Jawa Terendam Sudah Diprediksi

- Editor

Jumat, 24 Januari 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Daerah Berorientasi Mengeksploitasi Sumber Daya Alam

Bencana hidrometeorologis banjir, rob, dan tanah longsor di banyak daerah yang merendam sebagian wilayah Jawa saat ini sebenarnya sudah diperkirakan. Alih fungsi lahan dan kepadatan penduduk membuat daya dukung dan daya tampung lingkungan Jawa terlampaui.
”Kerusakan lingkungan nyata. Tetapi, pemerintah pusat dan daerah tidak peka melindungi dari industri ekstraktif dan keserakahan manusia,” kata Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), di Jakarta, Kamis (23/1). Ia dan tim pernah menganalisis daya dukung Pulau Jawa berdasarkan data resmi berbagai lembaga.

Sementara itu, Deputi Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Imam Hendargo Abu Ismoyo mengatakan, bencana ekologis ini momen pertobatan ekologis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Ini murni kesalahan dan kelalaian manusia, termasuk pengambil keputusan. Jangan salahkan hujan kalau banjir atau longsor,” ujarnya.

Sepekan ini, Jawa terendam, menimbulkan kerugian puluhan triliun rupiah. Di Jakarta saja, kerugian banjir mencapai Rp 9,8 triliun (2002), Rp 8,8 triliun (2007), dan Rp 7,5 triliun (2013). Sementara kerusakan infrastruktur jalan raya sangat besar, yang membentang dari pantai utara Jawa di Banten, Jakarta, hingga Jawa Timur. Kerusakan jalan juga terjadi di Manado dan Madura.

Meskipun bencana berulang di tempat yang hampir sama, kesiapan pemerintah dipertanyakan. Seolah tak belajar dari pengalaman. ”Kalau tidak ada perubahan penanganan, bencana bisa lebih parah,” kata Imam.

Rekomendasi mandek
Longsor Desa MenawanHariadi Kartodihardjo mengatakan, banjir dan longsor di Pulau Jawa sudah terprediksi lama. Dari Kajian Daya Dukung dan Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Kementerian Koordinator Perekonomian yang dilakukan melalui olah data 2000-2008, merekomendasikan banyak hal.

Rekomendasi itu, di antaranya, menjadi dasar pembuatan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang dibuat pertama untuk Tata Ruang Pulau Jawa.

”Saat itu, Kementerian Pekerjaan Umum welcome dan memperbaiki pasal-pasal dalam Perpres Tata Ruang Pulau Jawa,” ujarnya.

Namun, ketika diterjemahkan dalam penyusunan tata ruang provinsi dan kabupaten serta detail tata ruang, kata Hariadi, substansi pertimbangan lingkungan tidak diperhatikan. Padahal, secara formal, pertimbangan-pertimbangan itu sudah tertulis.

Pada saat menyusun kajian itu, tim menemukan 278 peraturan daerah yang 118 di antaranya masih berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam. Upaya penyeimbang melalui pemulihan lingkungan, seperti penghijauan atau penanaman kembali, dinilai hanya sukses di perkotaan.

”Tutupan di Jawa ini meningkat, tetapi di daerah perkotaan melalui reboisasi atau gerakan menanam pohon. Di lahan kritis dan daerah aliran sungai banyak yang tidak tersentuh,” ujarnya.

Padahal, justru di lahan-lahan kritis itulah yang membutuhkan pemulihan. Banjir, banjir bandang, dan tanah longsor banyak dipicu kerusakan daerah hulu dan daerah aliran sungai. (ICH)

Sumber: Kompas, 24 Januari 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Berita Terbaru

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB