Desain Harus Kuat 100 Tahun

- Editor

Kamis, 4 Februari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Polemik Kereta Cepat Dinilai Biasa
Kementerian Perhubungan meminta agar bangunan kereta api cepat harus kuat untuk 100 tahun. Selain itu, bangunan juga harus mampu bertahan apabila terjadi gempa. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengatakan, trase kereta cepat melewati daerah rawan gempa.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko mengatakan, hingga kini pembahasan mengenai kesepakatan konsesi kereta cepat Jakarta-Bandung belum selesai. Bahkan, dokumen yang ada harus diperbaiki, untuk menyesuaikan dengan temuan-temuan yang ada.

“Dari data teknis yang mereka berikan, ternyata ada beberapa yang signifikan. Misalnya, umur bangunan yang mereka bangun hanya 60 tahun. Kami minta agar umur bangunan mencapai 100 tahun. Kalau hanya 60 tahun, berarti hanya 10 tahun pemerintah bisa menggunakan karena lama konsesi 50 tahun,” kata Hermanto di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Rabu (3/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Selain usia bangunan, dalam data teknis juga dicantumkan bahwa jarak antara as rel hanya 4,6 meter. Untuk jarak 4,6 meter, kecepatan kereta yang bisa dipacu hanya 250 kilometer per jam. Untuk bisa berlari hingga 350 kilometer per jam sesuai dengan keinginan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), jarak antara as rel harus 5 meter.

“Jadi ada beberapa teknis yang harus diperbaiki. Itu termasuk penguatan struktur bangunan di daerah rawan gempa, seperti yang sudah disampaikan BMKG,” ujar Hermanto.

Berdasarkan surat dari BMKG diketahui, jalur kereta cepat akan melewati zona sesar atau patahan aktif. Sesar gempa itu terdapat di daratan dan juga di Samudra India. Apabila terjadi gempa, wilayah Jakarta dan Jawa Barat sudah beberapa kali terkena dampaknya.

“Kami juga minta agar dilengkapi sistem peringatan dini untuk mengurangi dampak buruk dari gempa bumi,” ujarnya.

Dengan sejumlah perubahan desain tersebut, Hermanto menegaskan, tidak akan berdampak pada penambahan waktu konsesi. “Mungkin saja perubahan desain ini atau perubahan-perubahan lain akan membuat KCIC harus mengeluarkan investasi lebih. Namun, hal ini tidak akan dikompensasikan pada penambahan waktu konsesi. Konsesi tetap berlaku 50 tahun sejak ditandatangani kontrak konsesi,” tutur Hermanto.

Polemik dinilai biasa
Pada Selasa lalu saat bertemu puluhan pegiat media sosial di Istana Negara, Jakarta, Selasa, Presiden Joko Widodo menyatakan, pemerintah tidak terpengaruh dengan polemik yang terjadi dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Pemerintah tetap akan meneruskan pengerjaan proyek tersebut sesuai dengan rencana awal. Polemik mengenai proyek itu dinilai biasa untuk proyek besar yang menyangkut kepentingan banyak pihak

Rudi Valinka, pemilik akun twitter @kurawa yang ikut dalam pertemuan itu, mengatakan, Presiden sadar proyek tersebut tidak membuat semua pihak nyaman. “Presiden memadankan proyek kereta cepat ini dengan proyek MRT, begitu banyak orang yang menentangnya. Akhirnya proyek MRT tertunda terlalu lama. Memulai dengan sebuah keberanian, itu yang susah, di sini fungsi pemerintah,” kata Rudi Valinka, setelah bertemu Presiden.

Di tengah kontroversi, pemerintah akan tetap melanjutkan proyek itu. Pemerintah berkepentingan membangun sarana transportasi umum yang memadai antara Jakarta dan Bandung. Proyek ini sekaligus menjadi percontohan untuk proyek serupa di rute yang berbeda. Proyek ini, kata Rudi, bukan persoalan untung rugi lagi. (NDY/HAR/ARN)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Februari 2016, di halaman 18 dengan judul “Desain Harus Kuat 100 Tahun”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB