Angin Tunda Peluncuran BRIsat untuk Ketiga Kali

- Editor

Minggu, 19 Juni 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peluncuran roket Ariane 5 dengan nomor peluncuran VA 230 yang membawa satelit EchoStar XVIII dan BRIsat kembali tertunda untuk ketiga kali. Penundaan peluncuran pada Jumat (17/6) petang waktu Guyana-Perancis atau Sabtu (18/6) subuh waktu Jakarta itu karena cuaca.

“Perilaku angin tak mendukung peluncuran,” kata Pemimpin Eksekutif Tertinggi Arianespace Stephane Israel saat mengumumkan penundaan peluncuran di depan undangan, termasuk jajaran direksi Bank Rakyat Indonesia di Auditorium Jupiter, Bandar Antariksa Guyana di Kourou, Guyana-Perancis, seperti dilaporkan wartawan Kompas, M Zaid Wahyudi, Jumat (17/6).

Direktur Proyek Satelit BRIsat, yang juga Senior Executive Vice President Strategi Teknologi Informasi dan Satelit, Hexana Tri Sasongko, mengatakan, kecepatan angin di atmosfer atas terlalu tinggi. Selain itu, pergerakan angin mengarah ke daratan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Dikhawatirkan membuat serpihan roket mengarah ke daratan, membahayakan penduduk,” katanya. Dengan demikian, penundaan Jumat itu yang ketiga selama misi peluncuran VA 230, yang salah satunya membawa satelit milik BRI, BRIsat. Penundaan yang pertama dan kedua pada 8 Juni dan 16 Juni terkendala teknik saat roket peluncur dibawa dari hanggar perakitan menuju landas peluncuran.

Peluncuran Jumat kemarin direncanakan pukul 17.30 waktu Guyana-Perancis. Hitung mundur peluncuran dilakukan sejak pukul 06.00. Namun, tujuh menit sebelum waktu peluncuran yang ditandai penyalaan bahan bakar kriogenik di roket utama, hitung mundur dihentikan. Parameter cuaca tidak mendukung.

Selanjutnya, tim Arianespace mengumumkan penundaan peluncuran 1 jam. Namun, 50 menit sejak hitung mundur dihentikan, peluncuran akhirnya diundur sehari. Parameter cuaca tak membaik. Padahal, semua paramater, termasuk indikator teknik, dinyatakan layak.

Target baru
Stephane mengatakan, waktu baru peluncuran Sabtu (18/6) petang waktu Guyana-Perancis atau Minggu (19/6) subuh waktu Jakarta. Jendela waktu peluncuran (launch window) masih sama seperti rencana Jumat, selama 70 menit pukul 17.30-18.40 waktu Guyana-Perancis.

Menurut Hexana, rentang waktu peluncuran yang selalu pukul 17.30-18.40 waktu Guyana-Perancis untuk menghindari paparan sinar Matahari terlalu besar. “Bisa merusak komponen satelit, khususnya panel surya, sumber daya satelit.”

Selain itu, ditentukan berdasarkan pertimbangan pengendalian satelit. Jika peluncuran dipaksakan pada malam hari, di atas pukul 18.40 waktu Guyana- Perancis, saat satelit dilepaskan dari roket di luar angkasa, panel surya tak akan cukup terpapar sinar Matahari. Padahal, itu mutlak menggerakkan satelit.

Terkait penundaan peluncuran roket bermuatan dengan alasan apa pun, baik teknik maupun cuaca, kata Hexana, adalah umum dan sering terjadi.

e378ade844e14604b4b283993a497a78Sabtu subuh, saat nonton bareng peluncuran BRIsat di Rumah Dinas Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, penundaan peluncuran itu hal biasa. “Lebih baik tertunda beberapa hari daripada gagal dan menunggu lebih lama lagi,” katanya. Penundaan juga demi mengamankan BRIsat yang kini bernilai Rp 3,375 triliun.

Satelit BRIsat diluncurkan untuk memperluas layanan ke daerah terpencil dan memaksimalkan digitalisasi ekonomi. “Kami harap meningkatkan mutu layanan pada nasabah. BRIsat juga menghemat pengeluaran pemanfaatan data satelit hingga sekitar Rp 200 miliar per tahun,” ujar Direktur Konsumer BRI Sis Apik Wijayanto di Jakarta.(C05/NDY)
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juni 2016, di halaman 5 dengan judul “Angin Tunda Peluncuran BRIsat untuk Ketiga Kali”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB