Preeklamsia masih menjadi penyumbang utama kesakitan dan kematian ibu serta janin. Berbagai pengobatan telah dikembangkan, tetapi kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan preeklamsia belum menunjukkan penurunan yang bermakna.
Hal itu disampaikan Sri Sulistyowati dalam pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Jawa Tengah, Selasa (11/12/2018). Sri menyampaikan pidato pengukuhan berjudul ”Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu yang Disebabkan Preeklamsia dengan Model Disfungsi Endotel”.
Preeklamsia adalah tekanan darah tinggi pada ibu hamil dan kelebihan kadar protein dalam urine (proteinuria). ”Preeklampsia secara klinis dapat ditandai dengan adanya hipertensi dan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sri mengatakan, di Indonesia preeklamsia menjadi penyebab 30-40 persen kematian ibu hamil. Preeklamsia juga menjadi penyebab 30-50 persen kematian perinatal. ”Di RSUD dr Moewardi, Solo, angka kematian ibu hamil tahun 2012 yang disebabkan preeklamsia berjumlah 19 orang dari 30 ibu hamil yang meninggal dan pada 2013 berjumlah 12 orang (meninggal) dari 21 ibu hamil yang meninggal,” katanya.
Sri mengatakan, preeklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan yang dapat memengaruhi seluruh sistem organ. Preeklamsia dan penyakit kardiovaskular mempunyai faktor risiko yang sama, antara lain hipertensi kronis, diabetes, obesitas, penyakit ginjal, dan sindrom metabolik.
Penelitian menunjukkan preeklamsia sebagai faktor risiko penyakit gagal ginjal di kemudian hari. Berbagai pengobatan telah dikembangkan, tetapi kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh preeklamsia belum menunjukkan penurunan bermakna. Hal ini sebagian disebabkan belum jelasnya penyebab dan mekanisme penyakit ini.
”Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan preeklamsia yang efektif sebagai pencegahan. Pengakhiran kehamilan atau persalinan dianggap sebagai pilihan yang paling baik, terutama pada kasus preeklamsia dengan komplikasi,” ujarnya.
Selain Sri, dalam Sidang Senat Terbuka UNS juga dikukuhkan sebagai guru besar Fakultas Kedokteran UNS, Endang Sutisna Sulaiman. Endang dan Sri dikukuhkan sebagai guru besar ke-195 dan 196 di UNS. Rektor UNS Ravik Karsidi mengatakan, bertambahnya guru besar akan berkorelasi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan UNS dalam mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi.–ERWIN EDHI PRASETYA
Sumber: Kompas, 11 Desember 2018