Dosen Asing dan Kualitas PT

- Editor

Sabtu, 23 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mulai tahun ini, Kemenristek Dikti secara resmi mengizinkan masuknya dosen asing untuk mengajar dan meneliti di perguruan tinggi negeri ataupun swasta di Indonesia.

Hal ini tentu saja akan berdampak bagi potret perguruan tinggi (PT) kita baik dari sisi kualitas dosen, komposisi dosen di PT, kualitas pendidikan , maupun tingkat persaingan bagi mereka yang ingin jadi dosen. Secara agregat untuk kepentingan bangsa, akankah masuknya dosen asing meningkatkan mutu pendidikan tinggi kita?

Dosen asing sila datang
Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Ali Ghufron Mukti mempersilakan dosen asing mengajar di Tanah Air. “Kami beri kuota 10 persen melalui nomor induk dosen khusus (NIDK),” katanya (28/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pernyataannya itu diulang lagi ketika berkunjung ke Surabaya pada 17 Maret. Tujuan akhir dari perekrutan dosen asing adalah masuknya PT negeri (PTN), terutama PTNBH (berbadan hukum) dalam 500 besar ranking universitas dunia.

Bagi penulis, inisiatif Kemenristek Dikti adalah angin segar. Ini bukan hal luar biasa karena Malaysia juga melakukan hal sama. Perdana Menteri Mahathir Mohamad, saat itu, berani mengundang beberapa universitas Inggris dan Australia membuka cabang di Malaysia. Jadi, tidak terbatas dosennya yang impor. Tidak heran jika ada Monash University cabang Malaysia atau Nottingham University. Mahathir sengaja mengundang mereka untuk meningkatkan daya saing universitas Malaysia di tingkat dunia.

Mahathir juga mempunyai pertimbangan ekonomi: daripada uang rakyat Malaysia dibuang ke negara asing lewat mahasiswa yang sekolah di sana, lebih baik universitasnya diundang masuk ke Malaysia. Sungguh ide yang cemerlang. Bahkan, kini, ketua badan akreditasi Malaysia adalah Rektor Monash University di Malaysia. Malaysia melakukan itu jauh sebelum era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kita walaupun terlambat akhirnya membuka pintu juga meskipun perlu sikap hati-hati menghadapi situasi baru ini.

Menghadirkan kecerdasan
Ide mengundang dosen asing diharapkan mampu menghadirkan manusia-manusia cerdas ke dalam negeri. Aliran ini sering disebut brain drain, dari sisi kita akan menjadi brain gain. Usaha ini setidaknya akan membawa manfaat.

Pertama, menjadi partner dosen kita untuk kolaborasi riset dan publikasi. Dengan adanya dosen asing yang mempunyai kemampuan riset, dosen kita bisa berkolaborasi dalam hal penelitian sekaligus publikasi. Penelitian yang bagus diharapkan bisa meningkatkan kualitas publikasi dosen ataupun universitas kita. Penelitian yang jelas peta jalannya juga diharapkan mampu menghasilkan produk-produk nyata yang dibutuhkan masyarakat.

Kedua, memacu dosen domestik untuk tidak kalah bersaing dalam hal pengajaran dan penelitian. Dalam hal pengajaran mungkin etos kerja mereka bisa jadi cermin dosen kita. Etos yang dimaksud bisa dalam hal disiplin waktu mengajar, menjaga kesesuaian materi ajar dengan rencana pembelajaran, mengembalikan tugas, dan memberi feedback kepada mahasiswa. Dengan etos mengajar yang bagus, mahasiswa akan mencapai hasil pembelajaran yang lebih baik. Kedatangan mereka diharapkan membawa atmosfer positif bagi lingkungan kerja para dosen.

Ketiga, bagi para calon dosen dalam negeri, kedatangan dosen asing adalah pesaing berat dalam mendapatkan pekerjaan di PTN ataupun PT swasta bagus di Indonesia. Untuk itu, para calon dosen harus benar-benar mencapai kinerja yang bagus selama kuliah.

Keempat, merekrut dosen asing akan menjadi daya tarik bagi mahasiswa. Mahasiswa bisa menuntut ilmu dan pengalaman dari dosen asing tanpa harus ke luar negeri, sekaligus menghemat devisa.

Hal di atas bisa diwujudkan dengan syarat: dosen asing harus mempunyai kualitas dan rekam jejak bagus dalam hal publikasi dan penelitian, bukan sekadar mengundang orang asing dan lalu jumlah dosen asing dijadikan ukuran kinerja universitas. Hal ini menjauhkan tercapainya target awal. Kualitas nomor satu.

Untuk mendapatkan dosen asing yang berkualitas dibutuhkan dana cukup. Kemenristek Dikti ada baiknya bekerja sama dengan lembaga lain, seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). LPDP mempunyai jumlah dana memadai untuk mendatangkan dosen asing. Kerja sama keduanya akan mendorong PT kita masuk jajaran 500 besar dunia.

“Ono rego ono rupo” akan berlaku di dalam perekrutan dosen asing ini. Dengan anggaran yang memadai, kita bisa merekrut mereka yang berkualitas bagus di bidangnya. Namun, mengingat infrastruktur kita baik umum maupun di universitas belum begitu bagus, harus ada tawaran yang cukup menarik untuk mendapatkan dosen asing berkualitas.

Penulis pernah menyampaikan ide mengundang para akademisi asing masuk ke universitas di Indonesia untuk meneliti, membimbing mahasiswa pascasarjana, dan mengajar. Ini setidaknya menjadi alternatif daripada sekadar mengirim mahasiswa dan dosen kita ke luar negeri (“Dari ‘Brain Drain’ ke ‘Brain Gain'”, Kompas, 2 Mei 2014).

Mungkin, bagi kalangan tertentu, kedatangan dosen ini adalah ancaman. Di sini saya kira pemerintah cukup bijaksana dengan membatasi kuota. Dengan demikian, “ancaman” yang ditimbulkan lebih berfungsi sebagai peluang untuk menaikkan mutu dosen kita, bukan menekan dosen domestik sehingga justru tidak bisa berkembang. Mungkin bisa dibatasi juga daerah dosen asing boleh mengajar.

Memanggil pulang
Dosen asing yang akan direkrut tidak harus benar-benar orang asing. Bisa saja orang Indonesia yang telah lama bekerja di luar negeri sebagai pengajar dan peneliti di sana. Ada banyak akademisi kita yang bekerja di luar negeri dengan rekam jejak penelitian dan publikasi yang bagus. Dengan tawaran yang menarik, bisa jadi mereka mau kembali ke Tanah Air.

Namun, perlu diingat, dosen asing ketika melakukan penelitian agar diikat dengan perjanjian yang ketat. Jangan sampai hak-hak kita akan pemanfaatan kekayaan alam yang menjadi modal dasar temuan strategis, seperti obat-obatan, benih unggul, atau potensi sumber daya alam lain, jatuh ke mereka. Akibatnya, kita hanya akan jadi tempat dan menyediakan material penelitian tanpa mendapatkan manfaat yang semestinya. Izin-izin penelitian harus diketahui Kemenristek Dikti dan departemen terkait dengan topik penelitian, tidak boleh hanya melibatkan universitas lokal. Ini tidak dimaksudkan untuk menghambat penelitian, tetapi demi kehati-hatian.

Banyak cerita orang asing dengan visa turis bekerja dengan peneliti lokal dari universitas di Indonesia, meneliti dengan memanfaatkan kekayaan alam kita. Penelitian itu menyangkut obat-obatan tradisional yang dikembangkan keanekaan hayati yang hanya ada di Indonesia.

Mahasiswa asing
Sebaiknya perekrutan dosen bisa juga diikuti perekrutan mahasiswa asing melalui skema asisten penelitian. Dalam skema ini, dosen yang mempunyai dana penelitian cukup besar bisa memberi honor kepada asisten peneliti. Honor-honor itu sebaiknya dibuat standar dan resmi diketahui universitas. Pengadaan skema ini diharapkan mampu memperbaiki kinerja penelitian para dosen. Dengan skema ini, dosen asing bisa membawa mahasiswa terbaiknya dari universitas asal untuk melanjutkan pendidikan di Indonesia. Penyertaan mahasiswa asing ini mestinya bisa memperkuat riset.

Imigrasi sebagai institusi yang mengurusi pintu masuk bagi orang asing sebaiknya menerapkan status khusus, seperti visa pelajar atau sejenisnya untuk para akademisi dan mahasiswa asing. Sebab, selama ini institusi yang kedatangan mahasiswa asing dan peneliti asing sering harus membuang banyak waktu dan usaha untuk mengurus status dan izin tinggalnya. Masalah ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa ada perbaikan dari kabinet yang silih berganti.

Dengan antisipasi dini, persiapan penerimaan dosen asing diharapkan target akhir memperbaiki posisi PT kita dalam ranking universitas dunia bisa lebih terukur. Jika ide Kemenristek Dikti ini tidak dilaksanakan dan dikelola dengan baik, bisa jadi hanya akan menjadi kemewahan tanpa hasil yang memadai.

Budi Santosa, Guru Besar Teknik Industri ITS; Pernah menjadi Pembantu Dekan Bagian Kerja Sama dan menjadi visiting professor di luar negeri
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 April 2016, di halaman 6 dengan judul “Dosen Asing dan Kualitas PT”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Menyusuri Jejak Kampus UGM Tjabang Magelang
67 Gelar Sarjana Berbagai Jurusan Kuliah di Indonesia, Titel Punya Kamu Ada?
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:11 WIB

Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB