Tiga Spesies Tanaman Punah Tiap Tahun

- Editor

Minggu, 16 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tatapan Ikan Mata Besar - Seekor ikan merah atau ikan mata besar melongok kepada penyelam di sela-sela reruntuhan batang-batang karang yang rontok di titik selam Melissa Garden Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (8/12). Titik selam Melissa Garden atau orang lokal mengenal lokasi ini dengan Kowor ata Batu Hanyut, menjadi destinasi wisata bawah laut favorit di Raja Ampat. Keindahan aneka jenis karang dan ikan serta kejerenihan airnya menjadikannya hampir tiap hari dikunjungi banyak penikmat bawah air.
Bisa untuk tulisan Avontur.

Kompas/Ichwan Susanto (ICH)
08-12-2016

Bisa untuk tulisan Avontur

Tatapan Ikan Mata Besar - Seekor ikan merah atau ikan mata besar melongok kepada penyelam di sela-sela reruntuhan batang-batang karang yang rontok di titik selam Melissa Garden Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (8/12). Titik selam Melissa Garden atau orang lokal mengenal lokasi ini dengan Kowor ata Batu Hanyut, menjadi destinasi wisata bawah laut favorit di Raja Ampat. Keindahan aneka jenis karang dan ikan serta kejerenihan airnya menjadikannya hampir tiap hari dikunjungi banyak penikmat bawah air. Bisa untuk tulisan Avontur. Kompas/Ichwan Susanto (ICH) 08-12-2016 Bisa untuk tulisan Avontur

Spesies tanaman di Bumi merosot cepat dengan jumlah mencapai dua kali lipat lebih banyak dibandingkan kepunahan fauna. Setidaknya tiga spesies tanaman punah tiap tahun, laju kepunahan paling tinggi terutama terjadi pada pepohonan dan semak endemik di pulau-pulau kecil.

Kepunahan tanaman ini dipublikasikan peneliti dari Stockholm University Aelys M Humphreys dan tim di jurnal Nature Ecology & Evolution edisi 10 Juni 2019.

KOMPAS/NIKSON SINAGA–Sudaryono, petani, menebang tanaman non kehutanan, seperti sawit, di zona rehabilitasi Taman Nasional Gunung Leuser di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Kamis (6/9/2018). Melalui program perhutanan sosial skema mitra konservasi, warga menebang tanaman non kehutanan dari lahan 1.200 hektar dan menggantinya dengan tanaman hutan dan endemik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Data-data tersebut didapatkan setelah para peneliti ini menganalisis populasi lebih dari 330.000 tanaman yang mengandung biji-bijian di seluruh dunia. Mereka juga mengkaji jurnal dan database tanaman, termasuk yang ditulis oleh ahli botani perintis Carl Linnaeus untuk kemudian dibandingkan dengan Daftar Spesies Terancam Punah IUCN yang diperbarui secara berkala.

Para peneliti menemukan bahwa sekitar 1.300 spesies tanaman benih telah dinyatakan punah sejak 1753, namun sekitar setengah dari klaim tersebut akhirnya terbukti salah. Dalam 250 tahun terakhir, lebih dari 400 tanaman yang dianggap punah telah ditemukan kembali, dan 200 lainnya telah diklasifikasi ulang sebagai spesies hidup yang berbeda.

Kesimpulannya, sekitar 571 spesies dipastikan punah dalam 250 tahun terakhir. Secara proporsi, ada sekitar 18 hingga 26 spesies yang punah per juta spesies per tahun. Tanaman, yang punah tersebut meliputi sebagian besar pohon, bunga, hingga tanaman berbuah.

Tanaman yang telah punah di antaranya pohon cendana Chili di Pasifik Selatan, yang dieksploitasi karena kayunya yang harum. Terakhir kali tanaman ini terlihat di Robinson Crusoe Island pada tahun 1908.

Dalam penelitian ini juga ditemukan, pola kepunahan tanaman secara geografis menyerupai yang terjadi pada binatang. Spesies yang rentan punah, terutama tanaman endemis di pulau-pulau kecil yang tidak bisa ditemukan di tempat lain.

Seperti diberitakan Kompas(8 Mei 2019), panel ahli Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) di bawah koordinasi Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan, sekitar satu juta spesies flora dan fauna terancam punah. Laporan menyebutkan, terdapat 680 spesies hewan bertulang belakang (vertebrata) telah punah, termasuk kura-kura raksasa pinta dari Galapagos yang punah pada 2012.

Lebih dari 9 persen spesies dari semua jenis mamalia yang diternakkan untuk pangan dan pertanian punah pada 2016, dengan setidaknya 1.000 jenis lain terancam. Untuk spesies amfibi yang terancam punah 40 persen, terumbu karang dan mamalia laut 33 persen, burung 14 persen, dan serangga minimal 10 persen.

Wilayah kepulauan seperti Hawai termasuk yang rentan mengalami kepunahan spesies tanaman. Setidaknya 79 spesies tanaman di Hawai dilaporkan punah sejak 1900. Tempat-tempat lain dengan tingkat kepunahan yang sangat tinggi termasuk Provinsi Tanjung Afrika Selatan, pulau Mauritius, Australia, Brasil dan India.

Mengkhawatirkan
Menanggapi temuan ini, Jurriaan de Vos, seorang filogenetik di University of Basel di Swiss seperti ditulis Nature.com mengatakan, selain ancaman kepunahan, tanaman juga mengalami penurunan populasi dan tren ini juga sangat mengkhawatirkan. “Jika masih ada satu populasi tersisa mungkin tidak disebut punah. Tapi, itu tidak berarti semuanya baik-baik saja,” kata de Vos.

Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Puslit Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Joeni Rahayu, yang ditemui beberapa waktu lalu mengatakan, saat ini LIPI tengah memutakhirkan buku tentang keragaman hayati di Indonesia, termasuk di dalamnya tentang tanaman. LIPI telah membuat buku sejenis pada 2014. “Namun untuk data pasti berapa spesies flora dan fauna kita yang punah kita belum ada,” kata dia.

Guru Besar Biologi Konservasi Universitas Indonesia Jatna Supriatna mengatakan, sebagai negara kepulauan Indonesia menghadapi ancaman kepunahan spesies flora dan fauna yang sangat tinggi, sekalipun data-data pastinya sejauh ini belum ada. Kita memiliki keragaman hayati sangat tinggi, tetapi kerentanannya juga amat tinggi (Kompas, 8 Mei 2019).–AHMAD ARIF

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 15 Juni 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB