat di kutub. Tak banyak yang tahu, kutub utara dan selatan memiliki karakter berbeda.

Penelitian intensif dilakukan di wilayah Arktik, kutub utara, oleh Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional AS (NOAA). Arktik berupa daratan amat luas, sekitar 14 juta kilometer persegi, lautan tertutup es, dikelilingi daratan tak berpohon, dan beku. Di wilayah yang beku itu hidup sejumlah spesies, mulai dari mamalia darat dan laut, ikan, hingga organisme yang hidup di dalam es, burung-burung, dan manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Demikian pentingnya peran kutub, termasuk lapisan permafrost-bagian batuan dasar yang membeku, NOAA menetapkan tahun kutub internasional atau International Polar Year (IPY) yang awalnya terinspirasi Karl Weyprecht. Pada kurun waktu IPY itulah dilakukan penelitian besar-besaran dan komprehensif di tingkat global pada wilayah kutub (baca: Arktik). Kolaborasi dibangun antarnegara dan antarinstitusi.

antartikaHingga sekarang, dalam rentang 200 tahun terakhir, sudah berlangsung empat kali IPY. Pertama, berlangsung pada 1881-1884, berturut-turut IPY-2 pada 1932-1933, IPY-3 pada 1957-1958, dan IPY-4 pada 2007-2008.

Pada IPY ketiga, yang juga jadi tahun geofisika internasional (IGY), negara yang terlibat mencapai 67 negara, terbanyak dari semua IPY, karena melibatkan penelitian di luar wilayah Arktik.

Peneliti-peneliti dari berbagai disiplin ilmu bekerja sama untuk memahami dan menyingkap peran kutub terhadap pola iklim dan cuaca global. Bukan hanya ilmu-ilmu kebumian yang terlibat. Semakin disadari pentingnya keterlibatan ilmuwan dari berbagai keilmuan. Mulai dari para pakar kebumian, keanekaragaman hayati, ahli iklim, ahli kimia dan fisika atmosfer, dan pakar ilmu-ilmu sosial. Semuanya terlibat.

Semakin intensifnya penelitian di wilayah kutub memberikan pemahaman baru. Terbukti bahwa saat ini terjadi percepatan pelelehan lapisan es di kutub. Berdasarkan data Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA), sejak 1970 permukaan es di Arktik berkurang 12 persen per dekade. Adapun National Snow and Ice Data Center (NSIDC) mengungkapkan, Mei 2014, luas permukaan es di Bumi berada pada titik terendah.

Pada masa sebelumnya, para ahli berpegang pada fakta bahwa zaman es beberapa kali terjadi dalam rentang 650.000 tahun terakhir-ada sekitar tujuh kali zaman es (Kompas, 16/5/2012). Zaman Es mencapai puncaknya 21.000 tahun lalu-disebut last glacial maximum. Zaman es berakhir sekitar 12.000 tahun lalu. Periode dingin dan panas dipengaruhi siklus Milankovitch-saat kutub mendekat dan menjauh dari matahari-yang disebabkan sumbu Bumi “bergoyang” (wobble, seperti gasing kehilangan daya putar).

Para peneliti dari University of Texas, Austin, AS, menemukan, peningkatan pelelehan es di Greenland dan hilangnya lapisan es mengakibatkan kutub utara bergeser seperti dikutip dari Nature ( www.scientificamerican.com, 14/5/2012). Tahun 1982-2005, kutub bergeser ke timur laut, sekitar 6 sentimeter. Tahun 2005 bergeser ke timur, 21 sentimeter per tahun.

Sementara itu, pelelehan es di kutub akan berdampak luas dan multibidang: dampak ekologis, ekonomis, dan geopolitis. Dampak nyata bisa berupa bencana, seperti pola iklim semakin tak terkenali dan migrasi massal akibat kenaikan permukaan laut yang menciutkan wilayah daratan di satu sisi. Di sisi lain, justru membuka wilayah daratan di kutub yang rentan pada eksplorasi yang merusak ekosistem.

Meningkatnya pemahaman akan peran penting kutub pada pola iklim dan cuaca global memperluas tujuan penelitian. Tak hanya memonitor, para ahli kini terus mencoba memahami dan melindungi daerah kutub. Ya, Arktik telah “menjawab”.–BRIGITTA ISWORO LAKSMI
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 September 2015, di halaman 14 dengan judul “Kutub “Menjawab””.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB