Target eliminasi malaria tahun 2030 dinilai ambisius karena banyak tantangan tak teratasi. Selain ancaman resistensi parasit malaria, tantangan lain adalah resistensi vektor pada insektisida, infeksi Plasmodium vivax yang diprediksi mendominasi, dan temuan Plasmodium knowlesi di Aceh.
Hal itu disampaikan sejumlah peneliti dari dalam dan luar negeri dalam simposium malaria The 6th International Eijkman Conference di Jakarta, Selasa (1/8). Konferensi itu untuk memperingati HUT Ke-25 Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Ric Price, guru besar kesehatan global dari Menzies School of Health Research, Darwin, Australia, memaparkan, di banyak negara, beban malaria terus berkurang. “Itu terjadi seiring peningkatan kesejahteraan, penambahan dana dari pemerintah dan lembaga filantropi, sistem kesehatan yang menguat, diagnosis dini, pengobatan efektif, dan pengendalian vektor,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Negara-negara di Asia Pasifik pun jadi kian dekat dengan target status eliminasi tahun 2030. Di Indonesia, angka kejadian malaria (annual parasite incidence/ API) menurun dari 1,69 pada 2012 jadi 0,84 pada 2016. Status eliminasi dicapai jika API kurang dari 1 per 1.000 penduduk. Sedikitnya 250 kabupaten/kota berstatus eliminasi malaria.
Makin kebal
Namun, ada sejumlah tantangan, antara lain resistensi parasit Plasmodium falciparum pada obat antimalaria. Itu banyak terjadi di negara-negara yang dilintasi Sungai Mekong di Indochina sehingga menghambat eliminasi malaria di Asia Tenggara.
Tantangan lain ialah meningkatnya kasus malaria akibat Plasmodium vivax. Pengobatan malaria akibat Plasmodium vivax lebih sulit dibandingkan jenis parasit lain karena bisa tinggal di organ hati dan kambuh.
Selain itu, surveilans berbasis fasilitas kesehatan kurang bisa memetakan dan mengantisipasi malaria. Banyak reservoir parasit malaria belum teridentifikasi.
Peneliti di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Farah Coutrier, menambahkan, tantangan lain adalah Plasmodium knowlesi ditemukan pada 19 dari 40 pasien malaria di puskesmas di Aceh Besar lewat pemeriksaan reaksi berantai polimerase (PCR) Juni 2014-Desember 2015. Plasmodium knowlesi lebih cepat membelah diri dibandingkan jenis parasit lain dan sulit terdeteksi.
Menurut Din Syafruddin, Kepala Laboratorium Malaria dan Resistensi Vektor Lembaga Eijkman, intervensi hemat dan efektif adalah pengendalian vektor malaria. (ADH)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Agustus 2017, di halaman 12 dengan judul “Upaya Eliminasi Penuh Tantangan”.