Akhir Gejala El Nino 2015/2016

- Editor

Rabu, 11 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gejala alam El Nino kelihatannya mulai dipahami sebagian masyarakat, terutama dampaknya pada cuaca dan iklim di Indonesia.

Gejala alam yang mula-mula diperkenalkan para nelayan di pantai barat Amerika, menjadi terkenal tahun 1982/1983 saat terjadi cuaca ekstrem di Nusantara. Saat itu terjadi kondisi kurang hujan untuk hampir sebagian kawasan wilayah Indonesia kecuali kawasan Indonesia bagian barat sebelah barat.

Dampak El Nino amat mengganggu sektor perekonomian. Ketahanan pangan porak-poranda pada 1991 dan kebakaran hutan dan lahan merajalela. Padahal, pada periode sebelum 1990 kondisi cuaca dan iklim kondusif dan mendukung berbagai kegiatan bercocok tanam, berladang, dan minim dengan kebakaran hutan dan lahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hasil pengamatan terbatas penulis sekitar tahun 2000 juga menunjukkan bahwa musim kemarau cenderung lebih panjang dan musim hujan lebih pendek. Kondisi kering yang cukup panjang akan memudahkan kebakaran lahan dan hutan. Sebaliknya musim hujan yang pendek menghadirkan hujan lebat yang berdampak banjir dan longsor. Inilah yang berlangsung sejak akhir 2015 hingga memasuki April 2016.

Kondisi awal 2016
Sepanjang awal tahun hingga memasuki kuartal II-2016, kondisi awan dan hujan tersebar sporadis ke seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini berbeda dengan berbagai prakiraan yang muncul pada akhir 2015. Saat itu disebutkan dampak gejala alam 2015 masih akan berlangsung hingga 2016 seiring kegiatan gejala alam El Nino yang akan sirna di pertengahan dan akhir 2016. Prakiraan-prakiraan itu umumnya mengacu pada informasi prakiraan kegiatan El Nino dari lembaga internasional di bidang cuaca dan iklim global dalam koordinasi Organisasi Meteorologi Dunia, WMO. Bahkan disebutkan, dampak El Nino masih muncul awal 2016 di sebagian wilayah Indonesia, artinya terjadi kondisi kering di wilayah Indonesia.

Namun, kenyataannya kondisi itu berubah awal Februari 2016 saat sebagian kawasan Pulau Sumatera—khususnya Pulau Bangka—dilanda hujan lebat yang berdampak banjir bandang dan tanah longsor. Bahkan di Pangkal Pinang tercatat curah hujan yang ekstrem lebih dari 200 milimeter dalam sehari.

Muncullah informasi lain tentang kemungkinan hadirnya gejala alam La Nina atau lawan dari El Nino. Karena itu, pertanyaannya, bagaimana mungkin kita menyebut semua ini gejala alam El Nino bila syarat rerata kegiatannya berdurasi minimal 9bulan. Kenyataannya, periode El Nino 2015/2016 adalah mulai Mei 2015-Januari 2016 atau sekitar 8 bulan, kemudian berubah cepat menjadi gejala alam La Nina. In ibaratnya perubahan periode suhu hangat kawasan dengan luasan ribuan kilometer persegi hanya dalam hitungan hari atau minggu.

Kondisi inilah yang seyogianya kita cermati. Kesimpulannya, gejala alam El Nino 2015/2016 merupakan kondisi yang berbeda dengan kejadian El Nino sebelumnya. Sesuai informasi dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat bahwa mulai 2011 hingga beberapa puluh tahun kemudian, dengan periode dingin atmosfer muka laut, hadirnya gejala alam El Nino 2015/2016 akan berbeda dengan dampak keragaman cuaca dan iklim yang ditimbulkan. Walaupun secara garis besar dampak keragaman cuaca dan iklim pada kawasan/wilayah umumnya identik, tetapi akan ada pengaruh dari aktivitas bintik hitam Matahari.

Yang jelas informasi dari berbagai pusat informasi cuaca dan iklim dunia saat ini mengatakan masih giat gejala alam El Nino 2015/2016, hasil dari pengamatan suhu muka lautglobal kawasan ekuator Samudra Pasifik. Masih ada simpangan suhu muka laut di atas 2 derajat yang artinya gejala alam El Nino belum meluruh.

Informasi lanjut menunjukkan pula bahwa kondisi suhu hangat ini sepertinya terus bergerak turun atau mendekati nilai rerata bulanan sejak awal Februari 2016 hingga awal Maret 2016. Bahkan kondisi suhu hangat laut global dengan simpangan 1 derajat celsius, meluas di perairan selatan wilayah Indonesia. Suhu muka laut hangat menggiatkan terjadinya hujan sedang hingga lebat di kawasan selatan ekuator wilayah Indonesia, termasuk Jabodetabek yang mendapat curah hujan lebih dari seminggu sejak 23 Februari hingga awal Maret 2016.

Curah hujan sama
Dari pengalaman penulis yang pernah mengkaji dampak gejala musim hujan wilayah Indonesiabersamaan dengan kegiatan El Nino sepanjang 1960-2000, periode musim hujan menyusut, tetapi jumlah curah hujan sama.

Namun, ada satu satu kasus yang berbeda, yaitu saat gejala alam El Nino terkuat dalam sejarah terjadi 1997/1998. Saat itu jumlah curah hujan di bawah rerata satu musim.

Kini yang terjadi adalah periode dingin, terlihat dari rendahnya suhu udara di kawasan belahan utara. Tingginya tekanan udara tersebut mendorong udara dingin yang mengakibatkan peristiwa lataan/adveksi udara dengan pembentukan awan dan hujan mulai akhir Januari 2016 hingga awal Februari 2016.

Terjadilah hujan yang giat di kawasan Sumatera dan Kalimantan. Sejak akhir Februari 2016 hingga awal April 2016, hujan juga turun lebih dari satu minggu di kawasan pantura Jawa termasuk Jabodetabek. Bila dijumlahkan kuantitas curah hujan di akhir Maret-April2016, sepertinya ada pergeseran puncak musim hujan kawasan Jabodetabek 1-3 dasarian.

Bagaimana prospek keragaman cuaca dan iklim mendatang? Sepertinya peluruhan kondisi gejala alam El Nino akan berubah menuju kondisi gejala alam La Nina dengan berlanjutnya dingin suhu muka laut kawasan ekuator Samudra Pasifik. Artinya akan ada banyak hari dengan hujan dan banyak hari tanpa hujan yang terjadi silih berganti sesuai kondisi suhu muka laut yang menyediakan uap air dan kondisi dinamis lainnya, seperti tekanan udara yang rendah, angin berkumpul, atau peristiwa lataan/adveksi udara dingin.

Paling tidak kejelian dalam menyimak kondisi peredaran udara skala lokal, regional, dan global menjadi kunci dalam menyikapi situasi keragaman cuaca dan iklim. Saat ini yang terjadi adalah pergolakan seiring peluruhan gejala alam El Nino menuju kondisi normal dan menuju kondisi gejala alam La Nina. Dengan demikian, perlu diketahui bahwa ada kecenderungan awal musim kemarau akan mundur.

Dengan demikian, musim hujan 2015/2016 untuk kawasan Pulau Jawa masih berlangsung hingga akhir April 2016. Namun, karena berselang-seling kondisi basah dengan cuaca panas, masyarakat sebaiknya waspada karena akan berdampak pada giatnya nyamuk vektor demam berdarah maupun penyakit-penyakit lain. Semua itu perlu mitigasi agar tidak merugikan.

Paulus Agus Winarso, pengajar pada STMKG Jakarta
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Mei 2016, di halaman 7 dengan judul “Akhir Gejala El Nino 2015/2016”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB