Sebuah lukisan terjangan gelombang laut yang keras tergantung di ruang kerja Mochtar Riady. Di lukisan itu tampak menara berdiri tegak di pantai. Ada jajaran ribuan buku di rak yang berada di salah satu sisi dinding ruangannya. Di ruang tamu juga tersusun rapi berbagai jenis buku, menandakan penghuni ruangannya seorang pelahap buku yang getol.
Pada papan yang berada di dinding lain tertulis agenda rapat yang membahas soal ekonomi digital. Isi ruangan itu sudah cukup menjelaskan sosok yang satu ini. Pagi itu, Mochtar Riady muncul sendirian di lobi Mochtar Riady Institute of Nanotechnology. Kami yang membuat janji untuk wawancara terkejut ketika pendiri dan Chairman Lippo Group, yang lahir 12 Mei 1929 atau baru merayakan usia 90 tahun, itu datang lebih awal dan dengan tegap melangkah ke arah saya. Kami lalu bersalaman dengan hangat.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI–Pendiri Kelompok Usaha Lippo Mochtar Riady
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Usianya tak membuat ia terlihat ringkih dan tua. Mochtar tetap bersemangat menjawab semua pertanyaan ketika kami mengobrol tentang kehidupannya. Beberapa kali diselingi canda yang mengundang tawa riang. Apalagi ketika ia berbicara ekonomi digital, umurnya tak menjadikan ia tertinggal berbagai isu digital dibandingkan generasi milenial sekalipun.
”Baca buku yang banyak,” katanya menjelaskan resep hidup yang membuat ia adaptif terhadap berbagai perubahan, khususnya perubahan terakhir, yaitu gelombang teknologi nano dan ekonomi digital. Ia menyebut suku bangsa yang hebat di dunia adalah mereka yang mempunyai kebiasaan membaca buku sehingga mampu mengubah dunia.
Membaca buku, terus belajar, dan mengikuti perkembangan ini yang dilakukan Mochtar untuk mendidik anak cucunya. Tak banyak perintah atau pesan kepada mereka. Prinsipnya, ia harus menjadi contoh bagi mereka dan juga karyawannya. Mereka akan ikut, termasuk ritual bangun pagi, datang ke tempat kerja lebih awal, serta pulang hingga pukul 19.00.
Mochtar pun menyebut beberapa penulis buku yang sangat memengaruhinya pada masa lalu, seperti Alvin Toffler, Peter Ferdinand Drucker, dan John Naisbitt. Buku-buku yang dibacanya telah membuatnya adaptif terhadap perubahan. Pebisnis harus mengikuti perkembangan zaman kalau ingin selamat. Ia pun menyebut sejumlah perusahaan di dunia yang tumbang karena tidak sensitif terhadap perubahan. Mereka masih menjalankan bisnis dengan cara-cara lama yang tidak lagi relevan.
”Hampir semua perubahan zaman dipengaruhi oleh teknologi. Pandai-pandailah melihat perubahan teknologi, perubahan politik, dan perubahan ekonomi,” ujarnya. Ia menuturkan, perubahan-perubahan besar umat manusia sepanjang masa didorong oleh penemuan teknologi. Belakangan, umur perubahan makin pendek. Dulu, perubahan membutuhkan ratusan tahun, tetapi kini sangat cepat dan hanya dalam bilangan bulan atau tahun perubahan mudah terjadi.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Mochtar Riady
Revolusi digital
Dalam hidupnya, Mochtar telah mengalami berbagai pergolakan yang menyebabkan perubahan, seperti Perang Dunia, Revolusi 1945, kemunculan Orde Baru tahun 1966, dan Reformasi 1998. Di samping itu, ia juga mengalami proses globalisasi, perubahan konstelasi politik global dengan kemunculan peran China, penggunaan teknologi nano, serta yang belakangan terjadi revolusi digital. Dalam setiap perubahan itu, ia selalu mempertanyakan kepada diri sendiri, di mana ia harus memosisikan diri di tengah perubahan itu?
”Ketika terjadi globalisasi, saya bertanya, apa itu globalisasi? Posisi kita di mana dalam globalisasi? Kita harus mengetahui isinya. Demikian pula dengan ekonomi digital, apa itu esensi ekonomi digital? Bagaimana kita memanfaatkan kemajuan teknologi digital? Ini yang penting,” katanya. Oleh karena itu, ia selalu berpikir positif terhadap semua perubahan itu. Ia melihat, meski kadang ada guncangan di setiap perubahan, bahkan Mochtar menyebut kemungkinan malah ada bencana, semua itu harus menjadi pemicu untuk maju.
Perubahan dengan guncangan akan mendobrak cara berpikir dan cara kerja lama. Ia mencontohkan, esensi ekonomi digital adalah ekonomi berbagi. Cara-cara lama sudah tak bisa dipertahankan lagi. Oleh karena itu, ia melihat bangun usaha koperasi sangat cocok dengan ekonomi berbagi. Untuk itulah, ia tengah memikirkan akses keuangan digital bagi penduduk desa untuk membantu pemerintah mengatasi masalah kemiskinan. Gelombang ekonomi digital harus bisa dimanfaatkan untuk membangun Tanah Air ini.
Jika ia memikirkan perkembangan ekonomi digital dan masalah kemiskinan, sesungguhnya ia berpikir untuk memberikan sesuatu kepada Tanah Air. Ia mengatakan masih berutang budi kepada Tanah Air. Setiap manusia berutang dari tanah dan air sehingga harus membalas budi bagi negeri ini. Prinsip ini pula yang ditanamkan kepada anak cucu karena setiap sel dalam tubuh sesungguhnya berasal dari tanah dan air.
”Tanah air Indonesia inilah yang membesarkan kita. Kita harus membalas budi. Tidak boleh lupa berbudi pada Tanah Air dan orangtua. Kita harus tahu setiap dari kita adalah sel. Kalau selnya kuat, bangsanya akan kuat. Selnya rusak, bangsanya akan rusak. Kita mesti mempunyai kewajiban agar menjaga setiap sel ini jujur dan baik,” katanya. Mungkin hal ini pula yang menjadikan Mochtar masih segar dan bugar pada usia sembilan dekade. Sel-selnya tetap terjaga dengan baik.
Ia tak banyak bercerita tentang resep-resep makanan dan olah fisik yang dijalaninya sehingga berumur panjang ketika ditanya tipsnya menjaga raga. Mochtar hanya mengatakan, ia selalu bersyukur dengan berbagai karunia hingga diberi 92 anak dan cucu yang meliputi empat generasi. Sebagian dari mereka sudah meraih cita-cita dan menjalankan bisnis.
”Semua ini pemberian Tuhan. Saya bersyukur. Kalau toh ada rahasia mengapa saya tetap sehat, kita jangan bermusuhan dan iri. Paling jahat itu adalah iri hati. Iri hati bisa membikin marah dan lain-lain. Cara menghilangkan iri hati, sadari saja, mengapa kita harus iri? Mereka baik sama kita, tidak ada salah, mengapa kita iri hati? Kita malah belajar dari dia. Di situlah hidup menjadi lebih lega,” tutur Mochtar.
Nama: Mochtar Riady
Lahir: Malang, 12 Mei 1929
Istri: Suryawati Lidya
Anak dan cucu: 92 orang
Pendidikan:
– Universitas Nanking
– Doktor kehormatan dari Golden Gate University, San Francisco
Pencapaian:
– Pernah menjadi Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia
– Mendirikan Lippo Group
– Mendirikan Mochtar Riady Institute of Nanotechnology untuk riset nanoteknologi di Indonesia
Oleh ANDREAS MARYOTO
Sumber: Kompas, 13 Mei 2019