Hayat Sindi, Dobrak Keterbatasan untuk Hayati Hidup

- Editor

Senin, 22 Januari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Baru saja tiba di Jakarta Rabu kemarin, Kamis (18/1) ini, Hayat Sindi (50) sudah harus terbang ke Maroko dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Istanbul, Turki. Perjalanan ini merupakan bagian dari misinya untuk berbagi ilmu pengetahuan bagi banyak orang.

Penerbangan jarak jauh bukan hal baru bagi Sindi. Meski di tengah keterbatasan sosial, semangatnya mendorong perkembangan sains untuk kehidupan sosial menjadi pedoman di setiap perhentiannya di sudut dunia.

Sindi merupakan ahli bioteknologi dan pemenang penghargaan sains dan teknologi di Timur Tengah. Pada 2014, Sindi menerima Clinton Global Citizen Awards untuk kepemimpinan dalam masyarakat sipil. Penghargaan ini diberikan atas karyanya yang mendorong inovasi dan kewirausahaan di kalangan kaum muda di Timur Tengah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tidak hanya itu, pada 2015, wanita asal Arab Saudi ini diminta Perdana Menteri Malaysia untuk bergabung dengan Dewan Penasihat Ilmu Pengetahuan dan Inovasi dalam visi negara 2020. Pada tahun yang sama, ia juga ditunjuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki Moon di Grup Anggota Sepuluh (Ten Members Group) untuk mendukung mekanisme fasilitas teknologi untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Sebagai perempuan yang dibesarkan di Arab Saudi, ia mengakui butuh perjuangan tersendiri untuk bisa menjadi seorang ilmuwan. Namun, itu bukan menjadi halangan, yang menurut Sindi sebagai panggilan hidupnya. ”Agama, jenis kelamin, atau budaya bukan menjadi suatu hambatan bagi seseorang berkontribusi dalam keilmuan,” katanya.

DEONISIA ARLINTA UNTUK KOMPAS–Hayat Sindi (50), ahli bioteknologi dan pemenang penghargaan sains dan teknologi di Timur Tengah.

Menurut Sindi, memperjuangkan sebuah mimpi adalah satu-satunya cara agar bisa mewujudkan mimpi itu sendiri. ”Secara otomatis, perjuangan itu yang bisa membangun kepercayaan diri, semangat, dan hasil yang ternyata jauh lebih baik,” ujar wanita kelahiran 6 November 1967 ini.

Memperjuangkan sebuah mimpi adalah satu-satunya cara agar bisa mewujudkan mimpi itu sendiri.

Ia dibesarkan di tengah keluarga yang mencintai pengetahuan. Berbagai biografi ilmuwan dan pemikir hebat dunia sudah ia baca sejak kecil. ”Ayah saya senang membawa saya ke perpustakaan dan memberikan saya buku bacaan mengenai pengetahuan,” katanya. Hal inilah yang kemudian membuat Sindi terinspirasi untuk bisa menjadi ilmuwan hebat di dunia.

Saat ingin melanjutkan pendidikan di tingkat perguruan tinggi, Sindi kemudian meyakinkan diri untuk mendalami ilmu pengetahuan dengan belajar di luar negeri. Namun, untuk mewujudkannya, ia tak cukup hanya menyakinkan diri sendiri. Ia juga harus menyakinkan keluarganya, terutama ayahnya.

Saat ia mencoba menanyakan keinginannya tersebut kepada ayahnya, Sindi merasa seperti ada batasan sosial yang dihadapinya. Apalagi, keluarganya memiliki budaya Muslim yang kuat. ”Memang butuh waktu, tetapi dengan memperlihatkan prestasi yang saya raih dan tekad saya yang bulat, akhirnya keluarga saya mengizinkan,” ujarnya.

Berbagai prestasi pun kemudian diraih Sindi. Tahun 1991, akhirnya ia melanjutkan studi di King’s College London dan meraih gelar sarjana di bidang farmakologi pada 1995. Sindi pun mendapat Penghargaan Princess Anne atas penelitiannya mengenai alergi.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan di University of Cambridge dan mendapat gelar PhD dalam bioteknologi pada 2001. Sejak saat inilah, sejumlah inovasi dihasilkannya.

Hayat Sindi (50) saat menjelaskan mengenai platform Engage di Jakarta, Kamis (18/1). Engage merupakan perangkat online untuk berinteraksi dan memperluas jaringan dalam hal pendanaan bagi semua mitra di seluruh dunia, baik dari LSM, pembuat kebijakan, peneliti, ilmuwan, maupun sektor swasta. Perangkat ini didukung Bank Pembangunan Islam (IDB).

Inovasi untuk dunia
Dalam upaya mendorong keinginannya untuk menghubungkan sains dengan dampak sosial, saat ini Sindi bersama tim di Harvard University mendirikan organisasi nonprofit yang menciptakan perangkat diagnostik inovatif yang terjangkau bagi masyarakat tidak mampu. Perangkat ini disebut sebagai Diagnostics for All.

”Saat ini masih dalam tahap uji coba, tetapi kalau sudah diakui nantinya alat ini bisa memberikan hasil medis tanpa sumber tenaga, air, atau dokter terlatih. Selain itu, alat ini juga berpotensi menyelamatkan nyawa orang secara cepat,” katanya.

Seiring mengembangkan penelitiannya, Sindi juga berpartisipasi dalam sejumlah acara, terutama untuk meningkatkan kesadaran akan sains di kalangan wanita. Pada 2011, ia pun mendirikan ”I2” atau Institute for Imagination and Ingenuity. Institusi ini bertujuan mendorong inovasi di kalangan orang muda, khususnya ilmuwan, pakar teknologi, dan insinyur.

”Dalam institusi ini, kami memberikan beasiswa, pelatihan, dan mentor untuk memberdayakan dan menginspirasi generasi muda di Arab Saudi agar dapat mewujudkan impian mereka. Harapannya, mereka bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara, terlebih dunia,” ujar Sindi.

Berdasarkan inovasi dan pegetahuan yang dihasilkan Sindi, tahun 2013 ia menjadi satu dari 30 wanita yang pertama kali diangkat menjadi Dewan Syura, badan konsultasi tertinggi di Arab Saudi.

Pada 2017, ia dipilih menjadi penasihat presiden Bank Pembangunan Islam (IDB) untuk ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi. Majalah Forbes menetapkan Sindi sebagai Perempuan Arab Berpengaruh Nomor Dua di Kerajaan Arab Saudi.

Saya percaya, dengan sikap tegar, saya bisa melakukan banyak terobosan. Saya bermimpi sejak kecil untuk bisa membuat terobosan, dan saat ini, satu per satu mimpi saya telah terwujud.

”Saya percaya, dengan sikap tegar, saya bisa melakukan banyak terobosan. Saya bermimpi sejak kecil untuk bisa membuat terobosan, dan saat ini, satu per satu mimpi saya telah terwujud,” kata Sindi.

Barangkali, keyakinan itulah yang terus membuat Sindi bisa mendobrak keterbatasan sosial yang dialaminya. Dan keterbatasan itu justru menjadi pemicu baginya untuk terus berkarya dalam menghayati hidup, bahkan dunia. (DD04)

Sumber: Kompas, 19 Januari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dr. Jonas E Penemu Obat Anti Polio
Antoni Van Leewenhoek 1632 – 1723
Purbohadiwidjoyo Geologiwan
Jane Goodall, Ilmuwan Terkemuka Inggris Tanpa Gelar Sarjana
Prof. Dr. D. Dwidjoseputro, M.Sc. Sosok Guru dan Guru Besar Biologi Sesungguhnya
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
IPB University Punya Profesor Termuda Berusia 37 Tahun, Ini Profilnya
Haroun Tazieff, Ahli vulkanologi, dan Otoritas Tentang Bahaya Alam
Berita ini 19 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 14 Juni 2023 - 14:35 WIB

Dr. Jonas E Penemu Obat Anti Polio

Rabu, 14 Juni 2023 - 14:30 WIB

Antoni Van Leewenhoek 1632 – 1723

Minggu, 14 Mei 2023 - 14:17 WIB

Purbohadiwidjoyo Geologiwan

Minggu, 11 September 2022 - 16:13 WIB

Jane Goodall, Ilmuwan Terkemuka Inggris Tanpa Gelar Sarjana

Kamis, 26 Mei 2022 - 16:33 WIB

Prof. Dr. D. Dwidjoseputro, M.Sc. Sosok Guru dan Guru Besar Biologi Sesungguhnya

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB