Ujian Doktor; Pati Bengkuang dan Serat Eceng Gondok Dikembangkan Jadi Bioplastik

- Editor

Rabu, 9 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kombinasi pati bengkuang dengan serat eceng gondok dapat dikembangkan menjadi bioplastik yang bisa terurai lingkungan. Temuan ini dapat menjadi alternatif solusi problem sampah plastik yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia.

Penelitian itu dikembangkan Mochamad Asrofi yang mempertahankan disertasi berjudul ”Bionanokomposit dari Pati Bengkuang dan Serat Eceng Gondok untuk Aplikasi Kemasan Makanan” dalam ujian terbuka Program Doktor Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas, di Padang, Selasa (8/1/2019).

Asrofi merupakan mahasiswa penerima beasiswa program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA–Mochamad Asrofi menyampaikan disertasinya yang berjudul ”Bionanokomposit dari Pati Bengkuang dan Serat Eceng Gondok untuk Aplikasi Kemasan Makanan” kepada penguji di Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Selasa (8/1/2019). Asrofi merupakan mahasiswa penerima beasiswa program Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Dia menyelesaikan program tersebut sekitar tiga tahun.

Menurut Asrofi, negara seperti China, Indonesia, Filipina, dan Vietnam merupakan negara penghasil sampah plastik hingga 50 persen dari total sampah di laut. Pada 2015, Indonesia merupakan penghasil sampah plastik terbesar kedua setelah China dengan total sampah plastik 0,48-1,29 juta metrik ton per tahun.

”Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai masalah besar dalam hal plastik, terutama plastik konvensional yang tidak dapat terurai oleh lingkungan. Oleh karena itu, alternatif mengatasi masalah tersebut adalah mengganti plastik dengan bioplastik atau bahan yang mudah terurai oleh lingkungan,” tutur Asrofi.

KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA–Nelayan memunguti sampah yang tersangkut pada jala mereka di pantai Muara Lasak, kawasan Pantai Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Selasa (14/3/2017) pagi. Belakangan, tidak hanya mengotori laut, sampah juga mengotori kawasan pantai tersebut.

Asrofi menjelaskan, bioplastik adalah plastik yang terbuat dari polimer alam seperti selulosa, pati, dan sejenisnya. Bahan yang paling banyak digunakan dan memiliki potensi untuk membuat bioplastik adalah pati yang bisa didapatkan lewat ekstraksi tanaman. Salah satu sumber pati yang memiliki prospek menjanjikan adalah pati bengkuang.

”Pertimbangan pemilihan pati bengkuang adalah bahan ini sangat besar diproduksi, bukan tanaman musiman, dan kandungan amilosa (karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air)-nya tinggi,” kata Asrofi.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Padang, rata-rata jumlah produksi bengkuang di kota tersebut tahun 2011 hingga 2012 mencapai 191,5 kuintal per hektar dengan areal tanam seluas 130 hektar.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN–Buruh tani memanen bengkuang di lahan garapan di Desa Wates, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Selasa (24/6/2014). Bengkuang tersebut akan dipasok untuk bahan baku industri makanan olahan dan kosmetik di Sidoarjo dan Surabaya.

”Besarnya produksi bengkuang membuat prospek pemanfaatannya perlu dioptimalkan terutama bagian patinya. Pati bengkuang memiliki kandungan amilosa sekitar 30 persen yang dapat memberikan sifat kaku dan kuat jika dibentuk film bioplastik,” lanjut Asrofi.

Meskipun memiliki amilosa yang tinggi, salah satu kelemahan pati bengkuang adalah mudah menyerap air. Oleh karena itu, dalam penelitian yang mulai dilakukannya pada Agustus 2016 itu, Asrofi menambahkan material lain yang bersifat sama dengan pati, yakni serat selulosa.

Pilihan Asrofi kemudian jatuh pada eceng gondok karena memiliki kandungan selulosa 65-70 persen. Sebagai tumbuhan gulma, produksinya juga melimpah. Eceng gondok berfungsi sebagai penguat.

”Ada beberapa tahap yang saya lewati, yakni pertama membuat serat berukuran nano. Setelah itu membuat bioplastiknya dan menguji degradasi ke lingkungan,” kata Asrofi.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA–Alat berat membersihkan kolam retensi dan rumah pompa yang ditutupi tanaman eceng gondok di Kali Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (13/11/2015). Kolam retensi yang dilengkapi delapan pompa ini menjadi salah satu tumpuan Kota Semarang untuk mengurangi dampak banjir.

Selain tim pembimbing, yakni Prof Hairul Abral, Prof Anwar Kasim, dan Dr Adjar Pratoto, turut hadir dalam ujian tersebut tim penguji, yakni Prof Irfan Suliansyah, Prof Syukri Arief, Prof Novizar Nazir, Dr Alfi Asben, dan Prof Ali Ghufron, serta Wakil Dekan I Fakultas Pertanian Dr Irawati.

Dalam ujian tersebut, Asrofi dinyatakan lulus dengan pujian dan berhak menyandang gelar doktor bidang ilmu pertanian.

Dalam ujian, Asrofi memperlihatkan bioplastik yang telah dibuatnya lewat gambar, termasuk daya tahannya. Para penguji mengapresiasi hasil penelitian Asrofi.

”Potensinya besar untuk dikembangkan lebih jauh serta diproduksi dalam skala besar sehingga bisa bermanfaat untuk masyarakat,” ucap Syukri Arief.

Irfan Suliansyah yang juga Koordinator Program Studi Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas, menambahkan, saat ini negara-negara di dunia concern dengan sampah plastik. Penelitian Asrofi bisa menjadi salah satu alternatif untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA–Pemulung mencari sampah yang masih layak di antara berbagai jenis sampah yang mengotori sisi selatan kawasan Pantai Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Selasa (10/10/2017) pagi.

”Indonesia punya potensi yang besar karena bahan yang cukup luas dan banyak. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah bisa menangkap peluang dengan adanya hasil penelitian ini,” ucap Irfan.

Asrofi menyebutkan, sejauh ini, kualitas bioplastik dari pati bengkuang dan serat eceng gondok yang ditelitinya jauh lebih bagus daripada bioplastik dengan bahan lain, seperti pati jagung dan nanopartikel talc (bedak tabur), pati kentang dan nanoselulosa sabut kelapa, juga pati ubi kayu dan daun ekstrak rosemary.

”Ini memang masih tahap dasar dan butuh pengembangan lebih lanjut. Tetapi, saya sendiri sudah melakukan penjajakan dan pengujian di salah satu perusahaan. Sekarang tinggal menunggu kelanjutannya,” ujar Asrofi.–ISMAIL ZAKARIA

Editor AUFRIDA WISMI WARASTRI

Sumber: Kompas, 8 Januari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB