Ide Romo Mangun Masih Relevan

- Editor

Kamis, 2 Februari 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Generasi Muda Perlu Lebih Mengenal Karyanya
Berbagai gagasan YB Mangunwijaya, lebih akrab dengan panggilan Romo Mangun, masih relevan hingga saat ini. Generasi muda perlu mengenal dan membaca berbagai karya dan gagasan Romo Mangun di bidang arsitektur, penataan kota, dan kebudayaan.

Demikian terungkap dalam Diskusi Forum Mangunwijaya yang ke-12 di Hotel Santika Yogyakarta, Sabtu (11/2). Dalam forum yang diselenggaran harian Kompas, Dinamika Edukasi Dasar (DED) Yogyakarta, dan Yayasan Abisatya, ini, hadir para pakar yang sempat berhubungan dengan Romo Mangun, baik secara langsung maupun tak langsung.

Para pakar tersebut mengakui Romo Mangun sebagai seorang rohaniwan dan budayawan yang gigih memperjuangkan hak kaum marjinal. Ia mengembangkan potensi dan talentanya secara maksimal untuk kepentingan banyak orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Peneliti senior Lembaga Pers dan Pembangunan, Ignatius Haryanto, yang menjadi salah satu pembicara, menilai gagasan dan pemikiran Romo Mangun masih relevan di era kini. Pemikirannya perlu terus dikembangkan dan disebarkan.

“Anak muda saat ini harus mengenal siapa itu Romo Mangun, membaca karya-karya yang pernah dibuatnya, dan mengapresiasi serta mempertimbangkan apa yang disampaikannya untuk menjawab tantangan zaman,” ujarnya.

Setelah belasan tahun berkarya sebagai arsitek, Romo Mangun berjuang menentang penggusuran warga Kali Code, Yogyakarta, dan Kedung Ombo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, melalui pendekatan arsitektur.

“Perjuangannya membela rakyat tertindas akibat penggusuran menjadi hal yang menarik kala Romo Mangun menggunakan pendekatan intelektual,” ujar Guru Besar yang juga Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Faruk.

Memanusiakan manusia
Dengan berbaur dan memberi teladan, dia berhasil mengubah mentalitas membuang sampah sembarangan masyarakat bantaran kali. “Dia mengamati dan memahami perilaku masyarakat Kali Code, kemudian memberi teladan lewat lisan dan tindakan bagaimana merawat lingkungan,” kata Faruk.

Arsitek dan Dosen Fakultas Teknik Universitas Duta Kristen Wacana Eko Prawoto mengatakan, bagi Romo Mangun, arsitektur adalah sarana untuk memanusiakan manusia. Arsitektur harus membuat manusia merasa merdeka, memiliki harga diri, serta merasa bangga dengan identitas yang mereka miliki.

“Keterlibatan Romo Mangun dalam revitalisasi kawasan Kali Code sangat vital. Rumah semipermanen yang tidak tertata, disulapnya jadi rumah yang terbuat dari gedek (anyaman bambu) dengan sekat bilik. Tujuannya untuk memanusiakan manusia,” ujarnya.

Romo Mangun bersama sejumlah LSM terlibat dalam membela petani di Kedung Ombo yang digusur karena proyek pembangunan waduk. Protes ini memicu gencarnya pemberitaan media massa dan bisa memaksa pemerintah memperbarui kebijakan ganti rugi kepada warga.

Aktivis pejuang hak asasi manusia, Maria Bernadette Damairia Pakpahan, menilai sejumlah potensi yang dimiliki Romo Mangun menjadi modal baginya dalam melakukan gerakan. Modal tersebut, antara lain, jaringan, sumber daya, dan mobilitas geografi sosial.

“Romo mengenal banyak pejabat tinggi. Sumber daya Romo berasal dari royalti karya tulis dan honor karya arsitektur. Kemudian Romo sudah keliling Indonesia bahkan mengunjungi berbagai belahan dunia. Inilah yang memberinya wawasan global dan membuat pemikirannya terbuka,” papar Damaria. (DIM)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Februari 2017, di halaman 12 dengan judul “Ide Romo Mangun Masih Relevan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

fiksi

Cerpen: Taman di Dalam Taman

Jumat, 18 Jul 2025 - 21:45 WIB

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB