Suara anak-anak meramaikan rumah merangkap tempat kursus matematika di Jalan Picung, Bandung. Mereka antusias mengerjakan berbagai soal dengan cepat. Bagi mereka, pelajaran itu sama sekali tidak menakutkan. Tidak ada kerut di dahi mereka. Matematika jadi pelajaran mengasyikkan dan menyenangkan.
Di meja pendek, bertebaran kartu mirip kartu domino yang bertuliskan angka penjumlahan. Kartu ini disebut kartu milenium ular angka. Di dinding terpampang permainan mirip ular tangga dan diberi nama ular tangga matematika. Di ruang kelas kecil itu banyak ragam permainan anak-anak, tetapi dibuat khusus untuk pelajaran matematika.
“Saya ingin anak-anak menyukai matematika, tidak menganggap matematika sebagai pelajaran menakutkan, tetapi menyenangkan. Matematika bukan pelajaran yang rumit, melainkan sederhana dan mudah,” kata Agus Nggermanto di rumahnya yang ramai dengan celoteh anak-anak, di Bandung, Senin (21/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Agus adalah pendiri kursus matematika APIQ yang merupakan singkatan dari Aritmetika Plus Intelegensi Quantum. Siswanya kini terdiri dari murid TK, SD, SMP, hingga SMA. Kursus matematika tersebut ada di Bandung, Jakarta, Bekasi, dan Depok. Di Bandung, kelas dibuka mulai pukul 09.00 hingga 18.00 dari Senin hingga Sabtu.
“Kelas pagi umumnya untuk anak-anak yang masuk sekolah siang. Kelas pukul 10.00 biasanya penuh murid TK yang sudah pulang sekolah. Untuk mereka, saya lebih banyak mengajak anak bermain dengan mereka agar memahami konsep matematika,” kata Agus.
Selain di kota-kota itu, murid Agus juga ada di kota-kota lain karena dia mengajar pula melalui blog dan video kanal pribadi di Youtube sejak 2008. Agus yang populer dipanggil Paman Apiq juga kerap diminta mengajar di sejumlah kota.
Kesukaan Agus mengajar bermula ketika sekolah di SMA Negeri 2 Tulungagung, Jawa Timur. Agus senang berkumpul bersama teman-teman setelah kelas usai. Pertemuan kadang diisi dengan belajar bersama, terutama matematika. Saat kelas III SMA, pertemuan jadi rutin setiap pulang sekolah. Mereka lalu minta izin untuk memakai ruangan selama satu jam untuk belajar bersama. Jumlah murid yang ikut serta pun bertambah.
“Dari dulu saya memang hobi matematika sehingga senang-senang saja berbagi ilmu dengan teman-teman di sekolah,” ujar Agus yang kemudian melanjutkan studi di Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1993.
Tak paham konsep
Saat kuliah, Agus memberikan les. Ketika hampir merampungkan studi, dosennya menawarkan untuk mengajar di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Agus pun menyanggupi. Dari mengajar itu, dia kaget mengetahui banyak mahasiswa hanya hafal rumus, tetapi tidak memahami konsep matematika.
“Itu bisa berarti mereka tak memahami konsep matematika dengan benar sejak di SMA. Saya pun makin terkejut ketika murid SMA juga tak tahu konsep matematika SMP dan ini berarti pemahaman mereka sejak SMP pun tidak sepenuhnya benar,” tutur Agus yang mengembangkan APIQ sejak tahun 2000.
Kegalauannya kian bertambah ketika tahu siswa di tingkatan sekolah yang lebih rendah, seperti SD dan TK, lebih tidak memahami konsep matematika.
“Sesungguhnya matematika bukan pelajaran menyulitkan, tetapi di negeri ini memang senang sekali membuat segala hal menjadi lebih rumit,” kata Agus prihatin.
Dia mencontohkan, perhitungan sederhana dalam soal cerita matematika sering menjadi rumit karena pilihan kata yang tak lazim bagi siswa, terutama anak-anak. Kata “selisih”, misalnya, sangat jarang dikenal dan dipakai anak-anak.
Agus Nggermanto
LAHIR:
Tulungagung, 18 Agustus 1973
PENDIDIKAN:
Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung
ISTRI:
Cicik Cahyarini
ANAK:
Syifa Azzahra (15)
Syihabuddin YM (14)
Mutiara Shadra (13)
Haidar Abdul Fattah (10)
Hujjah Lishaumi Kirana (7)
BEBERAPA BUKU:
APIQ: Inovasi Pembelajaran Matematika Kreatif
Creative Math Game
Quick Count Quadrat: Berhitung Cepat Kuadrat Metode APIQ Asyik dan Kreatif
Math Kreatif EINSTEIN
Rumus Cepat Kreatif
Kecil-Kecil Jago Matematika
Utama: Unggulan Trik Asyik Matematika APiQ
PENGHARGAAN:
Top Blog dan Top Post dari WordPress.com
“Konsep selisih tidak dipahami anak. Mengapa tidak memakai saja kata yang umum bagi anak-anak seperti ‘dikurangi’? Hal seperti inilah yang membuat anak kesulitan. Mereka belum mampu memahami semua kata,” ujar Agus.
Menurut Agus, rumit dan sulit jauh berbeda. Soal matematika sulit adalah biasa, terutama ketika menghadapi matematika tingkat tinggi seperti di perguruan tinggi. Namun, rumit sering kali membuat soal sederhana dan mudah menjadi susah hanya karena pemilihan kata yang tak lazim.
Berdasarkan pengalamannya mengajar, Agus menemukan banyak anak sulit memahami angka belasan karena membingungkan. Penyebutan angka 12 (dua belas), misalnya, membuat anak bingung menempatkan puluhan dan satuan. Banyak anak menganggap angka dua yang disebut lebih dulu sebagai puluhan, bukan satuan. Begitu pula dengan angka belasan lainnya.
Dia berpendapat, ada baiknya jika bahasa matematika untuk angka belasan adalah sepuluh satu untuk 11, sepuluh dua untuk 12, dan seterusnya. “Bukankah dalam ilmu kimia juga begitu, ada nama senyawa dan nama umum yang dikenal masyarakat luas,” kata pria kelahiran 18 Agustus 1973 ini.
Hanya beberapa daerah di Indonesia yang biasa menyebut angka belasan dengan sepuluh sekian. Daerah tersebut antara lain Sulawesi. “Hasilnya, anak-anak di daerah itu menjadi lebih mudah memahami konsep puluhan dan satuan serta dalam penjumlahan,” kata Agus.
Kemajuan negara
Membaca, sains, dan matematika adalah beberapa kunci sukses bagi negara-negara maju atau negara-negara yang berkembang dengan pesat di bidang perekonomian atau pendidikan. Selama ini negara-negara dengan penduduk yang berminat baca serta menguasai sains dan matematika menjadi negara maju atau negara yang berkembang sangat baik.
Berdasarkan survei PISA (Programme for International Student Assessment) oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), tingkat kemampuan membaca, sains, dan matematika berpengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan negara.
Hasil survei PISA tahun 2012 yang mengevaluasi tingkat pengetahuan dan kemampuan 510.000 remaja berumur 15 tahun dari 65 negara di dunia ini menunjukkan negara-negara Asia menduduki peringkat teratas dengan minat baca, sains, dan matematika tertinggi, mengalahkan negara-negara dari Eropa dan Amerika. Dari 10 negara terbaik, tujuh adalah negara-negara Asia.
“Nama Indonesia tidak ada di situ. Negara di Asia yang menduduki peringkat teratas itu adalah Tiongkok dan Singapura. Di bawahnya Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, Makau, dan Jepang. Bagi saya, hal itu menyedihkan dan memprihatinkan. Padahal, pelajar Indonesia sering juara olimpiade sains dan matematika, bahkan menjadi juara umum,” ujar Agus.
Agus sama sekali tidak menentang olimpiade tersebut, bahkan salah satu anaknya adalah peserta olimpiade tingkat SD. Namun, dia menyadari bahwa olimpiade hanya bagi anak-anak yang secara alami memiliki kemampuan lebih.
“Bagaimana meningkatkan kemampuan anak-anak biasa itulah yang saya inginkan. Penguasaan sains dan matematika adalah langkah penting dalam menjaga peradaban,” kata Agus yakin.–IDA SETYORINI
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2015, di halaman 16 dengan judul “Ajak Anak Cintai Matematika”.